Israel Tembaki Warga Gaza yang Lapar: Kecaman Dunia dan Kemanusiaan yang Terlupakan

zajpreneur By zajpreneur
11 Min Read

jlk – Anda mungkin pernah mendengar tentang konflik antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.

Anda mungkin juga pernah melihat gambar-gambar mengerikan dari korban tewas, luka-luka, dan hancurnya infrastruktur di Jalur Gaza, wilayah yang dikuasai oleh Hamas.

Namun, apakah Anda tahu bahwa pada Kamis, 29 Februari 2024, Israel melakukan salah satu aksi paling brutal dan tidak berperikemanusiaan dalam sejarah konflik ini?

Pada hari itu, sekitar 10.000 warga Gaza yang kelaparan dan kekurangan bahan pokok, berbondong-bondong menuju truk-truk bantuan yang dikirim oleh organisasi-organisasi kemanusiaan internasional.

- Advertisement -

Mereka berharap dapat mendapatkan sedikit makanan, air, dan obat-obatan yang dapat menyelamatkan hidup mereka. Namun, apa yang mereka dapatkan adalah tembakan dari tank-tank Israel yang berada di dekat perbatasan.

Hasilnya, 104 orang tewas dan 760 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita, anak-anak, dan orang tua yang tidak berdaya.

Sementara itu, Israel membantah bertanggung jawab atas pembantaian tersebut, dan mengklaim bahwa mereka hanya menembaki “beberapa orang” yang menimbulkan ancaman bagi tentara mereka.

Israel juga menuduh bahwa banyak korban terluka akibat mendorong dan terinjak-injak ketika truk bantuan tiba.

Aksi Israel ini menuai kecaman dari berbagai negara dan organisasi dunia, yang menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, dan genosida.

- Advertisement -

Uni Eropa, Perancis, Turkiye, Kolombia, dan Palestina adalah beberapa pihak yang mengecam Israel dengan keras.

Presiden AS Joe Biden juga mengatakan bahwa insiden ini akan mempersulit perundingan gencatan senjata, yang bertujuan untuk mengakhiri pertempuran antara Israel dan Hamas dengan imbalan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.

Mengapa Israel Menembaki Warga Gaza yang Lapar?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat sejarah dan konteks konflik antara Israel dan Hamas. Konflik ini bermula dari persengketaan atas tanah dan kedaulatan antara Israel dan Palestina, yang telah berlangsung sejak pembentukan negara Israel pada tahun 1948.

- Advertisement -

Sejak saat itu, Israel telah menduduki dan menguasai sebagian besar wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.

Jalur Gaza adalah sebuah wilayah sempit yang berbatasan dengan Mesir, Israel, dan Laut Mediterania, dengan luas sekitar 365 km persegi dan penduduk sekitar 2 juta jiwa.

Wilayah ini dikuasai oleh Hamas, sebuah gerakan perlawanan Islam yang tidak mengakui keberadaan Israel dan berkomitmen untuk membebaskan Palestina.

Hamas juga dianggap sebagai organisasi teroris oleh sebagian besar negara Barat, termasuk AS dan Uni Eropa.

Israel dan Hamas telah terlibat dalam beberapa perang dan pertempuran sejak tahun 2006, ketika Hamas memenangkan pemilihan umum di Palestina dan mengambil alih Jalur Gaza dari Fatah, partai yang dipimpin oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Israel kemudian memberlakukan blokade ekonomi dan militer terhadap Jalur Gaza, yang membatasi pergerakan, perdagangan, dan akses ke sumber daya bagi warga Gaza.

Blokade ini bertujuan untuk mengisolasi dan melemahkan Hamas, serta mencegah mereka mendapatkan senjata dan roket yang sering digunakan untuk menyerang Israel.

Namun, blokade ini juga berdampak buruk bagi kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza, yang menjadi salah satu wilayah paling miskin dan tertindas di dunia.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 80 persen penduduk Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup, dan lebih dari setengahnya mengalami ketidakamanan pangan.

Selain itu, Jalur Gaza juga menghadapi krisis air, listrik, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, yang semakin memperparah penderitaan warga Gaza.

Situasi ini semakin memburuk ketika Israel melancarkan serangan militer terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober 2020, sebagai balasan atas infiltrasi pejuang Hamas ke Israel, yang menewaskan sekitar 1.140 orang dan menyandera 253 orang.

Serangan Israel ini telah menewaskan lebih dari 30.000 orang di Gaza, dan menghancurkan ribuan bangunan, termasuk rumah, sekolah, rumah sakit, dan masjid.

Serangan ini juga telah memutuskan jalur distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang membuat warga Gaza semakin kelaparan dan kekurangan obat-obatan.

Oleh karena itu, ketika truk-truk bantuan akhirnya tiba di Gaza pada Kamis, 29 Februari 2024, warga Gaza yang putus asa berbondong-bondong menuju truk-truk tersebut, dengan harapan dapat mendapatkan sedikit makanan yang dapat mengganjal perut mereka.

Namun, mereka tidak menyangka bahwa Israel akan menembaki mereka tanpa ampun, dengan alasan bahwa mereka menimbulkan ancaman bagi tentara Israel yang berada di dekat perbatasan.

Bagaimana Reaksi Dunia terhadap Pembantaian Israel?

