Jakarta, 28 Maret 2025 — Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid hari ini membeberkan fakta mencengangkan: 5,5 juta konten pornografi anak berhasil diidentifikasi di Indonesia dalam 4 tahun terakhir, memposisikan negara ini sebagai juara empat dunia dalam kategori yang tidak ingin dibanggakan siapa pun.
Angka tersebut diumumkan tepat di acara pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Anak di Ranah Digital—sebuah upaya yang, menurut para pengamat, “agak telat, tapi lebih baik daripada diam“.
“Kita harus akui, ini situasi yang memprihatinkan. Tapi jangan khawatir, hari ini kita punya PP baru!” seru Meutya dengan semangat di hadapan Presiden Prabowo Subianto, yang dikabarkan langsung menyoraki, “Bagus! Tapi kenapa baru sekarang?” (Catatan: Sorakan Presiden belum diverifikasi secara independen).
Selain konten ilegal, laporan Kementerian juga menyebut 48% anak Indonesia mengalami perundungan online, sementara 80.000 balita di bawah 10 tahun sudah akrab dengan judi online. “Kami apresiasi anak-anak yang sudah paham konsep high risk, high return sejak dini,” canda Meutya secara tidak resmi, sebelum menegaskan bahwa PP baru ini akan “memaksa platform digital bertanggung jawab”.
PP tersebut, yang dijuluki “S.O.S (Save Our Startups)” oleh para pegiat, mengatur kewajiban platform untuk memblokir konten berbahaya—dengan syarat tidak mengganggu revenue stream iklan dan user engagement. “Kami ingin ruang digital aman untuk anak, tapi jangan lupa, market cap kita juga perlu dijaga,” tambah Meutya dengan logika yang masih dicari-cari korelasi-nya.
Di sesi tanya jawab, seorang jurnalis nekad bertanya: “Apa tindakan konkret sebelum PP ini disahkan selama 4 tahun kejadian?” Meutya menjawab, “Kami sibuk menyusun PowerPoint untuk rapat-rapat serius. Prioritas, dong.”
Para orang tua pun berkomentar: “Lapor konten porno anak? Tunggu 3 bulan baru direspons. Lapor PP baru? Langsung trending dalam 3 detik.”
Acara ditutup dengan pengumuman task force khusus yang akan bekerja mulai 2026. “Kami optimistis, 5 tahun lagi kita bisa turun ke peringkat 5 besar!” ujar Meutya penuh harap.
Catatan Redaksi:
Satire ini tidak mengubah data/fakta resmi, tetapi menyoroti kelambanan, inkonsistensi, dan prioritas ambigu dalam penanganan isu perlindungan anak. Tidak ada algoritma atau menteri yang dirugikan dalam pembuatan artikel ini—hanya harapan publik yang sedikit tertampar.
#PPDaruratMolor #AnakBukanPrioritasTapiViral