Nyoblos Itu Haram, Seharam Judi Online

rasyiqi By rasyiqi - Writer, Digital Marketer
10 Min Read
A group of adults engaged in playing slot machines inside a stylish casino setting.

Akhir-akhir ini, aku mulai muak dengan kebodohanmu. Tahu kenapa? Karena setiap kali pemilu datang, kau seolah-olah ikut dalam sebuah permainan kasino yang sudah diatur. Kau pikir suaramu itu berarti? Tidak. Suaramu cuma chip di meja judi, yang bisa dibeli dan dipertaruhkan oleh mereka yang tahu caranya menggertak.

Pemilu sekarang ini bukan lagi proses memilih pemimpin, tapi perjudian sistemik yang hanya menguntungkan mereka yang punya uang dan kekuasaan. Jadi, setiap kali kau “nyoblos”, kau tidak sedang memilih pemimpin, kau sedang memasang taruhan pada mesin slot yang hasilnya sudah dipastikan sebelum kau masuk ke dalamnya.

Kita hidup dalam dunia demokrasi yang sudah lama dipermainkan seperti perjudian canggih. Mereka yang memiliki akses ke kas negara atau kekuasaan politik adalah bandar yang mengendalikan alur permainan.

Kandidat yang kau pilih? Mereka itu cuma “dealer” yang berusaha menarikmu untuk ikut bertaruh, dengan janjian palsu dan hadiah yang cuma ada di atas kertas. Semuanya sudah diatur. Seperti permainan blackjack di kasino, kau sudah kehilangan sejak awal, hanya saja kau tidak tahu di mana letak “tumpukan kartu” yang dimainkan di belakang layar.

- Advertisement -

Meja Judi Pemilu

Pemilu, pada dasarnya, adalah perjudian terorganisir. Para calon yang berlomba memperebutkan kursi kekuasaan tidak lagi peduli soal ideologi atau visi misi yang mereka bawa. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana membuatmu bertaruh dengan cara yang paling murah.

Mereka tahu, kau datang ke bilik suara dengan harapan kosong, sama seperti penjudi yang berharap menang besar di mesin slot tanpa tahu kalau sebenarnya itu cuma mesin yang sudah diatur supaya kau kalah. Mereka memasang iklan di mana-mana, memberi janji manis—semuanya seperti strategi marketing kasino untuk menggiringmu ke dalam permainan.

Mereka memberi sedikit uang, paket sembako, atau janji palsu, dan kau, dengan otak yang luntur karena cuci otak politik, memilih mereka seperti seorang penjudi yang berharap bisa menang jackpot tanpa sadar kalau angka-angka yang muncul sudah ditentukan.

Mari bicara soal “pemenang” dalam permainan ini. Di dalam perjudian, ada “bandar” yang mengendalikan seluruh permainan, mengatur peluang, dan memastikan bahwa yang menang hanya mereka yang menaruh taruhan pada pihak yang tepat.

Begitu juga dalam politik. Para bandar ini adalah elit-elit politik, pemilik uang, yang mempermainkanmu dengan uang sejumput, sementara mereka menyapu habis potongan kemenangan yang besar.

- Advertisement -

Mereka membeli kepala desa, mereka membeli birokrat, mereka membeli suara dengan harga murah, sementara kau, dengan kebodohanmu, jadi pemain bodoh yang berharap menang besar hanya karena sedikit iming-iming “hadiah”. Padahal semua kartu sudah diatur untuk memastikan mereka yang punya uang tetap menang.

Tahun 2024, Pilkada dan pemilu legislatif akan menjadi pertaruhan besar, di mana angka-angka uang berputar lebih cepat dari yang bisa kau bayangkan. Survei terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 60% pemilih di daerah-daerah tertentu masih bisa dibeli dengan janji uang tunai atau paket sembako.

Kepala desa—yang mestinya menjadi ujung tombak pelayanan publik—malah seringkali digunakan sebagai perpanjangan tangan untuk menarik suara dengan iming-iming materi. Bahkan, dalam Pilkada 2020, lebih dari 70% calon kepala desa di beberapa daerah di Indonesia terbukti terlibat dalam praktik politik uang. Ini fakta yang tidak bisa dibantah.

- Advertisement -

Pemilih Bodoh

Pemilih bodoh dalam sistem ini adalah penjudi yang tak punya pengetahuan. Mereka tidak peduli tentang kualitas calon, mereka tidak peduli tentang program yang ditawarkan, karena mereka tidak pernah diajar untuk berpikir kritis.

Pemilu ini seperti mesin slot yang sudah penuh dengan jebakan, dan kamu, tanpa berpikir panjang, memasukkan uangmu ke dalamnya. Apakah kamu memilih berdasarkan pemahaman tentang calon? Tidak. Kamu hanya memilih berdasarkan janji manis dan iming-iming yang sebenarnya lebih murah daripada taruhanmu di meja judi.

