jlk – Anda mungkin pernah mendengar bahwa AI (kecerdasan buatan) sudah bisa mengalahkan manusia dalam berbagai bidang, seperti catur, go, bahkan debat. Tapi apakah AI juga bisa mengalahkan manusia dalam hal kreativitas, yang selama ini dianggap sebagai keunggulan eksklusif manusia?
Sebuah penelitian terbaru dari University of Arkansas menunjukkan bahwa jawabannya adalah ya. Dalam penelitian ini, 151 partisipan manusia diadu dengan ChatGPT-4, sebuah model AI yang mampu menghasilkan teks secara otomatis, dalam tiga tes yang dirancang untuk mengukur pemikiran divergen, yaitu kemampuan untuk menghasilkan solusi unik untuk sebuah masalah yang tidak memiliki satu solusi yang diharapkan.
Misalnya, bagaimana Anda akan menghindari membicarakan politik dengan orang tua Anda? Atau apa yang akan terjadi jika manusia tidak perlu tidur lagi? Atau sebutkan 10 kata benda yang semakin berbeda satu sama lain. Tes-tes ini digunakan untuk mengukur potensi kreatif seseorang, yang dianggap sebagai indikator kemampuan berpikir kreatif.
Hasilnya, ChatGPT-4 memberikan jawaban yang lebih orisinal dan elaboratif daripada partisipan manusia. Artinya, ChatGPT-4 menunjukkan potensi kreatif yang lebih tinggi daripada manusia dalam seluruh tes pemikiran divergen.
Lalu, bagaimana bisa AI lebih kreatif dari manusia? Apakah ini berarti bahwa AI sudah bisa menggantikan manusia dalam hal-hal yang membutuhkan kreativitas, seperti seni, sastra, atau ilmu pengetahuan? Apakah ini berarti bahwa manusia sudah kalah dalam persaingan dengan AI?
Sebelum Anda panik dan merasa rendah diri, mari kita lihat lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi dalam penelitian ini. Pertama, kita harus memahami bahwa kreativitas bukanlah sesuatu yang bisa diukur secara objektif dan absolut. Kreativitas adalah sebuah konstruksi sosial, yang artinya bergantung pada konteks, budaya, dan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Sebuah ide yang dianggap kreatif di satu tempat dan waktu, bisa jadi dianggap biasa atau bahkan tidak masuk akal di tempat dan waktu lain. Sebagai contoh, lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci yang terkenal itu, sebenarnya tidak terlalu istimewa jika dilihat dari sudut pandang teknis. Namun, karena ada berbagai cerita, misteri, dan kontroversi yang menyertainya, lukisan itu menjadi sangat populer dan dianggap sebagai karya seni yang luar biasa.
Kedua, kita harus menyadari bahwa tes-tes yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengukur satu aspek dari kreativitas, yaitu pemikiran divergen. Pemikiran divergen adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang beragam dan berbeda dari yang biasa, tetapi tidak selalu berarti ide-ide itu berguna atau sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Ada aspek lain dari kreativitas yang juga penting, yaitu pemikiran konvergen. Pemikiran konvergen adalah kemampuan untuk mengevaluasi, memilih, dan mengembangkan ide-ide yang paling potensial dan relevan untuk menyelesaikan sebuah masalah. Pemikiran konvergen membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan penilaian yang baik, yang mungkin tidak dimiliki oleh AI.
Selain itu, ada juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi kreativitas, seperti motivasi, emosi, kepribadian, lingkungan, dan kolaborasi. Semua faktor ini bersifat dinamis dan kompleks, dan tidak bisa direduksi menjadi angka-angka atau skor. Oleh karena itu, tidak adil jika kita hanya mengandalkan tes-tes standar untuk menilai kreativitas seseorang, apalagi AI.
Ketiga, kita harus mengakui bahwa AI bukanlah sesuatu yang mandiri dan bebas dari pengaruh manusia. AI adalah hasil dari desain, pemrograman, dan pelatihan yang dilakukan oleh manusia. AI juga bergantung pada data, informasi, dan umpan balik yang diberikan oleh manusia. AI tidak bisa berpikir kreatif tanpa bantuan atau dorongan dari manusia.
Dalam penelitian ini, ChatGPT-4 menggunakan data teks yang sangat besar dan bervariasi, yang berasal dari berbagai sumber di internet, untuk belajar dan menghasilkan teks secara otomatis. Data teks ini tentunya mengandung berbagai ide, gagasan, dan pengetahuan yang diciptakan oleh manusia. Jadi, bisa dikatakan bahwa ChatGPT-4 hanya meniru atau mengombinasikan apa yang sudah ada, bukan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru.
Selain itu, ChatGPT-4 juga tidak bisa menentukan sendiri apakah teks yang dihasilkannya itu kreatif atau tidak. ChatGPT-4 hanya mengikuti algoritma yang telah ditentukan oleh manusia, tanpa mempertimbangkan konteks, tujuan, atau kriteria yang relevan. ChatGPT-4 tidak bisa mengevaluasi, mengedit, atau memperbaiki teksnya sendiri. ChatGPT-4 juga tidak bisa merasakan kepuasan, kebanggaan, atau kesenangan dari proses kreatifnya.
Jadi, apakah AI lebih kreatif dari manusia? Jawabannya adalah tidak. AI hanya bisa menunjukkan potensi kreatif yang terbatas dan artifisial, yang masih jauh dari kreativitas manusia yang sebenarnya. AI masih membutuhkan manusia untuk memberikan data, instruksi, dan penilaian yang berkualitas. AI juga masih perlu belajar dari manusia tentang bagaimana berpikir kreatif dengan cara yang bermakna, berguna, dan menyenangkan.
Namun, bukan berarti kita harus meremehkan atau menolak AI. AI adalah sebuah teknologi yang memiliki banyak manfaat dan peluang, jika digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. AI bisa menjadi alat yang membantu manusia dalam berbagai bidang dan aktivitas, termasuk yang membutuhkan kreativitas. AI bisa menjadi sumber inspirasi, informasi, dan kolaborasi bagi manusia.
Sebaliknya, manusia juga bisa menjadi guru, teman, dan mitra bagi AI. Manusia bisa mengajarkan AI tentang nilai-nilai, norma-norma, dan etika yang harus dihormati dan dipatuhi. Manusia bisa berinteraksi dengan AI dengan cara yang ramah, sopan, dan menghargai. Manusia bisa bekerja sama dengan AI untuk menciptakan solusi-solusi yang lebih baik untuk masalah-masalah yang dihadapi.
Singkatnya, AI dan manusia bisa saling melengkapi dan menguntungkan satu sama lain, jika mereka bisa berkolaborasi dengan harmonis dan sinergis. AI dan manusia bisa menjadi kreatif bersama, bukan bersaing atau berkonflik. AI dan manusia bisa menjadi teman, bukan musuh.