Dalam upaya mencari alternatif energi terbarukan, Prabowo Subianto, calon presiden Indonesia, mengusulkan penggunaan rumput laut sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM). Klaim ini disampaikan dalam acara “Dialog Capres Bersama KADIN: Menuju Indonesia Emas 2045” dan telah menimbulkan diskusi di kalangan pakar dan masyarakat.
Potensi Rumput Laut
Rumput laut, khususnya jenis Eucheuma cottonii, memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan tidak mengandung lignin, membuatnya mudah diuraikan. Prof. Dr. Ir. Pahlawan Jan Heeres dari Institut Groningen Belanda, dalam Bioengineering Festival di ITB, menyatakan bahwa rumput laut merah dapat diandalkan untuk memproduksi bahan kimia berbasis bio, seperti carrageenan dan agarose.
Pendekatan Ilmiah
Pendekatan “Biomass to Biobased Chemicals” yang dijelaskan oleh Prof. Heeres menunjukkan bahwa melalui proses kinetik galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa, rumput laut merah dapat diolah menjadi senyawa kimia esensial seperti 5-Hidroksimetilfurfural (HMF) dan asam levulinat (LA), yang berpotensi sebagai bioetanol.
Kritik dan Tantangan
Meskipun potensinya menjanjikan, terdapat tantangan dalam implementasi rumput laut sebagai BBM. Pertama, diperlukan teknologi yang efisien untuk mengolah rumput laut menjadi bioetanol. Kedua, skala produksi yang besar diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Ketiga, dampak lingkungan dari budidaya rumput laut skala besar harus dipertimbangkan.
Usulan Prabowo tentang rumput laut sebagai pengganti BBM merupakan langkah inovatif yang memerlukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Dengan pendekatan yang tepat, rumput laut bisa menjadi komponen penting dalam transisi energi Indonesia menuju sumber yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.