Warung Madura, yang dikenal sebagai salah satu warung kelontong yang beroperasi 24 jam, telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Pemerintah, melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM), mengeluarkan imbauan agar warung-warung semacam Warung Madura tidak beroperasi selama 24 jam. Namun, perdebatan mengenai jam operasional ini memunculkan berbagai pandangan dan kontroversi.
Warung Madura, seperti banyak warung kelontong lainnya, telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka menyediakan berbagai kebutuhan dasar, mulai dari makanan, minuman, hingga barang-barang sehari-hari.
Keberadaan warung semacam ini telah memberikan kontribusi positif dalam banyak hal, termasuk membantu kebutuhan masyarakat sepanjang hari, menjaga keamanan lingkungan, menyerap tenaga kerja, dan menggerakkan perekonomian rakyat kecil.
Perspektif Pemerintah
Pemerintah berpendapat bahwa mengatur jam operasional warung Madura adalah langkah yang perlu diambil untuk mengatur tata niaga dan memastikan keberlanjutan usaha.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM) merespons terkait warung madura yang dilarang membuka usahanya hingga 24 jam di Bali lantaran banyak minimarket yang merasa tersaingi.
Bali sendiri lewat Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan mengatur jam operasional toko.
Dalam beleid itu diatur soal persyaratan sosial ekonomi, persyaratan jam kerja, serta persyaratan luas tempat usaha dan sistem penjualan.
Respon Masyarakat
Hal tersebut menyulut beberapa opini dari beberapa tokoh dan ormas. Salah satunya yaitu Asosiasi Pemuda Wirausaha Madura ( ASAUDARA ) ihwal fenomena tersebut merespon “Pemerintah terkesan Berat sebelah dan tidak fair dalam mencari solusi yang sustainable kedepannya terkait tata kelola usaha dengan mengenyampingkan banyak faktor penting bagi pelaku usaha mikro seperti warung Madura yang notabene jam operasionalnya buka 24 jam. Selain perlu dilakukannya pendalaman kajian secara akademis secara peraturan. Narasi bahwa minimarket merasa tersaingi itu bukanlah hal yang elok.”
Yudha salah seorang pelaku usaha mikro warung Madura di Jakarta berpendapat “sangat di emankan apabila pemerintah terburu-buru dalam bersikap tanpa melalui kajian mendalam terlebih dahulu. Mungkin peristiwa ini masih terjadi di beberapa daerah akan tetapi jika salah penanganan ini akan menjadi martir yang menyebar luas ke semua daerah dan itu tentu berpengaruh signifikan pada sebuah tata kelola usaha,” Ujar Yudha kepada media.
Imbauan pemerintah ini tentunya memiliki tujuan baik, yaitu untuk menciptakan tata kelola usaha yang lebih baik dan teratur. Namun, perlu dipertimbangkan juga dampak yang mungkin timbul bagi para pelaku usaha mikro seperti warung Madura.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang lebih komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi pelaku usaha dan masyarakat.