jlk – China, negara dengan populasi terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar dalam mengatasi masalah demografi yang semakin memburuk.
Angka kelahiran di negara ini telah menurun secara drastis dalam beberapa tahun terakhir, mencapai rekor terendah pada tahun 2023.
Sementara itu, populasi lansia terus meningkat, menimbulkan beban bagi sistem pensiun dan kesehatan yang sudah rapuh. Apa yang menyebabkan krisis populasi ini, dan apa yang bisa dilakukan China untuk mengatasinya?
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan angka kelahiran adalah kebijakan satu anak yang diberlakukan oleh pemerintah China antara tahun 1980 dan 2015.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk yang dianggap terlalu cepat dan mengancam stabilitas sosial dan ekonomi.
Namun, kebijakan ini juga memiliki dampak negatif jangka panjang, seperti ketidakseimbangan gender, penurunan jumlah tenaga kerja, dan peningkatan rasio ketergantungan.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah China telah merevisi kebijakan keluarga berencana mereka beberapa kali, dengan menaikkan batas maksimum jumlah anak yang diizinkan per pasangan.
Pada tahun 2021, batas ini ditingkatkan menjadi tiga anak, dengan harapan dapat mendorong kesuburan dan mencegah penurunan populasi lebih lanjut. Namun, langkah ini tampaknya tidak efektif, karena banyak pasangan masih enggan atau tidak mampu memiliki lebih banyak anak.
Alasan di balik ketidakmauan atau ketidakmampuan ini bermacam-macam, mulai dari biaya pengasuhan dan pendidikan anak yang tinggi, pendapatan yang rendah, jaring pengaman sosial yang lemah, hingga ketidaksetaraan gender yang masih berlangsung.
Banyak wanita muda yang memilih untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan dan kehamilan, karena khawatir akan kehilangan peluang karier atau menghadapi diskriminasi di tempat kerja.
Selain itu, banyak pasangan yang mengalami kesulitan untuk hamil, karena faktor-faktor seperti stres, polusi, atau masalah kesehatan.
Menghadapi situasi yang semakin mendesak ini, pemerintah China terus mencari solusi dan strategi untuk meningkatkan angka kelahiran.
Sejumlah penasihat politik telah mengajukan berbagai usulan dan rekomendasi, seperti memberikan subsidi, insentif, dan fasilitas bagi keluarga yang memiliki anak, memperluas akses terhadap pendidikan publik gratis dan layanan perawatan kesuburan, serta mencabut kebijakan keluarga berencana sepenuhnya.
Namun, apakah usulan-usulan ini cukup untuk mengubah tren penurunan yang sudah berlangsung selama beberapa dekade?
Para ahli demografi dan ekonom berpendapat bahwa tidak ada solusi ajaib yang bisa meningkatkan angka kelahiran secara signifikan dalam waktu singkat.
Mereka mengatakan bahwa yang terbaik yang bisa dilakukan China adalah memperlambat penurunan populasi, dengan mengadopsi strategi nasional yang proaktif dan komprehensif dalam menanggapi penuaan populasi.
Strategi ini meliputi meningkatkan tunjangan dan pensiun dasar bagi penduduk lansia, mendorong pengembangan sistem pensiun swasta, menyediakan lebih banyak produk dan layanan untuk warga senior, serta membangun sistem kesehatan dan perawatan lansia yang kuat.
Dengan demikian, China dapat memanfaatkan potensi dan kontribusi populasi lansia mereka, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka. Selain itu, China juga perlu melakukan reformasi sosial dan budaya yang lebih mendalam, untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan mendukung terhadap kelahiran dan pengasuhan anak.
Hal ini melibatkan mengubah sikap dan nilai masyarakat terhadap pernikahan, kehamilan, dan peran gender, serta memberantas diskriminasi dan hambatan yang dihadapi oleh wanita dan anak-anak.