Kematian seorang jurnalis berinisial SW (33) di Hotel D’Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat menimbulkan kontroversi setelah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan dugaan adanya kejanggalan.
Meskipun hasil autopsi sementara menunjukkan indikasi penyakit TBC, pengacara korban dan AJI tetap menduga ada unsur pembunuhan berdasarkan kondisi jenazah yang memiliki luka dan lebam.
Kasus ini menambah daftar panjang kematian jurnalis di Indonesia dalam dua tahun terakhir, menunjukkan adanya ancaman serius terhadap keselamatan pekerja media.
Kronologi Penemuan Jenazah dan Penyelidikan Awal
Jenazah SW, jurnalis asal Palu, Sulawesi Tengah, ditemukan tidak bernyawa di kamar Hotel D’Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Jumat (4/4/2025) malam. Polisi langsung meluncur ke lokasi kejadian sekitar pukul 21.00 WIB setelah menerima laporan dalam Tempo.co.
Kematian jurnalis media online ini langsung memicu penyelidikan intensif oleh Polres Metro Jakarta Barat dengan jenazah korban segera dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk dilakukan autopsi seperti dilaporkan CNN Indonesia.
“Kemarin kita ke TKP jam 21.00 WIB, setelah dapat laporan. Jenazah ditemukan di kamarnya sendiri. Ini jenazah orang (asal) Palu,” ungkap Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat AKBP Arfan Zulkan Sipayung sebagaimana disebutkan dalam CNN Indonesia. Dalam proses penyelidikan awal, polisi telah memeriksa tiga orang saksi terkait kematian SW yang dicatat oleh Batam Today.
Berdasarkan analisis rekaman CCTV di hotel tersebut, terungkap bahwa korban terakhir kali terlihat bersama seorang perempuan yang diidentifikasi sebagai “saksi V” pada tanggal 3 April 2025 pukul 18.50 WIB.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa tidak ada orang lain yang memasuki kamar korban sejak saat itu hingga jenazah korban ditemukan, seperti yang dijelaskan dalam Detik.com.
Hasil Autopsi dan Temuan Polisi di TKP
Hasil autopsi sementara yang dikeluarkan oleh RS Polri Kramat Jati menunjukkan adanya indikasi infeksi pada paru-paru korban, dengan dugaan penyakit tuberkulosis (TBC). “Berdasarkan hasil autopsi sementara, terdapat indikasi adanya infeksi pada paru-paru (dugaan dokter yaitu penyakit TBC),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, seperti yang tertera dalam laporan Detik.com.
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkap bahwa paru kanan korban mengalami perlengketan hebat pada hampir seluruh permukaannya ke dinding dada. Hal ini merupakan tanda adanya infeksi paru yang serius.
Selain itu, ditemukan massa dugaan infeksi pada paru kanan bagian atas, serta adanya perbendungan pada hampir seluruh organ-organ tubuh, sebagaimana dilaporkan oleh Detik.com. Pada bagian bibir korban terdapat luka lecet yang menurut polisi diduga akibat kekerasan tumpul, kemungkinan karena jatuh membentur lantai, seperti yang diungkapkan dalam laporan Detik.com.
Dalam olah TKP, polisi menemukan beberapa jenis obat di kamar korban, yaitu Promag (obat maag), Mycoral Ketoconazole (obat jamur), dan Rifampicin (antibiotik yang biasa digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit tuberkulosis) yang dijelaskan lebih lanjut dalam laporan Batam Today. Temuan ini semakin menguatkan dugaan bahwa korban mungkin memang menderita TBC sebelum kematiannya.
“Tidak ada tanda-tanda kekerasan, baik luka jeratan maupun luka sayatan. Adanya memar pada bagian tubuh akibat lebam mayat,” jelas Ade Ary dalam penjelasan di Detik.com. Perkiraan waktu kematian korban adalah antara 8 hingga 24 jam sebelum pemeriksaan luar yang dilakukan pada 4 April 2025 pukul 04.00 WIB, yang terungkap dalam Detik.com.
Dugaan Pembunuhan dari Kuasa Hukum dan AJI
Meskipun hasil autopsi sementara mengarah pada penyebab kematian karena sakit, kuasa hukum SW, Rogate Oktoberius Halawa, tetap menduga kliennya menjadi korban pembunuhan. Menurut Rogate, ada kejanggalan dari kematian kliennya. Berdasarkan foto-foto yang dilihat, kondisi korban mengeluarkan darah dari hidung dan mulut, sebagaimana dinyatakan dalam laporan di Detik.com.
Rogate telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya. “Kami sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya, tentang dugaan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP,” ujar Rogate, seperti yang dilaporkan oleh Detik.com.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga menyoroti kasus ini dengan serius. Ketua Umum AJI, Nany Afrida menyatakan, “Luka dan lebam di tubuhnya menunjukkan kematian SW tidak wajar dan harus diselidiki dengan tuntas. Pelaku harus dihukum sesuai dengan UU di Indonesia,” seperti yang ditulis dalam laporan Detik.com.
Nany menambahkan bahwa dengan kondisi saat ini, keamanan jurnalis di Indonesia bukan hanya rentan, tetapi sudah masuk tahap terancam. “Sehingga tidak menciptakan impunitas untuk pelaku, atau calon pelaku di kemudian hari. Atmosfer ancaman semakin tebal mengincar jurnalis, dan harusnya pemerintah hadir untuk melindungi jurnalis di Indonesia,” tegasnya, seperti yang tercatat dalam Detik.com.
Kasus Ini Menambah Daftar Kematian Jurnalis di Indonesia
Kematian SW menambah daftar jurnalis yang tewas di Indonesia dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya pada tahun 2024, jurnalis Rico Sampurna tewas dalam kebakaran bersama istri, anak, dan cucunya. Selain itu, ada juga kasus pembunuhan Juwita, jurnalis asal Banjarbaru yang tewas setelah dicekik dan dipiting di dalam mobil oleh seorang prajurit TNI AL, seperti yang dilaporkan dalam Detik.com.
“Kasus kekerasan seperti ini akan menghambat tugas-tugas jurnalis dalam menegakkan kebenaran dan demokrasi di Indonesia,” ujar Nany. Ia mendorong kepolisian untuk menuntaskan semua kasus kekerasan terhadap jurnalis agar tidak menciptakan impunitas bagi pelaku, yang juga disorot dalam laporan Detik.com.
Penyelidikan Berlanjut Menunggu Hasil Tes Lanjutan
Meskipun hasil autopsi sementara menunjukkan indikasi penyakit sebagai penyebab kematian, kepolisian menegaskan bahwa penyelidikan masih berlanjut. “Namun guna memastikannya, masih harus menunggu hasil pemeriksaan toksikologi dan histopatologi,” kata Ade Ary dalam wawancara dengan Detik.com.
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur zat berbahaya atau racun dalam tubuh, sementara pemeriksaan histopatologi merupakan pemeriksaan jaringan atau organ di bawah mikroskop untuk mendiagnosis penyakit, sebagaimana dijelaskan dalam Antara News. Hasil dari kedua pemeriksaan ini akan menjadi penentu kesimpulan final tentang penyebab kematian SW.
Sementara itu, Polda Metro Jaya akan terus menggali keterangan dari para saksi dan melanjutkan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran di balik kematian jurnalis tersebut, sekaligus merespons kekhawatiran yang disuarakan oleh AJI mengenai keselamatan dan keamanan para jurnalis di Indonesia, yang juga dijelaskan dalam Detik.com.