Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan mengalami tekanan signifikan saat pasar kembali dibuka pada Selasa, 8 April 2025, pasca-libur Lebaran. Sentimen negatif terutama dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump yang akan berlaku mulai 9 April 2025.
Analis memprediksi IHSG berpotensi terkoreksi ke level 6.150 (Antara News), didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah yang menyentuh Rp17.006 per dolar AS dan tekanan pada harga komoditas global.
Proyeksi IHSG Pasca Libur Lebaran
Tekanan Jual dan Respons Investor
Pasar saham Indonesia diprediksi menghadapi tekanan jual berat pada pembukaan perdagangan pekan depan. Hans Kwee, Co-Founder Pasardana, dalam analisis Indopremier menyatakan:
“IHSG berpotensi melemah tajam pada Selasa (8/4), mengikuti koreksi bursa global selama pasar Indonesia libur. Level support kritis berada di 6.179–5.967, sementara resistance di 6.550–6.706.”
Proyeksi ini sejalan dengan laporan Kontan yang mencatat IHSG telah anjlok 1,81% sepekan sebelum libur, didorong oleh arus keluar modal asing mencapai Rp36,9 triliun. Oktavianus Audi, VP Kiwoom Sekuritas, menegaskan:
“Outflow asing yang masif menjadi sinyal koreksi lebih dalam, terutama jika sentimen tarif Trump memperburuk risiko makro.”
Peluang Rebound Terbatas
Meski bearish, beberapa analis melihat peluang rebound terbatas. William Hartanto, Founder WH-Project, dalam wawancara CNN Indonesia menyebut:
“Jika IHSG berhasil rebound dari support 6.150, pola inverted head & shoulders mungkin terbentuk. Namun, tren dominan masih cenderung turun selama tekanan tarif AS belum tertanggulangi.”
Ia merekomendasikan saham defensif seperti HEAL (kesehatan) dan TLKM (telekomunikasi) sebagai lindung nilai.
Dampak Kebijakan Tarif Resiprokal AS
Lonjakan Tarif Hingga 32%
Kebijakan Trump menaikkan tarif impor AS untuk produk Indonesia dari 10% menjadi 32%, tertinggi di antara negara ASEAN. Menurut analisis Kompas, langkah ini berpotensi:
- Menyusutkan surplus perdagangan Indonesia-AS dari USD3 miliar menjadi USD700–900 juta per bulan.
- Meningkatkan defisit transaksi berjalan menjadi 0,9% dari PDB pada 2025.
- Memicu depresiasi rupiah lebih lanjut jika ekspor tertekan.
Tim Riset Bahana Sekuritas dalam laporan CNBC Indonesia memperingatkan:
“Emiten ekspor seperti sektor otomotif, tekstil, dan CPO akan terdampak langsung. Perusahaan dengan utang dolar AS juga berisiko terkena efek kurs.”
Respons Pemerintah dan Peluang UMKM
Di tengah tekanan, Menteri Perdagangan menyatakan pemerintah sedang menyusun insentif fiskal untuk memperkuat UMKM dan manufaktur domestik (Antara News). Langkah ini diharapkan mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan diversifikasi ekspor ke negara lain.
Tekanan Komoditas dan Gejolak Global
Harga Komoditas Volatil
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perlambatan ekonomi China memicu volatilitas harga komoditas:
- Batu bara mendekati USD150/ton (Bareksa).
- Minyak sawit berfluktuasi di sekitar USD1.100/ton.
- Emas bertahan di USD2.670/ounce.
Meski kenaikan harga komoditas mendongkrak saham seperti PTBA (+3.7%) dan ADRO (+2.1%), efeknya terbatas pada IHSG secara keseluruhan (Bareksa).
Rekomendasi Strategi Investasi
- Buy on Weakness (BOW) untuk saham blue-chip dengan valuasi menarik, seperti BBCA dan BREN (CNN Indonesia).
- Hindari saham ekspor berbasis dolar hingga kebijakan Trump jelas.
- Pantau saham komoditas seperti ANTM (emas) dan AKRA (energi) yang bisa diuntungkan dari gejolak global (Binaartha Sekuritas).
Proyeksi Jangka Panjang
Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB, dalam analisis Kompas menekankan:
“Kebijakan tarif AS harus jadi momentum reformasi struktural: perkuat industri hilir, kurangi impor BBM, dan stabilkan politik fiskal.”
Sementara itu, Bei mengimbau investor tetap tenang dan fokus pada fundamental emiten (SWA). Pemulihan IHSG diprediksi mulai terjadi pada kuartal III-2025 seiring normalisasi kebijakan global.