Apakah pemegang IUP bisa memiliki tanah?
Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor pertambangan. Namun, di balik kekayaan alam tersebut, terdapat pula berbagai permasalahan hukum yang muncul, salah satunya adalah mengenai status kepemilikan tanah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi.
IUP adalah izin yang diberikan oleh pemerintah kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara di wilayah tertentu. IUP dibagi menjadi dua jenis, yaitu IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi. IUP eksplorasi adalah izin untuk melakukan kegiatan penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. IUP operasi produksi adalah izin untuk melakukan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan, dan penjualan.
Dalam menjalankan kegiatan usaha pertambangan, pemegang IUP tentu membutuhkan tanah sebagai lokasi kegiatan. Namun, apakah pemegang IUP bisa memiliki tanah tersebut? Jawabannya adalah tidak. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hak atas tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan bukan merupakan hak milik, melainkan hak guna usaha, hak pakai, atau hak lainnya yang diberikan oleh negara.
Bagaimana proses penyelesaian hak atas tanah?
Sebelum melakukan kegiatan operasi produksi, pemegang IUP atau IUPK (izin usaha pertambangan khusus) wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian hak atas tanah tersebut adalah dengan cara pembebasan dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang haknya. Dengan pembebasan itu, maka berakibat tanah yang dibebaskan kembali dikuasai oleh negara.
Kemudian, pemegang IUP atau IUPK yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak atas tanah yang dapat diberikan adalah hak guna usaha, hak pakai, atau hak lainnya yang diberikan oleh negara. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah negara atau tanah milik orang lain untuk jangka waktu tertentu. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau mengambil hasil dari tanah negara atau tanah milik orang lain yang memberikan manfaat langsung bagi pemakainya. Hak lainnya adalah hak yang diberikan oleh negara selain hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai.
Apa saja permasalahan yang timbul terkait status kepemilikan tanah?
Meskipun telah diatur secara jelas dalam UU Minerba, status kepemilikan tanah pemegang IUP operasi produksi masih menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain:
- Adanya konflik antara pemegang IUP dengan pemilik tanah atau masyarakat sekitar. Konflik ini bisa disebabkan oleh ketidaksepahaman mengenai nilai ganti rugi, luas tanah yang dibebaskan, dampak lingkungan, hak ulayat, atau hak-hak lain yang melekat pada tanah.
- Adanya tumpang tindih antara IUP dengan izin lain, seperti izin hutan, izin kawasan konservasi, izin perkebunan, atau izin lainnya. Tumpang tindih ini bisa menimbulkan kerugian bagi pemegang IUP, pemerintah, dan masyarakat.
- Adanya perbedaan antara luas tanah yang tercantum dalam IUP dengan luas tanah yang sebenarnya digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh kesalahan pengukuran, kesalahan administrasi, atau kesengajaan pemegang IUP untuk memperluas wilayah tambang.
Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tersebut?
Untuk menyelesaikan permasalahan terkait status kepemilikan tanah pemegang IUP operasi produksi, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Melakukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemegang IUP, pemilik tanah, masyarakat, dan pemerintah. Koordinasi dan komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan kesepakatan yang adil, transparan, dan menghormati hak-hak masing-masing pihak.
- Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi terkait tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan. Verifikasi dan validasi ini bertujuan untuk menghindari kesalahan, ketidaksesuaian, atau manipulasi data dan informasi yang dapat merugikan pihak-pihak yang terkait.
- Melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum yang sesuai. Penyelesaian sengketa ini bertujuan untuk menegakkan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang bersengketa. Jalur hukum yang dapat dipilih adalah jalur litigasi (pengadilan) atau jalur non-litigasi (mediasi, arbitrase, atau konsiliasi).