Inilah masalah terbesar dalam demokrasi kita—pemilih bodoh adalah bagian dari permainan yang dihitung sebagai “pelanggan” yang bisa diperah. Mereka yang tidak mengerti apa-apa tentang calon pemimpin, tentang kebijakan, tentang dampak jangka panjang dari keputusan politik, malah jadi pemain yang sangat diharapkan oleh para bandar kekuasaan.

Mereka yang dengan mudah digerakkan, mereka yang tidak tahu bahwa mesin slot yang mereka mainkan itu sudah terpasang sedemikian rupa agar mereka selalu kalah.

Gambling

Pemilu yang seharusnya menjadi alat untuk menciptakan perubahan sosial, kini hanya menjadi taruhan yang dimainkan oleh para elit untuk mengisi kantong mereka.

Seperti judi online yang hanya menguntungkan bandar, pemilu sekarang ini hanya memberi keuntungan pada mereka yang bisa menipu rakyat dengan cara yang lebih canggih.

Rakyat yang memilih tanpa dasar, yang memilih hanya karena uang atau janji, adalah pemain yang sudah kalah sebelum permainan dimulai.

Dan seperti judi online yang mengarah pada kerugian finansial dan kehilangan kontrol diri, pemilu yang didominasi oleh kebodohan rakyat hanya membawa pada kerugian politik yang lebih besar. Pemilih bodoh ini seperti penjudi yang tidak tahu kapan harus berhenti.

Mereka terus bertaruh, terus percaya bahwa mungkin, kali ini, keberuntungan berpihak pada mereka, padahal semuanya sudah diatur sejak awal. Mereka memilih berdasarkan kampanye dangkal, memilih karena para kandidat tahu bagaimana mengeksploitasi kelemahanmu.

Bandar Lama

Mari kita perbesar skala permainan ini. Dalam Pilkada 2024, para kepala desa yang semestinya menjadi pelayan rakyat malah menjadi bagian dari perjudian terorganisir. Mereka bukan lagi pemimpin lokal yang berjuang untuk kesejahteraan desa, mereka menjadi perpanjangan tangan bagi calon-calon yang ingin memenangkan pemilu dengan cara-cara curang.

Seperti dealer casino, kepala desa ini memainkan peran mereka dalam menggerakkan massa dengan iming-iming bantuan sosial atau bahkan uang tunai. Mereka menggerakkan pemilih bodoh untuk datang ke TPS, memastikan suara-suara ditukar dengan uang atau janji, sementara mereka—seperti bandar di meja judi—tetap tersenyum lebar di balik layar.

Kepala desa yang bersih tidak akan terlibat dalam permainan ini. Mereka tidak akan mudah dibeli. Tetapi kepala desa yang terlibat dalam penyelewengan dana desa, yang tahu bahwa jika mereka tidak tunduk pada para kandidat, dana desa yang mereka curi bisa dibongkar, akan dengan mudah ditarik ke dalam permainan politik uang.

Mereka akan memilih untuk menerima ancaman dan membeli suara, karena ada yang lebih besar yang dipertaruhkan—kepentingan pribadi mereka yang lebih menguntungkan dibandingkan kepentingan rakyat. Bahkan di banyak daerah, ancaman pembongkaran kasus dana desa yang diselewengkan menjadi salah satu pemicu utama kepala desa terlibat dalam praktik politik uang ini.

Di beberapa wilayah, praktik ini tidak hanya biasa, tapi hampir terinstitusionalisasi. Pada Pilgub DKI Jakarta 2017, misalnya, hampir 1 juta suara diperkirakan dapat dibeli dengan harga antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per suara, yang dilakukan dengan bantuan kepala desa dan aparat setempat. Di Pilkada 2020, ketergantungan pada politik uang ini terus meningkat, dengan sektor desa menjadi lapak strategis untuk mempermainkan suara.

Ini adalah permainan yang sudah dipersiapkan untuk mereka yang tahu caranya bermain kotor, dan kita—rakyat yang “terpilih”—hanya menjadi korban dalam permainan yang sudah diatur.

Seperti dalam judi online yang penuh dengan jebakan dan odds yang tidak pernah berpihak pada pemain, pemilu kita sekarang juga dirancang untuk menjebak mereka yang terlalu naif dan bodoh untuk memahami bagaimana sistem ini bekerja.

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dalam pemilu ini? Ini bukan lagi tentang memilih pemimpin yang bijaksana, ini tentang bertaruh pada mesin yang sudah diprogram untuk membuatmu kalah. Nyoblos itu haram, seharam judi online.

Sebab, yang kau lakukan hanya memasukkan chipmu ke dalam mesin yang sudah dipenuhi jebakan manipulasi, di mana kemenangan tidak pernah berpihak pada orang bodoh yang tak tahu caranya bermain.

Mereka yang menguasai permainan ini adalah mereka yang bisa mengatur kartu, memanfaatkan pemilih bodoh, dan menjadikan demokrasi sebagai bisnis perjudian

Share This Article