jlk – Ada sebuah kisah yang lestari, sebuah tradisi yang telah berlangsung lebih dari lima abad dan terus dipertahankan hingga hari ini.
Kisah ini berasal dari Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, sebuah tempat yang mungkin belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Namun, bagi mereka yang tinggal di sana, kisah ini adalah bagian dari identitas mereka, bagian dari sejarah mereka, dan bagian dari kehidupan mereka.
Kisah ini adalah tentang Semana Santa, tradisi Paskah yang telah berlangsung selama lebih dari lima abad.
Semana Santa, atau Pekan Suci, adalah rangkaian prosesi yang dilakukan oleh umat Katolik di Larantuka menjelang perayaan Paskah.
Prosesi ini dimulai dengan Misa Minggu Palma dan ditutup dengan Misa Paskah. Namun, apa yang membuat Semana Santa di Larantuka begitu istimewa dan unik?
Pertama, Semana Santa di Larantuka adalah satu-satunya di Indonesia. Ini adalah bukti nyata dari keberagaman dan toleransi yang ada di Indonesia, sebuah negara dengan berbagai suku, agama, dan tradisi.
Kedua, Semana Santa di Larantuka tidak hanya tentang ritual keagamaan, tetapi juga tentang kearifan lokal. Tradisi ini telah berlangsung selama lebih dari lima abad, dan telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Larantuka.
Namun, apa yang membuat Semana Santa di Larantuka begitu istimewa dan unik? Jawabannya terletak pada sejarah dan asal-usul tradisi ini. Sejarah Semana Santa di Larantuka bermula sekitar 500 tahun lalu ketika seorang pemuda dari Suku Resiona sedang bermain di pinggir laut.
Pemuda tersebut melihat sesosok dewi yang berjalan di atas air. Sang pemuda lalu bertanya kepada sosok dewi itu, namun malah dijawab dengan bahasa yang asing.
Sang pemuda lalu melaporkan hal yang dialaminya kepada para tetua suku. Namun, saat mereka kembali ke tempat tersebut yang ada hanyalah sebuah patung perempuan berparas syahdu.
Patung perempuan berparas syahdu tersebut lalu mereka bawa ke korke (rumah adat). Seiring waktu, masyarakat Larantuka termasuk rajanya mulai menyembah figur perempuan tersebut dianggap selalu mendatangkan keberuntungan.
Bersama dengan datangnya bangsa Portugis di Flores, datanglah juga misionaris yang menyebarkan agama Katolik. Raja Larantuka lalu mengajak misionaris tersebut melihat figur suci yang kini telah dikenal sebagai Tuan Ma.
Setelah menyadari bahwa tulisan di dekat figur tersebut berbunyi ‘Santa Maria Reinha Rosari’, sang misionaris langsung berlutut saat menyadari bahwa figur itu ternyata adalah Bunda Maria.
Singkat cerita, di tahun 1650 Raja Larantuka Ola Adobala kemudian dibaptis dan menyerahkan kekuasaannya kepada Tuan Ma.
Sejak saat itu, Semana Santa menjadi tradisi tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Larantuka. Tradisi ini tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan kehidupan masyarakat Larantuka.
Jadi, jika Anda berkesempatan untuk mengunjungi Larantuka, jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan Semana Santa.
Ini bukan hanya tentang perayaan keagamaan, tetapi juga tentang bagaimana sebuah tradisi dapat lestari dari abad ke abad dan menjadi bagian dari identitas sebuah komunitas.
Dan ingatlah, di balik setiap tradisi, ada kisah, ada sejarah, dan ada makna yang mendalam yang menunggu untuk ditemukan.
Demikianlah kisah tentang Semana Santa, tradisi Paskah di Larantuka yang lestari dari abad ke abad. Semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi dan pemahaman baru tentang keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Selamat Paskah.