jlk – China, negara dengan populasi terbesar di dunia, menghadapi ancaman serius dari penurunan jumlah penduduknya.
Menurut data resmi yang dirilis pada Rabu (17/1/2024), populasi China menyusut sekitar 2,08 juta jiwa pada 2023, setelah mengalami penurunan sebesar 850.000 jiwa pada 2022.
Ini merupakan kali pertama dalam 60 tahun terakhir China mengalami penurunan populasi secara berturut-turut.
Angka kelahiran di China juga mencatat rekor terendah, yaitu hanya 6,39 kelahiran per 1.000 penduduk pada 2022.
Pada 2023, hanya ada 9,02 juta bayi yang lahir di China, sementara ada 11,1 juta orang yang meninggal.
Ini berarti China sudah dua tahun beruntun memiliki angka kelahiran di bawah 10 juta jiwa per tahun.
Penurunan populasi ini menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah China, yang khawatir akan dampaknya terhadap perekonomian dan stabilitas sosial negara.
China berisiko menghadapi bom waktu demografis, yaitu kondisi di mana angkatan kerja menurun dan populasi menua dengan cepat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan China menghadapi krisis populasi, antara lain:
- Berkurangnya jumlah perempuan usia subur
- Kurangnya minat dalam mengasuh anak
- Tertundanya pernikahan
- Pandemi COVID-19 selama tiga tahun
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah China telah melonggarkan kebijakan keluarga berencana yang sebelumnya membatasi jumlah anak per keluarga.
Pada 2015, China mengizinkan satu keluarga memiliki dua anak, dan pada 2021, China mengizinkan satu keluarga memiliki tiga anak. Pemerintah daerah juga memberikan insentif dan keringanan pajak bagi keluarga yang memiliki anak.
Namun, langkah-langkah ini tampaknya belum cukup efektif untuk mendorong angka kelahiran di China. Banyak orang masih enggan memiliki anak karena alasan ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, pandemi COVID-19 juga berdampak negatif terhadap keinginan orang untuk memiliki anak.
China bukanlah satu-satunya negara yang mengalami krisis populasi. Negara-negara tetangganya seperti Jepang dan Korea Selatan juga menghadapi masalah serupa.
Jepang memiliki jumlah kematian yang dua kali lebih tinggi dari jumlah kelahiran pada 2022, dan Korea Selatan memiliki angka kesuburan total terendah di dunia, yaitu 0,78 pada 2022.
Krisis populasi ini menantang negara-negara tersebut untuk mencari solusi yang dapat menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakatnya di masa depan.