jlk – Temanggung – Sebuah peristiwa yang menggugah banyak perhatian baru-baru ini terjadi di Masjid Baiturrohmah, Bengkal, Temanggung.
Sebanyak 44 biksu Thudong singgah dan dijamu di masjid tersebut. Peristiwa ini menjadi viral di media sosial dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat.
Biksu-biksu tersebut mampir untuk istirahat dalam perjalanan mereka menuju Candi Borobudur. Bagi sebagian orang, momen ini menjadi bukti indahnya toleransi beragama di Indonesia. Namun, tidak semua orang sepakat dengan pandangan ini.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Muhammad Cholil Nafis, menilai bahwa sikap masyarakat dan takmir masjid yang menjamu puluhan biksu Thudong di masjid sudah kebablasan. Menurutnya, masjid adalah tempat ibadah, bukan tempat untuk keperluan lainnya.
“Kalau mau terima tamu non muslim jangan di rumah ibadah. Kan masih ada ruangan pertemuan lain yang lebih tepat. Rumah masjid itu hanya utk ibadah umat muslim bukan untuk lainnya,” kata Cholil dalam akun Instagram resminya.
Cholil menambahkan bahwa masih ada cara lain yang dapat digunakan dalam hal menjaga toleransi terhadap agama lain. Salah satunya dengan memberikan mereka ruang untuk beribadah.
Dalam unggahannya, Cholil memberikan contoh bentuk toleransi agama. “Setiap umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka.”
Terakhir dalam unggahannya, Cholil mengingatkan bahwa toleransi tidak boleh masuk dalam ranah akidah dan syariat agama lain. “Batasan toleransi beragama tidak masuk ke dalam ranah akidah dan syariat agama lain karena berpotensi terjadi penistaan dan penghinaan agama.”
Peristiwa ini mengundang berbagai tanggapan dan menjadi bahan diskusi yang hangat di masyarakat. Apakah ini merupakan bentuk toleransi atau justru kebablasan? Pertanyaan ini masih menjadi topik perdebatan yang menarik dan penting untuk diperbincangkan.