Kriteria ‘cowok religius’ agaknya perlu mulai dihapuskan dari prasyarat wanita dalam memilih tambatan hati. Banyak wanita jadi korban percintaan macam begini. Makanya, biar tidak munafik baca terus sampai kesal.
Baru-baru ini membaca berita tentang perceraian antara seorang tokoh muda terkenal, putra seorang pemuka agama, dengan istrinya yang juga dikenal luas di media sosial. Mereka menikah saat usianya masih muda namun pernikahannya harus kandas setelah berjalan selama beberapa tahun.
Bayangkan, si cowok ganteng putra seorang tokoh agama terkenal, agamis nan manis menikahi seorang wanita cantik yang siap dibimbing menuju surga. Uwu banget nggak tuh? Usia mereka masih muda, tapi udah romantis. Beuh, kalau seumuran mereka, kita dulu masih kencan di pelabuhan tua, biar romantis juga plus pacaran gratis.
Karena nikah mudanya, pasangan itu sempat viral di internet. Banyak netizen muda berdecak ingin. Bermimpi untuk bisa nikah muda seperti mereka. Pasukan uwu uwu mengacungkan jempol, bak nonton film beradegan cinta yang begitu dramatis sekaligus bikin baper.
Terlepas dari apa dan bagaimana konflik keluarganya, yang jelas perceraian adalah tindakan yang paling dibenci agama. Itu untuk melindungi ikatan suci pernikahan, karena dampaknya mesti ada salah satu pihak yang tersakiti.
Menikah atau berkeluarga itu hukum alam, walaupun jaman sekarang banyak orang bisa kawin tanpa harus menikah. Sekedar melepaskan hasrat seksual. Dan kau tahu itu haram bagi norma dan agama. Tapi, bagi buaya yang alim, nikah muda itu menjadi tindakan yang tepat untuk bercinta. Nggak seperti buaya liar di luar sana. Pacaran setelah nikah lebih romantis nggak sih?
Setelah begitu entengnya menggampangkan nikah, tanpa di barengi niat yang baik dan akal yang bijaksana. Akhirnya, pernikahan tak lagi menjadi sakral. Pasangan muda yang sudah bosan, karena tak sempat menikmati masa mudanya dengan bebas, memilih cerai sebagai solusinya.
Di sekelompok aliran Islam bahkan mengkampanyekan nikah muda. Anda bisa cek social media atau website mereka. Kedengarannya gerakan ini adalah gerakan yang mulia. Bagaimana tidak? Menikah itu sama dengan menyempurnakan separuh ibadah kita kepada Tuhan.
Mereka tahu sekali hasrat konsumennya. Mereka membangun imajinasi, misalnya, “udah enak, dapat pahala pula,” demikian sebagian imajinasi anak muda. Kemudian disambut dengan visual seakan sosok pasangan terbaik yang menjadi pendamping hidup seperti bidadari, cantik sekali, berkulit langsat, tutur katanya lembut dan merdu, senyumnya meneduhkan, shalihah luar dalam dan pintar.
Atau, ia seperti pangeran dari balik kegelapan, wajahnya bercahaya, gagah dan manis. Tutur katanya romantis sekaligus humoris, tatapannya tajam, shalih, mapan dan pintar. Orang-orang kemudian akan berkata, duh serasi banget, idaman deh pokoknya, andai aku punya istri atau suami seperti dia.. dan sebagainya. Begitu kira-kira isi pikiran yang sedang diracuni.
Ya, pernikahan itu ibadah. Lu mampu gak bos? nah, maksud saya mental kamu mampu gak? Ibarat kamu mau naik haji, kamu mampu nggak biayanya? Nggak usah mentang-mentang pengen ibadah padahal sebenarnya pengen enaknya saja. Ini soal mental lho ya. Nah, orang yang saya sebut di atas adalah salah satu contohnya, yang mentalnya nggak kuat.
Menikah, bukan alih-alih agar dapat berhubungan seksual secara legal. Kita sepakat, nikah muda lebih baik daripada pergaulan bebas, tapi makna pernikahan tidak bisa direduksi menjadi legalisasi seks. Bukankah Islam mengajarkan untuk berpuasa untuk meredam birahi?
