Santriwati, Amankah Hidup di Pesantren?

zajpreneur By zajpreneur
5 Min Read
Santriwati, Amankah Hidup di Pesantren? (Ilustrasi)
Santriwati, Amankah Hidup di Pesantren? (Ilustrasi)

jlk – pesantren atau Penjara Suci ‘Dulu’, Sebuah tempat yang konon dirancang untuk menciptakan generasi ulama unggul, bukan generasi trauma.

Namun, belakangan ini, sepertinya pesantren di Indonesia lebih mirip dengan pengadilan Neraka bagi santriwati. Serius? Tentu saja.

Dengan kasus kekerasan seksual yang semakin marak, hidup di pesantren tampaknya jauh dari aman. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di balik pintu gerbang pesantren yang tersembunyi itu?

Katanya Suci? Mari, Cek Fakta!

Pesantren Hidayatul Hikmah Alkahfi:

Sisi Gelap dari “Sembunyi di Balik Kain Kafan” Di Semarang, pesantren Hidayatul Hikmah Alkahfi ternyata memiliki spesialisasi yang agak berbeda dari yang dijanjikan.

- Advertisement -

Bukan hanya sekadar tempat belajar, tapi juga tempat di mana enam santriwati menjadi korban pemerkosaan. Ironisnya, meski mengklaim sebagai pesantren, Hidayatul Hikmah Alkahfi ternyata tidak terdaftar secara resmi.

Kementerian Agama pun menyatakan bahwa mereka tak memenuhi syarat sebagai pesantren resmi. Jadi, jika Anda berpikir ada jaminan keamanan di sini, mungkin Anda juga percaya bahwa unicorn ada di belakang kelas.

Kejadian di Karanganyar:

Siapa Bilang Kiai Tidak Bisa Terlibat? Di Jatipuro, Karanganyar, seorang pimpinan pesantren yang dikenal baik dan religius ternyata memiliki sisi gelap.

Dia ditangkap setelah diduga melakukan pencabulan terhadap lima santriwati. Masyarakat setempat terkejut. Jelas sekali, kepiawaian dalam menyembunyikan kekejian di balik kebaikan adalah keahlian yang sering diremehkan.

Pondok Pesantren Bandar, Batang:

Pernikahan Tanpa Saksi, Apa Ini? Di Batang, ada kiai yang tampaknya lebih tertarik pada “karomah” (keistimewaan spiritual) daripada pada etika.

- Advertisement -

Dia mencabuli 14 santriwati dengan modus menikahi mereka tanpa saksi karena konon, menikah tanpa saksi bisa mendatangkan “karomah” sebelum melancarkan aksinya.

Ini adalah contoh nyata bagaimana doktrinasi dapat membuat korban terjebak dalam situasi yang sulit untuk dilawan. Sepertinya, tradisi dan doktrin tidak hanya menjadi pelindung, tapi juga bisa menjadi penjara.

Kasus di Jombang:

Nama Baik vs. Kebenaran Di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Moch Subchi Atsal Tsani, anak seorang kiai ternama, dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun.

- Advertisement -

Kasus ini melibatkan kekerasan seksual terhadap santriwati dan menunjukkan tekanan dari simpatisan pelaku untuk mencabut laporan.

Sepertinya, nama baik pesantren sering kali menjadi lebih penting daripada keadilan bagi korban. Karena, siapa yang peduli dengan korban bila nama baik bisa dipertaruhkan?

Kenapa Pesantren Harus Menggali Lubang untuk Jari Kaki Sendiri

Satu Langkah di Depan Kegelapan

Banyak pesantren yang tidak terdaftar secara resmi, sehingga tidak terikat oleh regulasi yang ketat dari Kementerian Agama.

Tanpa pengawasan yang memadai, pesantren bisa menjadi tempat subur bagi kekerasan seksual. Jadi, jika Anda berpikir ada penjaga pintu yang memastikan semua berjalan sesuai aturan, pikirkan lagi.

Tidak ada yang memantau, dan jika ada, tampaknya mereka lebih suka tidur di kursi malas daripada melakukan pekerjaan mereka.

Budaya Patriarki dan Doktrinasi

Santriwati sering kali berada dalam posisi yang sangat rentan. Doktrinasi yang mengajarkan mereka untuk “manut” (patuh) pada kiai atau guru menciptakan suasana di mana mereka enggan untuk melapor atau menentang tindakan pelecehan.

Dalam banyak kasus, mereka lebih memilih untuk menutup mulut dan berharap masalah ini akan menghilang dengan sendirinya. Ini seperti berada di rumah hantu dan berharap hantu itu tidak akan menyapa Anda.

Korban atau “Malu” dan “Berusaha Menutup-Nutupi”

Stigma terhadap korban kekerasan seksual sering kali membuat mereka merasa terisolasi. Alih-alih mendapatkan dukungan, mereka malah mendapatkan tekanan untuk menjaga nama baik pesantren.

Jika Anda pikir ini adalah cara yang baik untuk menangani situasi, mungkin Anda juga percaya bahwa mengabaikan masalah adalah solusi yang bijaksana.

Faktanya, banyak korban merasa sendirian dan tertekan, sementara masyarakat lebih suka melanjutkan hidup dengan mengabaikan kenyataan.

Akhir Kata

Meskipun pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan penuh berkah, kenyataannya sering kali tidak demikian.

Kasus-kasus kekerasan seksual yang terus bermunculan menunjukkan perlunya reformasi mendalam dalam pengawasan pesantren dan perlindungan bagi santriwati.

Masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar aman dan mendukung bagi semua pelajar di pesantren.

Jadi, sebelum Anda berpikir untuk mengirimkan anak Anda ke pesantren atau bahkan berdoa untuk keberkahan dari sistem pendidikan agama ini, pertimbangkanlah dua kali.

Karena dalam banyak kasus, pesantren lebih mirip dengan labirin gelap daripada tempat pencarian cahaya.

Share This Article