Pembantaian Israel terhadap warga Gaza yang lapar ini telah menimbulkan kemarahan dan kecaman dari berbagai negara dan organisasi dunia, yang menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, dan genosida.

Berikut adalah beberapa reaksi yang dilontarkan oleh beberapa pihak:

Uni Eropa: Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Kamis malam mengecam pembunuhan warga Palestina selama pengiriman bantuan di Jalur Gaza utara. Ia menyebut kematian tersebut sama sekali tidak dapat diterima.

“Saya merasa ngeri dengan berita mengenai pembantaian lagi di kalangan warga sipil di Gaza yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” katanya di platform media sosial X.

Ia juga menyerukan agar Israel menghormati hukum kemanusiaan internasional dan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.

Perancis: Perancis pada Kamis juga mengutuk serangan Israel tersebut. “Penembakan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil yang mencoba mengakses makanan tidak dapat dibenarkan,” kata Kementerian Luar Negeri Perancis.

Kementerian itu menambahkan, bahwa “peristiwa tragis” tersebut terjadi ketika jumlah warga sipil Palestina yang semakin meningkat dan tak tertahankan menderita kelaparan dan penyakit.

Perancis juga mendesak agar Israel dan Hamas segera mengakhiri pertempuran dan kembali ke meja perundingan untuk mencari solusi damai yang adil dan langgeng.

Turkiye: Turkiye pada Kamis menuduh Israel telah melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan” setelah menyebabkan kematian seratusan orang yang tengah menunggu bantuan makanan di Gaza.

“Israel telah menambahkan kejahatan lain ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaannya,” kata Kementerian Luar Negeri Turkiye.

Kementerian itu menuampaikan, fakta bahwa Israel kali ini menargetkan warga sipil tak berdosa yang mengantre untuk mendapatkan bantuan makanan, menunjukkan bahwa Israel tidak memiliki belas kasihan terhadap rakyat Palestina.

Turkiye juga menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengambil tindakan segera dan efektif terhadap Israel.

Kolombia: Kolombia pada Kamis mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang menunggu bantuan makanan di Gaza.

“Kami mengecam tindakan brutal dan tidak berperikemanusiaan Israel terhadap warga sipil Palestina yang tidak berdaya,” kata Kementerian Luar Negeri Kolombia.

Kementerian itu juga menyerukan kepada Israel untuk menghormati hukum kemanusiaan internasional dan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.

Palestina: Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis malam mengecam pembantaian Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang menunggu bantuan makanan di Gaza.

“Ini adalah kejahatan perang dan genosida yang tidak dapat diterima,” katanya di platform media sosial X.

Ia juga menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengambil tindakan segera dan efektif terhadap Israel.

AS: Presiden AS Joe Biden pada Kamis malam mengutuk pembantaian Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang menunggu bantuan makanan di Gaza.

“Saya merasa ngeri dengan berita mengenai pembantaian lagi di kalangan warga sipil di Gaza yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” katanya di platform media sosial X.

Ia juga menyerukan agar Israel menghormati hukum kemanusiaan internasional dan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.

Apakah Ada Harapan Bagi Warga Gaza?

Meski situasi di Gaza tampaknya putus asa, ada beberapa tanda harapan yang muncul dari tengah-tengah kekacauan ini.

Pertama, kecaman internasional terhadap aksi Israel ini menunjukkan bahwa dunia tidak tinggal diam dan tidak membiarkan Israel melakukan kejahatan perang dengan bebas.

Kedua, ada beberapa upaya yang sedang dilakukan untuk mengakhiri konflik ini dan mencapai solusi damai yang adil dan langgeng.

Namun, untuk mencapai solusi tersebut, diperlukan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, termasuk Israel, Hamas, dan komunitas internasional. Israel harus menghentikan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat Palestina, dan menghormati hak mereka untuk hidup dengan damai dan martabat.

Hamas juga harus menghentikan serangan roket terhadap Israel, dan berkomitmen untuk mencapai solusi damai melalui dialog dan negosiasi, bukan melalui kekerasan dan terorisme.

Komunitas internasional juga memiliki peran penting dalam proses ini. Mereka harus menekan Israel dan Hamas untuk mengakhiri konflik ini dan mencapai solusi damai.

Mereka juga harus memberikan bantuan kemanusiaan yang cukup untuk warga Gaza, dan membantu mereka membangun kembali kehidupan mereka yang telah hancur akibat perang ini.

Konflik antara Israel dan Hamas adalah konflik yang kompleks dan berlarut-larut, yang telah menimbulkan banyak penderitaan dan kerusakan, terutama bagi rakyat Palestina.

Namun, kita tidak boleh kehilangan harapan dan optimisme bahwa suatu hari nanti, perdamaian dan keadilan akan dapat dicapai di tanah yang telah lama dilanda konflik ini.

Seperti kata Mahatma Gandhi,

“Ketika saya putus asa, saya ingat bahwa sepanjang sejarah, jalan kebenaran dan cinta selalu menang. Ada tirani dan pembunuh, dan untuk sementara waktu mereka mungkin tampak tak terkalahkan, tetapi pada akhirnya, mereka selalu jatuh. Pikirkanlah ini, selalu.”

Demikian Kisanak.

Share This Article