Mahasiswa ‘Disini’ Bisa Jadi adalah Koruptor Selanjutnya di Masa Depan

rasyiqi By rasyiqi - Writer, Digital Marketer
9 Min Read
Mahasiswa 'Disini' Bisa Jadi adalah Koruptor Selanjutnya di Masa Depan (Ilustrasi)
Mahasiswa 'Disini' Bisa Jadi adalah Koruptor Selanjutnya di Masa Depan (Ilustrasi)

jlk – Kita sering mendengar bahwa mahasiswa adalah agen perubahan, harapan bangsa, dan generasi yang akan membawa negara ini ke masa depan yang lebih cerah. Namun, di balik retorika yang memabukkan itu, tersembunyi sebuah realitas yang jauh lebih gelap: mahasiswa, yang seharusnya menjadi pilar moralitas dan integritas, kini justru sedang dilatih menjadi koruptor masa depan. Ironis? Tentu. Tapi realitas ini tak bisa diabaikan begitu saja.

Menyontek dan Titip Absen

Ketika kita berbicara tentang korupsi, bayangan yang terlintas mungkin adalah pejabat tinggi yang menyalahgunakan anggaran negara, atau pengusaha yang memberikan suap demi memenangkan tender.

Namun, akar dari semua itu sering kali tumbuh di tempat yang tak terduga: kampus. Di sinilah mahasiswa belajar, bukan hanya teori akademik, tetapi juga seni korupsi, melalui tindakan yang tampaknya sepele namun sarat dengan implikasi moral yang serius.

Menyontek saat ujian dan titip absen adalah dua fenomena yang hampir pasti pernah dialami oleh setiap mahasiswa. Tindakan ini mungkin tampak seperti pelanggaran kecil, tetapi sebenarnya ini adalah bentuk awal dari korupsi. Menyontek adalah pernyataan terang-terangan bahwa hasil lebih penting daripada proses, bahwa tujuan menghalalkan cara, dan bahwa kejujuran hanyalah konsep usang yang bisa diabaikan.

- Advertisement -

Titip absen, di sisi lain, adalah bentuk kolusi sederhana, di mana mahasiswa menggunakan orang lain untuk memenuhi kewajiban yang seharusnya mereka lakukan sendiri. Kedua praktik ini mengajarkan mahasiswa untuk mencari jalan pintas, mengabaikan tanggung jawab, dan meremehkan nilai-nilai integritas.

Manipulasi LPJ dan Anggaran

Lebih dari sekadar menyontek, banyak mahasiswa yang terlibat dalam manipulasi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dan anggaran organisasi. Dalam kegiatan kampus, tak jarang kita mendengar tentang bagaimana dana yang seharusnya digunakan untuk acara mahasiswa justru di-markup, atau bahkan dicuri.

Nota pembelian dipalsukan, harga dinaikkan, dan barang yang seharusnya ada di tempat acara hanya muncul di atas kertas.

Ini adalah latihan yang sempurna bagi mereka yang kelak akan terjun ke dunia kerja, khususnya di sektor publik. Di sini, mereka belajar bahwa sistem bisa dimanipulasi, bahwa uang bisa diambil tanpa ada yang bertanya, dan bahwa pertanggungjawaban hanya sekadar formalitas.

Mereka tidak hanya belajar bagaimana mencuri, tetapi juga bagaimana menutupi jejak mereka dengan rapi. Ini adalah benih dari korupsi skala besar yang kelak akan mereka lakukan, ketika mereka memiliki akses ke anggaran yang jauh lebih besar dan kompleks.

- Advertisement -

Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

Kita sering terkejut ketika mendengar berita tentang suap penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi.

Kasus yang melibatkan Universitas Lampung (Unila) hanya salah satu contoh dari bagaimana uang bisa membeli tempat di kampus, bahkan di universitas yang seharusnya menjaga integritas akademik dengan ketat.

Praktik ini menunjukkan kepada mahasiswa bahwa segala sesuatu bisa dibeli, termasuk pendidikan yang seharusnya menjadi hak mereka yang berprestasi.

- Advertisement -

Bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur suap, pesan yang mereka terima jelas: uang lebih kuat dari meritokrasi, dan moralitas bisa dikompromikan demi keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar pelanggaran aturan; ini adalah deklarasi bahwa keadilan dan integritas bisa diabaikan ketika ada cukup uang di meja.

Dan inilah mentalitas yang akan mereka bawa ketika kelak mereka menjadi bagian dari sistem yang lebih besar, baik di pemerintahan maupun di sektor swasta.

Gratifikasi Dosen

Gratifikasi, atau lebih tepatnya suap dalam bentuk hadiah kepada dosen, adalah praktik lain yang menggerogoti integritas akademik. Mahasiswa yang memberikan hadiah kepada dosen dengan harapan mendapatkan nilai lebih baik, pada dasarnya sedang melibatkan diri dalam korupsi.

