Kisah Nyata
Siti (nama samaran) adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di sebuah kampung di Sumenep, Jawa Timur. Suaminya bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang tidak menentu. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Siti sering meminjam uang dari tetangganya dengan bunga yang tinggi. Suatu hari, ia mendengar ada pinjaman online (pinjol) yang menawarkan bunga rendah dan proses mudah. Ia pun tertarik untuk mencoba.
Siti mengunduh aplikasi pinjol yang ia temukan di internet. Ia mengisi data diri dan mengajukan pinjaman sebesar Rp1 juta dengan jangka waktu 14 hari. Ia mendapat persetujuan dalam hitungan menit dan uang pun masuk ke rekeningnya. Ia merasa senang dan lega. Ia berencana untuk membayar pinjaman tersebut tepat waktu agar tidak terkena denda.
Namun, nasib baik Siti tidak berlangsung lama. Ketika ia hendak membayar pinjaman tersebut, ia kaget melihat tagihan yang membengkak menjadi Rp1,6 juta. Padahal, di awal ia hanya diberitahu bunga 4%. Ia merasa dicurangi dan ingin mengadukan pinjol tersebut. Namun, ia tidak menemukan alamat atau kontak pinjol tersebut di aplikasi maupun di internet. Ia hanya mendapat pesan singkat yang mengancam akan menyebarkan data pribadinya jika tidak segera membayar.
Siti merasa bingung dan takut. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin menggugat pinjol tersebut secara perdata, tetapi ia tidak tahu ke mana harus mengajukan gugatannya. Ia juga tidak punya cukup uang untuk membayar biaya perkara. Ia merasa terjebak dalam lingkaran setan pinjol ilegal.
Fenomena Pinjol Ilegal
Kasus Siti bukanlah kasus yang terisolasi. Banyak masyarakat yang mengalami hal serupa akibat tergiur dengan pinjol ilegal. Pinjol ilegal adalah pinjol yang tidak memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tidak tunduk pada aturan yang berlaku. Pinjol ilegal sering menawarkan pinjaman dengan bunga rendah, proses cepat, dan syarat mudah. Namun, di balik itu, mereka juga melakukan praktik-praktik yang merugikan konsumen, seperti menetapkan bunga yang tidak wajar, melakukan penagihan yang kasar, dan menyalahgunakan data pribadi konsumen.
Menurut data OJK, hingga November 2023, terdapat 2.599 pinjol ilegal yang telah diblokir oleh Kominfo. Namun, masih ada banyak pinjol ilegal yang bermunculan dengan nama dan modus yang berbeda. OJK mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tidak mudah tergiur dengan pinjol ilegal. OJK juga mengajak masyarakat untuk melaporkan pinjol ilegal yang ditemukan agar dapat ditindaklanjuti.
Solusi Hukum
Lalu, bagaimana jika seseorang sudah terlanjur menjadi korban pinjol ilegal dan ingin menuntut haknya secara hukum? Apakah ada solusi hukum yang dapat dilakukan?
Jawabannya adalah ada. Dalam hukum perdata, terdapat mekanisme gugatan perdata yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara pemberi dan penerima pinjol. Gugatan perdata adalah tuntutan hukum yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum kepada pengadilan negeri untuk menuntut hak atau kepentingan yang dirugikan oleh pihak lain.
Dalam gugatan perdata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah kompetensi relatif. Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara berdasarkan tempat tinggal atau domisili para pihak. Secara umum, gugatan perdata diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat. Hal ini berdasarkan pada asas actor sequitur forum rei, yaitu yang berwenang mengadili suatu perkara adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat.
Namun, bagaimana jika alamat atau tempat tinggal tergugat tidak diketahui, seperti halnya pinjol ilegal? Apakah gugatan perdata masih dapat diajukan?
Menurut Pasal 118 ayat (3) HIR, jika alamat atau tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan perdata dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat. Hal ini merupakan pengecualian dari asas actor sequitur forum rei. Dengan demikian, korban pinjol ilegal dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri di tempat tinggalnya, meskipun tidak mengetahui alamat atau tempat tinggal pinjol ilegal.
Namun, untuk mengajukan gugatan perdata, korban pinjol ilegal juga perlu memenuhi syarat-syarat lain, seperti memiliki bukti-bukti yang kuat, membayar biaya perkara, dan mengikuti proses persidangan. Selain itu, korban pinjol ilegal juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti efektivitas, efisiensi, dan kepastian hukum dari gugatan perdata.
Saran dan Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pinjol ilegal adalah fenomena yang meresahkan masyarakat dan merugikan konsumen. Pinjol ilegal dapat digugat secara perdata, meskipun alamat atau tempat tinggalnya tidak diketahui. Namun, gugatan perdata juga memiliki tantangan dan kendala yang perlu dipertimbangkan.
Oleh karena itu, saran kami adalah agar masyarakat lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pinjol. Jangan mudah tergiur dengan pinjol yang menawarkan bunga rendah, proses cepat, dan syarat mudah. Pastikan pinjol yang dipilih memiliki izin dari OJK dan tunduk pada aturan yang berlaku. Jika menemukan pinjol ilegal, laporkan ke OJK atau pihak berwenang agar dapat ditindaklanjuti.
Demikian artikel yang kami tulis, semoga bermanfaat.