Mengapa Banyak Pabrik Indonesia Pindah ke Vietnam?

Yudha Cilaros By Yudha Cilaros
5 Min Read
black metal empty building

Indonesia, sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar ke-16, seharusnya menjadi tujuan investasi yang menarik bagi para produsen global. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak pabrik yang memilih untuk pindah dari Indonesia ke Vietnam, negara tetangga yang lebih kecil namun lebih dinamis. Apa penyebabnya?

Upah Buruh yang Tinggi dan Tidak Stabil

Salah satu faktor utama yang mendorong banyak pabrik untuk meninggalkan Indonesia adalah upah buruh yang tinggi dan tidak stabil. Menurut data dari International Labour Organization (ILO), upah minimum di Indonesia meningkat rata-rata 8,7% per tahun antara 2010 dan 2019, jauh lebih tinggi daripada kenaikan produktivitas buruh yang hanya 3,4% per tahun. Hal ini menyebabkan biaya tenaga kerja di Indonesia menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, termasuk Vietnam.

Selain itu, upah minimum di Indonesia juga bervariasi di setiap provinsi, kabupaten, dan kota, sehingga menyulitkan para investor untuk merencanakan anggaran dan mengelola operasional mereka. Upah minimum juga sering menjadi sasaran tuntutan dan demonstrasi buruh yang menuntut kenaikan upah secara signifikan setiap tahun. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan risiko bagi para pengusaha.

Perizinan dan Regulasi yang Rumit dan Tidak Transparan

Faktor lain yang membuat banyak pabrik enggan berinvestasi di Indonesia adalah perizinan dan regulasi yang rumit dan tidak transparan. Menurut laporan Ease of Doing Business 2020 dari Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat 73 dari 190 negara dalam hal kemudahan berbisnis, sedangkan Vietnam berada di peringkat 70. Indonesia juga tertinggal dalam hal kemudahan mendapatkan izin mendirikan usaha, mendapatkan listrik, membayar pajak, dan menyelesaikan sengketa kontrak.

- Advertisement -

Perizinan dan regulasi yang rumit dan tidak transparan di Indonesia sering menimbulkan birokrasi, korupsi, dan praktik rent-seeking yang merugikan para investor. Selain itu, Indonesia juga sering mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dan tidak ramah investasi, seperti larangan ekspor bijih nikel, kewajiban penggunaan biodiesel, dan pembatasan impor barang-barang tertentu. Hal ini menurunkan kepercayaan dan daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi.

Infrastruktur dan Konektivitas yang Kurang Memadai

Faktor ketiga yang menyebabkan banyak pabrik pindah dari Indonesia ke Vietnam adalah infrastruktur dan konektivitas yang kurang memadai. Meskipun Indonesia memiliki potensi pasar yang besar dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, namun Indonesia juga menghadapi tantangan geografis sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau. Hal ini menyulitkan untuk membangun dan mengelola infrastruktur transportasi, energi, telekomunikasi, dan logistik yang efisien dan terintegrasi.

Vietnam, di sisi lain, memiliki keuntungan geografis sebagai negara daratan dengan garis pantai yang panjang dan berbatasan dengan Tiongkok, salah satu pasar terbesar di dunia. Vietnam juga memiliki infrastruktur dan konektivitas yang lebih baik daripada Indonesia, terutama dalam hal jaringan jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kereta api. Selain itu, Vietnam juga lebih terbuka dan terintegrasi dengan pasar global, dengan menjadi anggota dari berbagai perjanjian perdagangan bebas, seperti RCEP, CPTPP, dan EVFTA.

Banyak pabrik yang pindah dari Indonesia ke Vietnam disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Upah Buruh yang Tinggi dan Tidak Stabil: Upah minimum di Indonesia meningkat lebih cepat daripada produktivitas buruh, sehingga menyebabkan biaya tenaga kerja menjadi tidak kompetitif dan tidak stabil.
  • Perizinan dan Regulasi yang Rumit dan Tidak Transparan: Perizinan dan regulasi di Indonesia sering menimbulkan birokrasi, korupsi, dan kebijakan yang tidak konsisten dan tidak ramah investasi, sehingga menyulitkan dan merugikan para investor.
  • Infrastruktur dan Konektivitas yang Kurang Memadai: Infrastruktur dan konektivitas di Indonesia kurang memadai untuk mendukung aktivitas produksi dan distribusi yang efisien dan terintegrasi, baik di dalam maupun luar negeri.

Indonesia perlu melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing dan daya tariknya sebagai tujuan investasi, dengan cara menurunkan biaya tenaga kerja, menyederhanakan perizinan dan regulasi, dan memperbaiki infrastruktur dan konektivitas. Dengan demikian, Indonesia dapat mempertahankan dan menarik kembali para produsen global yang telah pindah ke Vietnam atau negara lain.

- Advertisement -
Share This Article