Mungkin terlihat sepele—sebuah hadiah kecil di hari ulang tahun dosen, misalnya—tapi dampaknya jauh lebih besar daripada yang terlihat.

Dosen yang menerima gratifikasi tersebut berada dalam posisi yang kompromi. Apakah mereka bisa tetap objektif dalam menilai mahasiswa tersebut? Apakah mereka bisa memberikan nilai berdasarkan kemampuan yang sebenarnya?

Ketika nilai sudah bisa dibeli, pendidikan kehilangan esensinya sebagai proses yang murni. Ini bukan hanya merugikan mahasiswa lainnya yang berjuang keras untuk mendapatkan nilai yang layak, tetapi juga menghancurkan kepercayaan terhadap integritas akademik secara keseluruhan.

Penyalahgunaan Dana Beasiswa

Dana beasiswa seharusnya menjadi alat untuk membantu mahasiswa yang membutuhkan, agar mereka bisa fokus pada studi tanpa harus terbebani oleh masalah finansial. Namun, dalam kenyataannya, dana ini sering kali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Mahasiswa yang mendapat beasiswa tetapi menggunakannya untuk membeli barang-barang mewah atau untuk berlibur, bukannya mendukung kegiatan akademik mereka, pada dasarnya sedang melakukan pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan kepada mereka.

Ini adalah bentuk lain dari korupsi, di mana mahasiswa belajar bahwa dana yang diberikan untuk tujuan tertentu bisa disalahgunakan tanpa konsekuensi serius. Mereka belajar untuk menjadi oportunis, mengabaikan tanggung jawab moral, dan memanfaatkan sistem demi keuntungan pribadi.

Ini adalah pelajaran berbahaya yang akan mereka bawa ke kehidupan profesional mereka, di mana mereka mungkin akan melakukan hal yang sama dengan dana publik atau anggaran perusahaan.

Pembuatan Proposal Palsu

Ketika mahasiswa membuat proposal palsu untuk mendapatkan dana kegiatan atau beasiswa, mereka sedang menggunakan kreativitas mereka untuk tujuan yang salah. Proposal yang penuh dengan kebohongan dan informasi yang dilebih-lebihkan ini mungkin berhasil menipu pihak yang berwenang, tetapi pada akhirnya, mereka hanya sedang melatih diri untuk menjadi penipu yang lebih canggih di masa depan.

Kreativitas seharusnya digunakan untuk hal-hal yang konstruktif, untuk menciptakan solusi bagi masalah yang ada. Namun, ketika digunakan untuk menipu dan memanipulasi, itu menjadi alat yang berbahaya.

Ini adalah bentuk lain dari korupsi yang mungkin tampak kecil sekarang, tetapi dampaknya bisa sangat merusak ketika para pelakunya kelak berada di posisi yang lebih berpengaruh.

Outsourcing Tanggung Jawab

Menggunakan jasa joki tugas adalah bentuk lain dari penghindaran tanggung jawab. Mahasiswa yang membayar orang lain untuk mengerjakan tugas mereka sebenarnya sedang mempraktikkan korupsi akademik. Mereka tidak hanya mencuri nilai yang seharusnya mereka dapatkan melalui usaha sendiri, tetapi juga merendahkan seluruh proses pendidikan.

Joki tugas mengajarkan mahasiswa bahwa tanggung jawab bisa dialihkan, bahwa tugas bisa diselesaikan oleh orang lain selama ada uang yang cukup. Ini adalah pelajaran berbahaya yang akan mereka bawa ke dunia kerja, di mana mereka mungkin akan mencoba melakukan hal yang sama dengan tugas atau proyek yang diberikan kepada mereka.

Ini adalah bentuk lain dari korupsi, di mana tanggung jawab moral dan profesional diabaikan demi kenyamanan pribadi.

Sebuah Peringatan untuk Masa Depan

Kita mungkin suka berpikir bahwa korupsi hanya terjadi di tingkat atas, di kalangan pejabat tinggi atau pengusaha kaya. Namun, kenyataannya adalah bahwa korupsi dimulai dari bawah, dari tempat yang tidak kita duga: kampus.

Mahasiswa yang seharusnya belajar tentang integritas, kejujuran, dan tanggung jawab, justru sering kali terpapar pada praktik-praktik koruptif yang akan mereka bawa ke masa depan.

Jika kita tidak segera mengambil langkah untuk menghentikan siklus ini, kita hanya akan melihat lebih banyak koruptor di masa depan, yang lahir dari sistem pendidikan yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai moral yang benar. Kampus bukan hanya tempat untuk mendapatkan gelar, tetapi juga tempat untuk membentuk karakter dan integritas.

Kita harus memastikan bahwa mahasiswa kita tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moral yang kuat dan komitmen yang tinggi terhadap kejujuran dan integritas. Jika tidak, mereka mungkin akan menjadi koruptor selanjutnya di masa depan, dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita biarkan terjadi.

Share This Article