Penerjemahan Adalah Kunci Dimulainya Peradaban Besar

Oleh
Baca 7 Mnt
Penerjemahan Adalah Kunci Dimulainya Peradaban Besar (Ilustrasi)
Penerjemahan Adalah Kunci Dimulainya Peradaban Besar (Ilustrasi)

Penerjemahan buku-buku ilmiah ke bahasa lokal bukan sekadar upaya linguistik, melainkan strategi kebudayaan yang vital untuk memastikan inklusivitas pengetahuan, mempercepat pembangunan sumber daya manusia, dan melestarikan identitas masyarakat.

Di Indonesia, dengan 652 bahasa daerah yang terancam punah, inisiatif ini menjadi krusial untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan global dan kebutuhan lokal. Artikel ini menganalisis urgensi penerjemahan ilmiah dalam konteks keindonesiaan.

Penerjemahan sebagai Jembatan antara Pengetahuan Global dan Kearifan Lokal

Akses Pendidikan yang Inklusif

Bahasa ibu adalah jendela pertama manusia memahami dunia. Data UNESCO menunjukkan bahwa siswa yang belajar dalam bahasa ibu selama 6–8 tahun pertama memiliki prestasi akademik 25% lebih tinggi.

Namun, 92% buku teks sains di Indonesia masih menggunakan bahasa Indonesia atau Inggris, menciptakan hambatan kognitif bagi penutur bahasa daerah.

Program penerjemahan buku STEAM (Sains, Teknologi, Teknik, Seni, Matematika) ke bahasa daerah telah meningkatkan pemahaman konsep abstrak seperti fotosintesis dalam bahasa Madura (pangolèyan cahya) sebesar 40% di 15 sekolah pilot.

Contoh konkret terlihat dalam penerjemahan konsep ekologi. Bahasa Madura memiliki istilah tajhung (keseimbangan ekosistem pesisir) yang paralel dengan teori ecological resilience.

Dengan menerjemahkan buku biologi kelautan menggunakan istilah ini, siswa di Sumenep mampu mengaitkan teori ilmiah dengan praktik tradisional nyadar garam (pengelolaan tambak) secara lebih kontekstual.

Pelestarian Bahasa dan Pengetahuan Tradisional

Proyek penerjemahan novel dan teks ekonomi kreatif ke bahasa Indonesia tidak hanya melestarikan sastra lokal tetapi juga mengkodifikasi pengetahuan tradisional. Misalnya, istilah Jawa pranata mangsa (sistem penanggalan berbasis ekologi) yang diterjemahkan dalam buku klimatologi modern menjadi rujukan akademis untuk pertanian berkelanjutan.

Bahasa Batak Toba menyimpan 127 istilah medis tradisional (ramuan parmalim) untuk penyakit seperti horbo (hipertensi). Penerjemahan istilah ini ke dalam buku farmakologi modern memungkinkan integrasi pengobatan tradisional dengan kedokteran konvensional, sekaligus mencegah kepunahan leksikon lokal.

- Advertisement -

Tantangan Penerjemahan Ilmiah ke Bahasa Lokal

Kelangkaan Istilah Teknis

Bahasa daerah seringkali kekurangan kosakata untuk konsep ilmiah abstrak. Dalam fisika kuantum, istilah superposisi harus diterjemahkan ke bahasa Sasak sebagai kadiq batur (berada di dua tempat sekaligus) – sebuah neologisme yang memerlukan sosialisasi intensif. Studi di NTT menunjukkan 68% guru kesulitan menerjemahkan istilah kimia seperti polimer ke bahasa Manggarai karena tidak adanya padanan kultural.

Solusi inovatif datang dari komunitas penutur bahasa Bugis yang mengadopsi sistem angka tellu pocco (basis 4) untuk mengajarkan operasi biner dalam ilmu komputer. Pendekatan ini meningkatkan pemahaman siswa sebesar 35% dibandingkan menggunakan istilah Indonesia.

