Arya Wedakarna, Senator Bali yang Terkesan Rasis

Yudha Cilaros By Yudha Cilaros
4 Min Read
Arya Wedakarna, Senator Bali yang Terkesan Rasis
Arya Wedakarna, Senator Bali yang Terkesan Rasis

Arya Wedakarna, atau yang lebih akrab disapa AWK, adalah salah satu anggota DPD RI asal Bali yang terkenal dengan gaya bicaranya yang kontroversial dan provokatif. Ia sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyinggung berbagai pihak, terutama yang berbeda dengan pandangan dan keyakinannya. Ia juga kerap mengklaim sebagai pembela kebenaran dan keadilan, meski seringkali tanpa bukti dan data yang valid.

Namun, kali ini AWK harus menelan pil pahit akibat ulahnya sendiri. Ia telah dipecat dari keanggotaan DPD RI oleh Badan Kehormatan (BK) DPD RI, karena terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan kode etik, serta tata tertib DPD RI. Keputusan ini diambil berdasarkan pengaduan masyarakat atas dugaan pelanggaran yang dilakukan AWK, yaitu pernyataan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia, yaitu terhadap suku selain Bali, dan agama selain Hindu.

Pernyataan yang menimbulkan kontroversi itu adalah ketika AWK menolak staf penyambut tamu Bandara I Gusti Ngurah Rai menggunakan hijab, dengan alasan bahwa Bali adalah daerah Hindu dan harus menjaga identitas budayanya. Ia juga mengatakan bahwa hijab adalah simbol radikalisme dan intoleransi, dan mengancam akan mengusir siapa saja yang berani memakainya di Bali.

Pernyataan AWK ini tentu saja menuai kecaman dari berbagai pihak, baik dari masyarakat, tokoh agama, maupun politisi. Mereka menilai bahwa AWK telah melanggar Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang merupakan dasar negara dan semboyan bangsa Indonesia. Mereka juga mengecam sikap AWK yang arogan, sombong, dan tidak menghormati keragaman dan kebhinekaan yang ada di Indonesia.

- Advertisement -

Tidak hanya itu, AWK juga diketahui telah beberapa kali melakukan pelanggaran lainnya, seperti menghina Presiden Joko Widodo, menyebarkan hoaks tentang vaksin Covid-19, dan menuduh sejumlah pejabat negara terlibat korupsi tanpa bukti. Ia juga pernah terlibat konflik dengan sesama anggota DPD RI, seperti dengan Fahira Idris, yang ia sebut sebagai “babi ngepet” dan “wanita jalang” karena berbeda pendapat dengan dirinya.

Dengan demikian, pemecatan AWK dari DPD RI adalah sebuah langkah yang tepat dan tegas untuk memberikan efek jera kepada AWK, yang selama ini telah merusak citra dan martabat lembaga perwakilan daerah tersebut. AWK juga harus bertanggung jawab atas semua pernyataan dan tindakannya yang telah melukai hati dan merendahkan martabat rakyat Indonesia, khususnya yang berbeda suku dan agama dengan dirinya.

AWK seharusnya sadar bahwa sebagai anggota DPD RI, ia memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mewakili dan mengayomi seluruh rakyat Indonesia, tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, atau golongan. Ia juga harus menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang merupakan landasan dan jati diri bangsa Indonesia.

AWK juga harus belajar dari para tokoh dan pemimpin Bali yang terdahulu, yang telah memberikan contoh dan teladan yang baik dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama di Bali. Mereka tidak pernah merasa terancam atau tersaingi oleh keberadaan agama lain di Bali, melainkan justru menghargai dan menghormati perbedaan sebagai sebuah kekayaan dan keindahan.

Semoga pemecatan AWK ini menjadi pelajaran berharga bagi dirinya sendiri, maupun bagi para politisi lainnya, agar tidak lagi mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak berdasar, tidak bertanggung jawab, dan tidak menghormati keragaman dan kebhinekaan yang ada di Indonesia. Karena, Indonesia adalah rumah kita bersama, yang harus kita jaga dan kita cintai dengan sepenuh hati.

- Advertisement -
Share This Article