Pelecehan seksual di media sosial (medsos) adalah salah satu bentuk kekerasan seksual yang sering dialami oleh perempuan. Menurut data Komnas Perempuan, pada tahun 2022 terdapat 1.293 kasus kekerasan seksual berbasis elektronik, termasuk pelecehan seksual di medsos. Korban pelecehan seksual di medsos biasanya mendapatkan komentar, pesan, atau gambar yang tidak senonoh, mengandung kata-kata kotor, ancaman, atau rayuan yang tidak diinginkan.
Bagaimana cara korban mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum? Apakah boleh mengungkap identitas pelaku pelecehan seksual di medsos? Apa risiko dan dampaknya bagi korban dan pelaku? Artikel ini akan membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pendapat para ahli.
Hukum Pelecehan Seksual di Medsos
Pelecehan seksual di medsos termasuk dalam kategori pelecehan seksual nonfisik, yaitu tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Pelecehan seksual nonfisik dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU PKS) yang baru diundangkan pada Oktober 2022.
Menurut UU PKS, pelecehan seksual nonfisik diancam pidana penjara maksimal 9 bulan dan/atau pidana denda maksimal Rp10 juta. Jika pelecehan seksual tersebut dilakukan melalui medsos/internet yang merupakan delik aduan (kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas), maka pelaku dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.
Selain UU PKS, pelecehan seksual di medsos juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Menurut UU ITE, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bermuatan asusila melalui sistem elektronik dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Mengungkap Identitas Pelaku, Solusi atau Masalah?
Salah satu cara yang sering dilakukan oleh korban pelecehan seksual di medsos untuk mencari keadilan adalah dengan mengungkap identitas pelaku di medsos, baik berupa nama, foto, alamat, nomor telepon, atau media sosial lainnya. Tujuannya agar pelaku mendapatkan stigma buruk dari masyarakat, merasa malu, dan tidak mengulangi perbuatannya. Namun, apakah cara ini efektif dan aman bagi korban?
Menurut Alvin Theodorus, Co-founder Tabu.id, komunitas daring yang fokus pada pendidikan seksual anak muda, mengungkap identitas pelaku di medsos bukanlah solusi bijak. “Spill out bisa berisiko pedang bermata dua, bisa saja kemudian pelaku menyerang balik dengan memperkarakan lewat UU ITE,” terangnya dalam diskusi bertemakan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) secara daring pada Senin (19/04/2021).
Selain itu, perhatian publik yang tinggi bisa saja berpengaruh negatif pada kondisi mental korban dan bukannya malah membantu. Sebaliknya, ia menyarankan untuk mengumpulkan bukti yang dibutuhkan untuk melaporkan ke aparat kepolisian.
“Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2021 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), data pribadi adalah setiap data yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara langsung atau tidak langsung, baik secara terpisah maupun dikombinasikan dengan data lainnya. Data pribadi termasuk nama, alamat, nomor telepon, foto, dan media sosial,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa UU PDP mengatur bahwa setiap orang yang memproses data pribadi orang lain harus mendapatkan persetujuan dari pemilik data pribadi tersebut. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi pidana penjara maksimal 7 tahun dan/atau denda maksimal Rp70 miliar.
Langkah Hukum yang Tepat bagi Korban
Lantas, langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh korban pelecehan seksual di medsos? Berikut adalah beberapa langkah hukum yang dapat diambil oleh korban, sesuai dengan saran dari para ahli:
- Simpan bukti pelecehan seksual yang diterima, seperti tangkapan layar, pesan, atau gambar yang dikirim oleh pelaku. Bukti ini penting untuk digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.
- Laporkan pelecehan seksual yang dialami ke pihak berwenang, seperti kepolisian, Komnas Perempuan, atau lembaga perlindungan perempuan lainnya. Korban dapat meminta bantuan dari pengacara, psikolog, atau konselor untuk mendampingi dan memberikan dukungan.
- Blokir akun pelaku di medsos dan jangan berinteraksi dengan pelaku. Jika perlu, ubah pengaturan privasi di medsos agar hanya orang-orang terpercaya yang dapat melihat postingan atau mengirim pesan.
- Jaga kesehatan mental dan fisik. Korban pelecehan seksual di medsos dapat mengalami trauma, stres, depresi, atau gangguan kecemasan. Oleh karena itu, penting untuk mencari bantuan profesional, bergabung dengan komunitas yang peduli, atau melakukan aktivitas yang positif dan menyenangkan.
Pelecehan seksual di medsos adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan melanggar norma kesusilaan dan norma hukum. Korban pelecehan seksual di medsos berhak mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum. Mengungkap identitas pelaku di medsos bukanlah cara yang efektif dan aman bagi korban. Sebaliknya, korban dapat mengambil langkah hukum yang tepat dengan melaporkan ke pihak berwenang, menyimpan bukti, memblokir akun pelaku, dan menjaga kesehatan mental dan fisik.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.