Badai salju dan es yang melanda sebagian besar wilayah AS Selatan pada akhir pekan lalu, tidak hanya menyebabkan gangguan listrik, pohon tumbang, dan jalan licin, tetapi juga berpotensi berkembang menjadi badai besar yang membawa cuaca dingin ekstrem ke wilayah Timur Laut AS pada minggu ini.
Badai tersebut merupakan dampak dari pertemuan antara massa udara Arktik yang menyebar ke sebagian besar wilayah AS, dengan aliran udara lembap dari Teluk Meksiko. Ketika dua sistem cuaca ini bertabrakan, terjadi fenomena yang disebut sebagai “bomb cyclone” atau siklon bom, yaitu suatu sistem tekanan rendah yang mengalami penurunan tekanan yang sangat cepat dalam waktu 24 jam, sehingga menghasilkan angin kencang dan hujan atau salju lebat.
Menurut meteorologis AccuWeather, Alex Sosnowski, badai ini akan membawa salju dan es yang cukup besar dari wilayah tengah-selatan AS ke wilayah tenggara, dari akhir pekan lalu hingga awal minggu ini. Selain itu, badai ini juga berpotensi menimbulkan hujan dan es beku di sebagian wilayah Tenggara AS.
Salju dan es yang turun di wilayah AS Selatan, menyebabkan puluhan ribu pelanggan kehilangan listrik di Georgia, North Carolina, South Carolina, dan Florida. Lebih dari satu inci salju per jam turun di beberapa bagian Carolina, Georgia, Tennessee, dan Virginia, menurut Pusat Prediksi Badai Layanan Cuaca Nasional.
Badai ini juga membuat perjalanan udara sangat sulit di beberapa bagian AS Selatan. Bandara yang paling terpukul adalah Bandara Internasional Charlotte Douglas, yang tetap buka pada Minggu pagi, tetapi lebih dari 1.000 penerbangan pada hari itu dibatalkan, lebih dari 80 persen dari jadwal bandara, menurut layanan pelacakan penerbangan flightaware.com. Charlotte adalah salah satu hub utama di AS Selatan untuk maskapai American Airlines. Di Atlanta, di mana Delta Air Lines mengoperasikan hub utamanya, lebih dari 300 penerbangan pada hari Minggu dibatalkan.
Badai ini juga diperkirakan akan berlanjut ke wilayah Timur Laut AS, yang sebelumnya telah mengalami badai salju dahsyat yang membuat ribuan pengemudi terjebak di jalan raya yang macet pada awal bulan ini. Gubernur Virginia yang akan segera lengser, Ralph Northam, menyatakan keadaan darurat dan mendesak masyarakat untuk menganggap serius badai ini. Lebih banyak perintah darurat dikeluarkan di wilayah Tenggara, karena salju dan hujan lebat diharapkan pada awal minggu depan di lembah Tennessee dan Ohio, dan Appalachia Tengah/Selatan.
Peringatan badai salju diperpanjang dari Georgia hingga New York, karena sistem tekanan rendah yang diharapkan akan membawa salju di sepanjang Pantai Timur dan di beberapa bagian Midwest, akan menyebar dari lembah Tennessee yang lebih rendah ke Carolina dan sejauh New York bagian utara dan New England bagian selatan. Negara-negara yang terkena dampak merespons prediksi cuaca tersebut, dengan Gubernur Virginia Ralph Northam dan Gubernur Georgia Brian Kemp menyatakan keadaan darurat dan Gubernur North Carolina Roy Cooper dan Gubernur Henry McMaster dari Carolina Selatan yang berdekatan mengeluarkan perintah darurat.
Badai ini diprediksi akan mencapai puncaknya pada Selasa, dengan salju tebal yang dapat mencapai 12 inci atau lebih di beberapa daerah, terutama di New England. Angin kencang juga dapat menyebabkan drift salju dan visibilitas yang buruk. Suhu udara juga akan turun drastis, menciptakan kondisi dingin yang membahayakan bagi manusia dan hewan.
Badai ini merupakan salah satu contoh dari fenomena “weather whiplash” atau lonjakan cuaca, di mana perubahan cuaca yang drastis terjadi dalam waktu singkat. Sementara wilayah Timur Laut AS menghadapi badai salju dan es, wilayah Barat AS justru mengalami cuaca yang hangat dan cerah, dengan suhu di atas rata-rata untuk musim ini. Perbedaan cuaca yang ekstrem ini disebabkan oleh pola jet stream yang tidak biasa, yang membentuk gelombang panjang di atas benua Amerika Utara.
Lonjakan cuaca ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekonomi. Beberapa dampaknya antara lain adalah peningkatan risiko penyakit pernapasan, alergi, dan infeksi; kerusakan tanaman dan hewan ternak; gangguan transportasi dan distribusi barang; serta peningkatan biaya pemanasan dan pendinginan.
Para ilmuwan mengaitkan fenomena lonjakan cuaca ini dengan perubahan iklim global, yang menyebabkan suhu udara rata-rata di seluruh dunia meningkat. Hal ini mengakibatkan perbedaan suhu antara kutub dan khatulistiwa menjadi lebih kecil, sehingga melemahkan jet stream dan membuatnya lebih mudah terpengaruh oleh faktor-faktor lain, seperti El Nino atau La Nina. Akibatnya, jet stream menjadi lebih berliku dan tidak stabil, menciptakan pola cuaca yang ekstrem dan berkepanjangan.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa fenomena lonjakan cuaca ini akan menjadi lebih sering dan parah di masa depan, jika tidak ada upaya yang serius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah pemanasan global. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, untuk mengambil langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan dan kesiapsiagaan terhadap bencana alam.