Coba ingat kapan terakhir kali Anda merasa terjebak oleh keadaan yang di luar kendali Anda. Sekarang bayangkan jika keadaan itu justru diciptakan oleh sistem yang seharusnya melindungi Anda. Inilah kenyataan yang dihadapi banyak orang yang terpaksa masuk ke dalam eksploitasi seksual, bukan karena dipaksa oleh seseorang, tapi karena terjerat dalam jaring kebijakan dan tekanan ekonomi yang membuat mereka tak punya pilihan lain.
“Tunggu dulu,” mungkin Anda akan berkata, “tentunya tidak ada yang secara langsung memaksa seseorang masuk ke situasi ini?” Dan secara teknis, Anda benar. Masalahnya jauh lebih dalam dari itu. Ini seperti terjebak dalam pasir hisap – tidak ada satu orang pun yang mendorong Anda ke bawah, tapi sistemnya sendiri yang menarik Anda tenggelam.
Bagaimana Kita Sampai di Sini?
Bayangkan ini: Sebuah pemerintahan memotong program bantuan sosial dengan dalih “kemajuan ekonomi.” Mereka mengurangi dana pendidikan, akses kesehatan menjadi lebih mahal, dan kesempatan kerja semakin langka. Bagi kebanyakan dari kita, ini berarti harus mengencangkan ikat pinggang. Tapi bagi mereka yang sudah hidup di ambang batas, ini bisa berarti harus memilih antara memberi makan anak-anak mereka atau mempertahankan atap di atas kepala mereka.
Ketika semua pintu tertutup, beberapa orang menemukan diri mereka seolah hanya punya satu pilihan tersisa – menggunakan tubuh mereka sebagai jalan terakhir untuk bertahan hidup. Ini bukan pilihan yang dibuat dengan bebas; ini pilihan yang dibuat ketika semua pilihan lain telah diambil.
Wajah Tersembunyi dari Ketidaksetaraan Gender
Ini bukan sekadar masalah kemiskinan – ini tentang siapa yang menanggung beban terberat ketika sistem gagal. Perempuan, khususnya, lebih sering terjebak dalam perangkap ini dibandingkan laki-laki. Seperti yang diungkapkan Simone de Beauvoir, masyarakat telah lama memperlakukan perempuan sebagai “yang lain,” sehingga lebih mudah mengabaikan perjuangan dan kebutuhan mereka.
Coba pikirkan: ketika sebuah keluarga jatuh miskin, siapa yang lebih mungkin mengorbankan segalanya untuk memastikan ada makanan di meja? Siapa yang lebih mungkin menghadapi prospek kerja terbatas karena kurangnya pendidikan atau diskriminasi? Kegagalan sistem tidak mempengaruhi semua orang secara setara.
Terjebak dalam Kotak yang Tidak Kita Ciptakan
Banyak dari kita tumbuh dengan keyakinan bahwa kerja keras saja yang menentukan kesuksesan. Tapi bagi mereka yang lahir dalam kemiskinan atau terdorong ke sana oleh keadaan, ini seperti memulai lomba lari dengan kaki terikat. Sistem menciptakan apa yang para sosiolog sebut sebagai “kemiskinan struktural” – bayangkan berada di ruangan di mana semua pintu terkunci, dan satu-satunya jendela mengarah ke tepi yang berbahaya.
Ini bukan lagi tentang pilihan individu. Ini tentang sistem yang menciptakan situasi putus asa dan kemudian memalingkan muka ketika orang-orang terpaksa mengambil langkah ekstrem untuk bertahan hidup.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kabar baiknya adalah situasi ini tidak tanpa harapan. Sebagai masyarakat, kita bisa menuntut yang lebih baik:
- Akses nyata ke pendidikan dan pelatihan kerja
- Layanan kesehatan yang tidak menguras kantong
- Upah layak yang memungkinkan orang memenuhi kebutuhan dasarnya
- Sistem dukungan sosial yang menopang orang sebelum mereka jatuh terlalu dalam
Tapi pertama-tama, kita perlu mengakui bahwa ketika orang-orang terpaksa menjual tubuh mereka untuk bertahan hidup, ini bukan hanya tragedi pribadi mereka – ini kegagalan kita bersama sebagai masyarakat.
Seruan untuk Perubahan
Kebebasan bukan hanya tentang apa yang tertulis dalam buku hukum. Kebebasan sejati berarti memiliki pilihan nyata tentang bagaimana menjalani hidup. Ketika seseorang harus memilih antara menjual tubuh mereka atau melihat anak-anak mereka kelaparan, itu bukan kebebasan – itu eksploitasi sistematis.
Seperti yang diingatkan Audre Lorde, kebebasan tidak gratis. Tapi biayanya seharusnya tidak dibayar oleh mereka yang sudah paling kekurangan. Sudah waktunya bagi kita untuk membangun masyarakat di mana tidak ada yang harus mengorbankan martabatnya hanya untuk bertahan hidup.
Ukuran sejati masyarakat kita tidak terletak pada tingginya gedung-gedung kita atau besarnya PDB. Ia terletak pada bagaimana kita memperlakukan anggota masyarakat kita yang paling rentan. Ketika kita membiarkan sistem mendorong orang-orang ke dalam eksploitasi, kita tidak hanya mengecewakan mereka, tapi juga diri kita sendiri.
Sudah saatnya berhenti memalingkan muka. Sudah saatnya mengakui bahwa ketika sistem memaksa orang-orang ke dalam eksploitasi seksual, ini bukan hanya masalah mereka – ini masalah kita semua. Dan sudah saatnya melakukan sesuatu untuk mengatasinya.