Benar, percaya saya, apalagi masih fase pacaran, tunangan dan calon tunangan. Pastinya cowok agamis berevolusi menjadi buaya religius untuk mendekati wanita. Penuh intrik janji-janji manis, agar wanita kecantol teknik marketingnya. Bilangnya aku mencintaimu karena Allah, kau adalah cinta pertama, nyatanya ia jatuh cinta pada ngaceng pertama.
Jadi, terlalu sempit jika pernikahan hanya dimaknai sebagai hubungan seksual saja. Pernikahan itu kompleks! Nikah di usia muda bukan jaminan bebas zina apalagi solusi untuk banyak masalah. Emang nikahnya di pegadaian?
Itu seperti mencari solusi tidak pada tempatnya. Hati manusia, itu tempatnya kesalahan. Menikah itu adalah fase. Sementara itu, urusan mencari solusi untuk sebuah masalah, ada di dalam hati nurani dan kedewasaan. Bukan di pegadaian.
Siapa yang bilang wanita itu tak cantik, lelaki normal berselera tinggi seperti kamu mungkin tidak bakal nolak, ya sukur-sukur dia mau sama kamu. Tapi bagaimanapun cantik dan anggunnya perempuan, jika menjadi istri akan luntur kecantikannya seiring waktu. Terkadang perawatan sudah habis puluhan juta nggak mempan melawan rasa bosan. Kamu bisa tanya ke cowok-cowok yang sudah menikah, cek kebenarannya. Dulu, dia satu-satunya bintang yang bersinar di langit, tapi lama-kelamaan kok baru sadar bahwa di langit itu banyak bintang-bintang yang lain.
Laki-laki memang gitu dan laki-laki yang baik dia selalu menjaga pernikahannya. Ia terus merawat cinta dan menghadapi masalah rumah tangga dengan bijaksana. Jujur, laki-laki hanya butuh variasi saja kok. Kalau bosan ia cukup cuci mata, pergi ke pantai lihat orang murtad (jemur pantat) atau ke mall beli kacamata hitam. Udah, gitu aja. Kembali ke rumah, dan lihatlah apa yang terjadi… sang istri seperti baru lagi. Jangan dicontoh ya.
Intinya apapun masalahnya, pasti ada jalan kedalamnya. Bukan jalan keluar terus pisah. Saya kira nggak ada masalah yang bisa dipersebabkan menjadi perceraian. Ya, itulah hidup. Lantas jika kamu tidak kuat menghadapi masalah, kamu mau cerai dari dunia ini? Bagi saya, nikah di umur berapapun tak jadi soal. Tergantung kematangan akal dan mental masing-masing. Artinya kesiapan tidak ditentukan oleh umur seseorang. Banyak yang sudah tua tapi belum siap. Ada yang masih muda tapi sudah siap dan sebaliknya. Begitu kira-kira nasehat baik dari saya.
Benar kata orang, yang bilang sayang akan kalah dengan yang meminang dan yang bawa mawar akan kalah dengan yang bawa mahar. Perempuan mana yang tak terpana dengan pesona laki-laki yang datang melamar, andai kata dia punya kekasih lalu dipinang oleh lelaki lain yang kalau dibanding-bandingkan ternyata skornya lebih unggul. Dalam hal ini, perempuan lebih realistis dan kau tahu, disinilah jebakan itu justru terjadi. Tampilan luar bisa menipu, karena kepribadiannya belum sempat diuji. Tapi justru, cara begini yang membawa hoki. Bisa gitu yah?
Nah, agar perempuan tidak kecewa, jangan percaya buaya religius yang pakai alasan nikah sebagai ibadah. Ibadah itu nilai dari tindakannya. Tapi urusan niat baik dan tujuan mulia, itu banyak dan ibadah bukan satu-satunya. Karena tindakan baik memang bernilai ibadah, bukan?! bahkan setia itu juga ibadah loh!
Udah, gitu aja. Kalau belum siap nikah, ya jangan ngacengan. Kalau sudah siap nikah, silahkan perbaiki niat dan lakukan dengan penuh tanggungjawab.