Nurul (bukan nama sebenarnya) adalah seorang perempuan berusia 28 tahun yang baru saja bercerai dari suaminya. Ia mengajukan gugatan cerai talak ke Pengadilan Agama setelah mengetahui bahwa suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Setelah proses persidangan yang panjang dan melelahkan, ia akhirnya mendapatkan putusan cerai yang mengabulkan gugatannya.
Namun, kisah penderitaannya belum berakhir di situ. Ia masih harus menunggu pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah dari mantan suaminya. Nafkah iddah adalah nafkah yang diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri selama masa iddah, yaitu masa tunggu yang dilalui oleh perempuan yang bercerai untuk mengetahui bersihnya rahim atau untuk ibadah. Nafkah mutah adalah pemberian dari mantan suami kepada mantan istri yang ditalak berupa uang atau benda lainnya sebagai hadiah atau penghibur hati.
Nurul berhak mendapatkan nafkah iddah dan nafkah mutah berdasarkan putusan hakim yang mengacu pada Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal tersebut menyatakan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Namun, Nurul mengaku belum menerima pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah dari mantan suaminya hingga saat ini. Padahal, ia sudah bercerai sejak enam bulan yang lalu. Ia mengatakan bahwa mantan suaminya selalu mengelak dan menunda-nunda pembayaran dengan berbagai alasan. “Dia bilang belum punya uang, belum punya pekerjaan, belum punya waktu, dan lain-lain. Padahal, dia bisa beli mobil baru dan jalan-jalan sama selingkuhannya,” ujar Nurul dengan nada kesal.
Nurul merasa dirugikan dan tidak mendapatkan keadilan. Ia membutuhkan nafkah iddah dan nafkah mutah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, terutama setelah bercerai. Ia tidak memiliki pekerjaan tetap dan hanya mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Ia juga tidak memiliki keluarga atau kerabat yang bisa membantunya secara finansial. “Saya merasa diperlakukan tidak adil. Saya sudah sabar dan ikhlas bercerai, tapi kok masih harus menunggu nafkah iddah dan nafkah mutah yang menjadi hak saya. Apa salah saya?” tanya Nurul dengan mata berkaca-kaca.
Nurul bukanlah satu-satunya perempuan yang mengalami nasib seperti itu. Banyak perempuan yang bercerai dari suaminya harus berjuang untuk mendapatkan nafkah iddah dan nafkah mutah yang menjadi hak mereka. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan ketentuan yang jelas mengenai batas waktu pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam artikel yang berjudul Adakah Batas Waktu Pembayaran Nafkah Iddah dan Mutah? yang dipublikasikan oleh Hukumonline.com, dijelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia belum mengatur mengenai batas pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah. Namun, dalam praktik, hakim pengadilan agama pada umumnya menyarankan untuk dilakukan pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah sebelum dilakukannya ikrar talak. Bahkan sering dijumpai, hakim menunda pengucapan ikrar talak dan memberikan batas waktu pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah selama enam bulan. Hal ini sesuai dengan batas waktu pengucapan ikrar talak dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Namun, hal ini juga tidak menjamin bahwa nafkah iddah dan nafkah mutah akan dibayarkan oleh mantan suami. Banyak kasus di mana mantan suami mengabaikan atau menghindari kewajiban mereka untuk membayar nafkah iddah dan nafkah mutah. Hal ini menyulitkan mantan istri untuk menagih hak mereka, terutama jika mereka tidak memiliki bukti-bukti yang kuat atau saksi-saksi yang mendukung. Selain itu, proses eksekusi nafkah iddah dan nafkah mutah juga seringkali berbelit-belit dan memakan waktu yang lama.
Oleh karena itu, diperlukan adanya peraturan yang lebih tegas dan jelas mengenai batas waktu pembayaran nafkah iddah dan nafkah mutah. Peraturan ini harus mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan mantan istri yang bercerai, terutama yang tidak memiliki sumber penghasilan lain. Peraturan ini juga harus memberikan sanksi yang tegas bagi mantan suami yang tidak memenuhi kewajiban mereka untuk membayar nafkah iddah dan nafkah mutah.
Nafkah iddah dan nafkah mutah bukanlah hal yang sepele. Ini adalah hak yang harus diberikan kepada perempuan yang bercerai dari suaminya sebagai bentuk penghargaan dan penghiburan atas pernikahan yang telah berakhir. Nafkah iddah dan nafkah mutah juga merupakan bentuk tanggung jawab dan ketaatan kepada Allah Swt. yang telah menetapkan hukum-hukum-Nya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi dan inspirasi bagi Anda yang sedang menghadapi masalah serupa.