Selain alasan ekonomi, alasan sosial juga berperan dalam menurunkan tingkat kesuburan di Korea Selatan.
Salah satu alasan sosial yang paling menonjol adalah perubahan pola pikir dan gaya hidup wanita Korea Selatan, yang semakin modern, mandiri, dan berorientasi pada karier.
Banyak wanita Korea Selatan yang merasa tidak perlu menikah atau memiliki anak untuk merasa bahagia atau berharga.
Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk mengejar impian dan aspirasi mereka, baik dalam bidang akademik, profesional, maupun pribadi.
Mereka juga lebih menikmati kebebasan dan fleksibilitas yang mereka miliki sebagai orang yang tidak terikat oleh tanggung jawab keluarga.
Mereka dapat bepergian, belajar, berhobi, bersosialisasi, dan melakukan hal-hal yang mereka sukai tanpa harus mempertimbangkan kepentingan orang lain.
Alasan sosial lainnya yang mempengaruhi keputusan wanita Korea Selatan untuk tidak memiliki anak adalah budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Korea Selatan.
Meskipun wanita Korea Selatan telah mencapai kemajuan dalam hal pendidikan dan pekerjaan, mereka masih menghadapi diskriminasi dan tekanan dalam hal peran gender.
Wanita Korea Selatan masih dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, sementara laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama.
Hal ini menyebabkan wanita Korea Selatan yang bekerja harus menghadapi dilema antara karier dan keluarga, yang sering kali sulit untuk diseimbangkan.
Banyak wanita Korea Selatan yang mengalami stres, depresi, atau bahkan perceraian karena tidak dapat memenuhi harapan masyarakat atau pasangan mereka.
Oleh karena itu, banyak wanita Korea Selatan yang memilih untuk menghindari pernikahan atau kehamilan, yang mereka anggap sebagai beban atau penghalang bagi kehidupan mereka.