jlk – Bayangkan Anda berjalan di jalan-jalan Kairo saat senja menjelang, cahaya merah keemasan matahari terakhir menyentuh piramida yang megah, dan tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya berkelip-kelip mulai muncul.
Itu bukan bintang jatuh, bukan juga pesawat UFO yang hendak mendarat, melainkan lentera-lentera warna-warni yang menghiasi langit Mesir saat Ramadhan tiba.
Simbol Ramadhan yang Menyatukan
Di Mesir, lentera berwarna-warni, atau yang dikenal dengan nama ‘fanous’, bukan sekadar hiasan. Mereka adalah simbol persatuan, kegembiraan, dan tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Dikatakan bahwa tradisi ini bermula saat Khalifah Al-Muizz Lideenillah memasuki Kairo pada malam Ramadan tahun 358 Hijriah, dan warga menyambutnya dengan lentera-lentera yang bercahaya.
Namun, ada yang berpendapat bahwa fanous memiliki akar yang lebih dalam, mungkin berasal dari zaman Firaun atau bahkan tradisi Kristen Koptik. Apapun asal-usulnya, fanous kini telah menjadi ikon Ramadhan yang tak terpisahkan dari Mesir.
Meriahnya Pasar Ramadhan
Saat Ramadhan, pasar-pasar di Mesir berubah menjadi lautan cahaya. Lentera-lentera ini tidak hanya dijual sebagai barang koleksi, tetapi juga sebagai lambang kebersamaan.
“Lentera ini lebih dari sekadar dekorasi, mereka adalah bagian dari jiwa kami,” kata Ahmed, seorang penjual lentera di pasar Khan El-Khalili.
Berpadu dalam Cahaya
Meski zaman terus berubah, lentera fanous tetap bertahan. Kini, dengan teknologi modern, lentera-lentera ini tidak hanya terbuat dari logam dan kaca, tetapi juga dari plastik dan bahan sintetis yang lebih tahan lama. Namun, esensi tradisinya tetap sama: menerangi hati dan rumah selama bulan suci.
Cahaya yang Tak Pernah Padam
Jadi, saat Anda melihat lentera-lentera berwarna-warni itu, ingatlah bahwa mereka bukan hanya sekadar lampu. Mereka adalah cerita, sejarah, dan simbol dari sebuah negara yang kaya akan budaya dan tradisi.
Dan seperti lentera-lentera itu, semangat Ramadhan di Mesir akan terus bersinar, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah.