Ketika Media Menjual Saldo Dana Kaget Demi Klik

Oleh
rasyiqi
Writer, Digital Marketer
- Writer, Digital Marketer
Baca 3 Mnt
Ketika Media Menjual Saldo Dana Kaget Demi Klik (Ilustrasi)
Ketika Media Menjual Saldo Dana Kaget Demi Klik (Ilustrasi)

Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, puluhan media berlomba-lomba menyajikan berita tentang “DANA Kaget” dengan angka fantastis. Radar Indramayu dan Pikiran Rakyat Bengkulu, misalnya, menggaet pembaca dengan janji saldo Rp760.000.

Tak ketinggalan, Haijakarta.id menawarkan Rp550.000, sementara Jabar Ekspres hanya Rp50.000. Ironisnya, perbedaan nominal yang tak masuk akal ini justru diabaikan. Padahal, fitur resmi DANA Kaget—seperti dijelaskan di laman help center DANA—bukanlah alat bagi-bagi uang gratis, melainkan sarana berbagi saldo antar-pengguna. Media seolah menutup mata, mengganti fakta dengan sensasi.

Tak hanya nominal, tanggal yang disebut pun mengundang tanya. Suara.com dan Radar Lampung, misalnya, menulis “4 April 2025”—dua tahun mendatang—seolah waktu adalah ilusi. Konten seperti ini jelas tak melalui proses kurasi ketat.

Lebih parah lagi, tautan yang dibagikan mengarah ke situs seperti radarindramayu.disway.id, bukan domain resmi DANA (dana.id). Media lokal yang dianggap “terpercaya” justru menjadi jembatan penyebaran tautan mencurigakan. Alih-alih mengedukasi, mereka menjerumuskan pembaca ke jurang penipuan.

Masyarakat pun terjebak dalam lingkaran risiko. Banyak yang percaya buta pada media lokal, mengklik tautan “DANA Kaget” karena judul menggoda. Akibatnya, data pribadi dicuri via formulir phishing, saldo dikuras malware, atau kontak diserang pesan berantai.

Forum Reddit dan Detik Finance ramai dengan kisah korban yang tertipu setelah mengakses link dari artikel “resmi”. Media tak hanya gagal menjadi penjaga informasi, tetapi juga turut menyuburkan kejahatan siber.

Di balik layar, bisnis klik menggerakkan roda ini. Setiap artikel provokatif mendongkrak traffic, yang berarti pendapatan iklan melambung. Beberapa media mungkin bahkan mendapat insentif terselubung untuk menyebarkan tautan tertentu. Kontributor freelance kerap menulis tanpa verifikasi, sementara redaksi abai memastikan keakuratan. Hasilnya: jurnalisme terjual murah, masyarakat jadi tumbal.

Namun, bukan berarti tak ada jalan keluar. Media harus kembali ke khittahnya: mengganti narasi sensasional dengan edukasi. Misalnya, menulis “Waspada Penipuan DANA Kaget: Ini Ciri Link Palsu!” alih-alih menjual janji uang gratis.

Kolaborasi dengan pihak DANA atau Kemenkominfo juga penting untuk memverifikasi informasi sebelum publikasi. Bagi pembaca, kewaspadaan adalah kunci. Selalu cek sumber resmi, jangan bagikan OTP, dan laporkan konten mencurigakan.

- Advertisement -

Pada akhirnya, uang gratis hanyalah ilusi. Yang nyata adalah tanggung jawab media untuk menjaga integritas informasi dan kesadaran masyarakat untuk kritis. Jika kedua pihak bersinergi, ruang digital tak akan lagi jadi ladang penipuan, tetapi wadah pengetahuan yang aman.

Share This Article