Kualitas Terjemahan dan Kapasitas Sumber Daya

Evaluasi terjemahan abstrak penelitian keuangan dari bahasa Indonesia ke Inggris mengungkap 42% kesalahan terminologi yang berpotensi menyesatkan. Masalah serupa terjadi dalam penerjemahan teks medis ke bahasa daerah, di mana istilah hipertensi sering dikacaukan dengan darah tinggi dalam konteks pengobatan tradisional.

- Advertisement -

Pelatihan penerjemah spesialis menjadi kunci. Program KKLP Penerjemahan mensyaratkan skor minimal 11/15 dalam uji akurasi terjemahan, dengan fokus pada:

  1. Preservasi makna sumber
  2. Kesesuaian konteks budaya
  3. Keterbacaan untuk pembaca awam

Strategi Penguatan Penerjemahan Ilmiah Berbasis Lokal

Pengembangan Korpus Bahasa Ilmiah Daerah

Pembangunan korpus digital bahasa daerah yang memuat istilah ilmiah adalah langkah strategis. Proyek di Bali telah membuat basis data 1.200 istilah fisika berbahasa Bali (bayu untuk energi, teja untuk radiasi), sementara di Jawa Timur, glosarium biologi berbahasa Madura digunakan dalam 30 sekolah menengah.

Model Pendidikan Bilingual Ilmiah

Sekolah pilot di Lombok menerapkan sistem translanguaging dimana guru menjelaskan konsep kimia dalam bahasa Sasak kemudian menguatkannya dengan istilah Indonesia/Inggris. Hasilnya, nilai UNAS kimia meningkat 18% dalam 2 tahun. Pola serupa diterapkan di Universitas Cenderawasih dengan penggunaan bahasa Papua dalam perkuliahan antropologi.

Kolaborasi Lintas Disiplin

Kemitraan antara linguis, ilmuwan, dan praktisi budaya diperlukan untuk menciptakan terjemahan yang akurat. Contoh sukses terlihat dalam proyek penerjemahan buku teknologi digital ke bahasa Sunda yang melibatkan:

  • Ahli bahasa Sunda (memastikan kaidah tata bahasa)
  • Insinyur komputer (akurasi konsep teknis)
  • Seniman tradisional (ilustrasi berbasis motif batik)

Implikasi Kebijakan dan Masa Depan

Insentif bagi Penerjemah Spesialis

Perlu kebijakan yang memberikan insentif finansial dan akademis bagi penerjemah bidang sains. Skema seperti royalti terjemahan 7% dari penjualan buku dapat mendorong partisipasi lebih banyak filolog dalam proyek ilmiah.

Standardisasi Istilah Ilmiah Daerah

Pembentukan lembaga standarisasi istilah daerah, mirip dengan Pusat Bahasa untuk bahasa Indonesia, diperlukan. Lembaga ini akan bertugas:

  1. Menciptakan padanan istilah baru
  2. Memublikasikan kamus bidang spesifik
  3. Melakukan sosialisasi ke sekolah dan universitas

Integrasi Teknologi AI dalam Penerjemahan

Pengembangan model AI seperti neural machine translation yang dioptimalkan untuk bahasa daerah bisa mempercepat proses. Uji coba di UNESA menggunakan AI translator bahasa Jawa mampu mengurangi waktu penerjemahan jurnal 60% dengan akurasi 89%.

Kesimpulan

Penerjemahan buku ilmiah ke bahasa lokal adalah investasi jangka panjang untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan yang inklusif. Dengan mengakomodasi keragaman linguistik, kita tidak hanya melestarikan budaya tetapi juga menciptakan jalur alternatif untuk inovasi ilmiah yang kontekstual.

Keberhasilan program ini memerlukan sinergi antara pemerintah, akademisi, komunitas lokal, dan teknologi – sebuah upaya kolektif untuk memastikan bahwa kemajuan sains tidak meninggalkan akar kulturalnya.

Sebagaimana tercermin dalam panduan Kementerian Pendidikan, penerjemahan bukan sekadar alih bahasa, melainkan proses reinterpretasi pengetahuan global melalui lensa lokal. Inilah esensi pembangunan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Share This Article