Ketika Senja Menyapa: Sebuah Monolog tentang Kehilangan

Noer Huda By Noer Huda
3 Min Read
Ketika Senja Menyapa: Sebuah Monolog tentang Kehilangan
Ketika Senja Menyapa: Sebuah Monolog tentang Kehilangan

jlk – Ada hal yang amat mengharukan tentang fenomena kematian. Tak sekadar kepergian seseorang, namun juga segala yang ditinggalkannya: kehilangan. Istilah itu sendiri merangkum dengan sempurna apa yang kita rasakan.

Bayangkanlah sebuah rumah. Dahulu penuh dengan tawa dan cerita, kini hampa. Ia bagaikan kapal terdampar di lautan luas, mengambang tanpa arah. Itulah lukisan yang saya saksikan setelah kepergian seseorang.

Tetapi, apakah yang paling mengiris hati?

Mungkin, Anda menganggapnya sebagai momen kita menghadapi barang-barang kepunyaan mereka. Barang-barang yang dulu menjadi bagian hidup mereka. Seperti pakaian yang masih tergantung di lemari, atau buku favorit yang kini terbuka di halaman terakhir yang mereka sentuh. Barang-barang itu bagaikan bisikan lembut dari masa lalu, mengingatkan kita akan sosok yang telah berpulang.

- Advertisement -

Atau mungkin, yang paling menyayat hati adalah ketika kita menatap foto-foto mereka. Melihat senyuman di wajah mereka, dan sadar bahwa kita tidak akan pernah lagi melihat senyuman itu. Foto-foto itu bagaikan jendela menuju masa silam, memperbolehkan kita melongok ke dalam momen-momen yang telah terlewati.

Namun, bagi saya, yang paling memilukan bukanlah barang-barang atau foto-foto itu. Yang sesungguhnya memilukan adalah keterbukaan akan kenyataan. Kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah kembali. Kenyataan bahwa yang tersisa hanyalah kenangan.

Ketika seseorang berpulang, mereka meninggalkan kekosongan dalam hati kita. Kekosongan yang tak tersentuh oleh siapapun atau apapun. Dan itulah yang sesungguhnya memilukan.

Namun, seperti senja yang melengkapi hari, kita harus menerima kenyataan ini. Kita harus belajar hidup dengan kehilangan. Karena, bagaikan senja yang menyapa kita di akhir hari, kematian adalah bagian tak terpisahkan dari hidup.

Jadi, mari hargai setiap momen yang kita miliki. Mari hargai setiap tawa, setiap air mata, dan setiap kenangan. Karena, pada akhirnya, itulah yang kita punya. Itulah yang membuat kita manusia.

- Advertisement -

Dan barangkali, hanya barangkali, kita dapat menemukan sedikit kedamaian dalam kehilangan. Sebab, seperti senja yang memesona, terdapat keindahan dalam tiap perpisahan.

Share This Article