Suku bunga tidak hanya mempengaruhi harga rumah, tetapi juga mempengaruhi volume dan frekuensi transaksi properti.
Secara umum, suku bunga yang tinggi akan menurunkan jumlah dan frekuensi transaksi properti, karena membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal dan mengurangi minat pembeli.
Sebaliknya, suku bunga yang rendah akan meningkatkan jumlah dan frekuensi transaksi properti, karena membuat biaya pinjaman menjadi lebih murah dan meningkatkan minat pembeli.
Namun, hubungan antara suku bunga dan transaksi properti juga tidak selalu searah dan sederhana.
Ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi transaksi properti, seperti ekspektasi pasar, siklus bisnis, kondisi sosial, dan lain-lain.
Oleh karena itu, tidak semua kenaikan atau penurunan suku bunga akan berdampak sama terhadap transaksi properti di berbagai wilayah dan segmen pasar.
Sebagai contoh, pada tahun 2023, penjualan rumah bekas di AS mencapai level terendah sejak tahun 1995, karena suku bunga hipotek yang tinggi membuat banyak pembeli mengurungkan niat mereka untuk membeli rumah.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk penjualan rumah baru, yang malah meningkat pada tahun 2023, karena permintaan rumah masih kuat dan penawaran rumah bekas terbatas.
Selain itu, ada juga fenomena yang disebut “efek penguncian”, yaitu ketika pemilik rumah yang sudah memiliki hipotek dengan suku bunga rendah enggan menjual rumah mereka untuk membeli rumah baru dengan hipotek yang lebih mahal. Hal ini mengurangi mobilitas dan likuiditas pasar properti.