Asal-Usul Kata 9 Naga dalam Konteks Ekonomi Indonesia

Yudha Cilaros By Yudha Cilaros
2 Min Read
black dragon head wall decor

Kata naga berasal dari bahasa Sanskerta nāgá, yang berarti ular, khususnya ular kobra raksasa yang ditemukan dalam kepercayaan Hindu, Buddha, dan Jain. Dalam budaya Jawa, naga lebih merujuk pada dewa ular yang sering dihubungkan dengan air dan kesuburan. Naga juga merupakan simbol kekuatan, kekayaan, dan keberuntungan dalam budaya Tionghoa.

Dalam konteks ekonomi Indonesia, kata 9 naga pertama kali muncul pada masa Orde Baru, sebagai sebutan untuk sembilan pengusaha Tionghoa yang dianggap memiliki kedekatan dengan Presiden Soeharto dan menguasai sebagian besar sektor ekonomi di Indonesia. Sembilan pengusaha tersebut adalah Liem Sioe Liong, Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaja, Mochtar Riady, William Soeryadjaya, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, Sukanto Tanoto, dan Eddy Katuari.

Sebutan 9 naga ini awalnya bersifat peyoratif, karena menggambarkan adanya ketimpangan ekonomi, oligopoli, dan nepotisme yang merugikan rakyat kecil dan pengusaha pribumi. Namun, seiring berjalannya waktu, sebutan ini memiliki konotasi lebih netral, sebagai pengakuan atas kontribusi sembilan pengusaha tersebut dalam membangun perekonomian Indonesia, terutama di bidang industri, perdagangan, dan investasi.

Setelah Orde Baru runtuh, sebutan 9 naga tidak lagi relevan, karena banyak pengusaha baru yang muncul dan bersaing di pasar bebas. Namun, sebutan ini masih sering digunakan sebagai istilah umum untuk menyebut para konglomerat atau pengusaha besar yang berpengaruh dalam perekonomian Indonesia. Beberapa nama yang sering disebut-sebut sebagai 9 naga masa kini adalah Dato’ Sri Tahir, Anthoni Salim, Tommy Winata, Rusdi Kirana, Sofjan Wanandi, Jacob Soetoyo, Edward Soeryadjaya, Robert Budi Hartono, dan James Riady.

- Advertisement -

Meskipun memiliki latar belakang, bidang usaha, dan visi yang berbeda-beda, para 9 naga ini memiliki kesamaan dalam hal kegigihan, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi tantangan dan peluang bisnis. Mereka juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja, membayar pajak, dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan sosial dan filantropis. Dengan demikian, para 9 naga ini layak dihormati dan diapresiasi sebagai bagian dari sejarah dan dinamika perekonomian Indonesia.

Share This Article