jlk – Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) merupakan landasan modern bagi pertukaran informasi dan kegiatan bisnis dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, ITE menyusup ke berbagai aktivitas masyarakat, seperti transaksi perbankan online, belanja elektronik, dan komunikasi melalui media sosial.
Pada akhir 2023, Undang-Undang ITE mengalami amandemen, mengenalkan perubahan signifikan dalam regulasi yang memengaruhi ekosistem transaksi elektronik di Indonesia.
Amandemen tersebut mencakup kewajiban penyelenggara sistem elektronik, larangan dalam transaksi elektronik, dan sanksi pidana.
Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Budie Arie Setiadi, amandemen ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum dan mengakui serta menghormati hak dan kebebasan individu dalam ruang digital.
Hal itu diutarakan olehnya dalam acara Diskusi Hukumonline 2024: “Dinamika Baru Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasca Amandemen UU ITE 2023” yang diselenggarakan oleh Hukumonline pada Selasa, 30 Januari 2024 di Hotel JS Luwansa, Jakarta.
Diskusi ini menghadirkan narasumber yang merupakan para praktisi, pelaku, dan pegiat aktif dalam persoalan ITE dari masing-masing kekhususannya serta telah berpengalaman di Indonesia.
Narasumber tersebut antara lain, Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, Ketua & Founder Indonesia Cyber Law Community (ICLC) Teguh Arifiyadi, Akademisi dari Universitas Indonesia Abdul Salam, serta Partner pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Muhammad Iqsan Sirie.
Dalam diskusi ini, para narasumber membahas berbagai aspek terkait dengan amandemen UU ITE, mulai dari latar belakang, substansi, implikasi, hingga tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh perubahan regulasi ini.
Berikut adalah beberapa poin penting yang disampaikan oleh para narasumber dalam diskusi ini:
Latar Belakang Amandemen UU ITE
Menurut Semuel, amandemen UU ITE dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan hukum global, serta untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia.
Ia mencontohkan beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang amandemen, seperti:
- Adanya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan kejahatan, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, terorisme, dan lain-lain.
- Adanya ketidaksesuaian antara ketentuan hukum ITE dengan ketentuan hukum lainnya, seperti KUHP, KUHAP, UU Pers, UU Perlindungan Data Pribadi, dan lain-lain.
- Adanya kebutuhan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, seperti cloud computing, big data, artificial intelligence, blockchain, dan lain-lain.
- Adanya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lebih baik dalam berinteraksi di dunia digital, seperti hak atas privasi, kebebasan berekspresi, akses informasi, dan lain-lain.
Semuel menambahkan bahwa amandemen UU ITE juga dilakukan untuk mengharmonisasi dengan peraturan hukum internasional yang berkaitan dengan ITE, seperti Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber, Konvensi UNCITRAL tentang Transaksi Elektronik Internasional, dan lain-lain.
Substansi Amandemen UU ITE
Menurut Teguh, amandemen UU ITE mencapai substansi yang lebih progresif dan komprehensif, memperkaya ketentuan hukum ITE.
Ia menjelaskan bahwa fokus perubahan mencakup alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, transaksi elektronik, perbuatan yang dilarang, ketentuan pidana, peran pemerintah, dan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil.
Amandemen juga menambahkan materi baru, seperti identitas digital dalam sertifikasi elektronik, perlindungan anak dalam sistem elektronik, kontrak elektronik internasional, dan peran pemerintah dalam mendorong ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
Teguh menyoroti beberapa perubahan penting dalam amandemen UU ITE, antara lain:
- Pengakuan terhadap alat bukti elektronik yang berasal dari luar negeri, asalkan memenuhi syarat keabsahan dan keotentikan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
- Pengaturan mengenai identitas digital sebagai bagian dari sertifikasi elektronik, yang berfungsi sebagai pengenal diri seseorang atau badan hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
- Pengaturan mengenai kontrak elektronik internasional, yang mengacu pada prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh UNCITRAL, seperti prinsip kesetaraan, kebebasan berkontrak, netralitas teknologi, dan non-diskriminasi.
- Pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang dalam transaksi elektronik, yang meliputi penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang mengandung ujaran kebencian, pornografi, ancaman kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, dan lain-lain.
- Pengaturan mengenai ketentuan pidana, yang menyesuaikan dengan KUHP dan KUHAP, serta memberikan kewenangan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu dalam UU ITE.
- Pengaturan mengenai peran pemerintah, yang mencakup kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia, mendorong literasi digital, meningkatkan keamanan siber, dan mengembangkan ekosistem digital yang berdaya saing.
Dampak Amandemen UU ITE Terhadap Bisnis
Menurut Iqsan, amandemen UU ITE memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis, khususnya yang beroperasi di dunia digital. Ia menjelaskan beberapa dampak yang perlu diperhatikan oleh pelaku bisnis, antara lain:
- Dampak terhadap operasional bisnis. Amandemen ini mengubah regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem elektronik, keamanan data, tanda tangan elektronik, dan tata cara penyelesaian sengketa di dunia maya.
Perubahan ini dapat memengaruhi bagaimana bisnis beroperasi online, cara individu berkomunikasi, dan melibatkan pihak ketiga dalam transaksi daring. - Dampak terhadap kebijakan privasi dan perlindungan data. Amandemen ini menghadirkan persyaratan baru terkait dengan perlindungan data pribadi dan tata kelola keamanan.
Ini penting mengingat meningkatnya ancaman keamanan siber di era digital saat ini. Penyesuaian dalam regulasi ini dapat membantu melindungi informasi pribadi pengguna dan mendorong praktik keamanan siber yang lebih baik. - Dampak terhadap kepatuhan hukum. Amandemen ini menambahkan ketentuan pidana dan sanksi administratif yang lebih ketat bagi pelanggaran UU ITE.
Hal ini dapat meningkatkan risiko hukum bagi bisnis dan memerlukan penyesuaian dalam kebijakan dan prosedur internal mereka untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum.
Amandemen UU ITE merupakan langkah penting dalam perkembangan hukum ITE di Indonesia. Perubahan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Meskipun amandemen ini membawa tantangan bagi bisnis dan individu, ia juga membuka peluang baru dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi semua pihak yang beroperasi di dunia digital.
Namun, penting untuk diingat bahwa implementasi dan penegakan hukum ITE masih menjadi tantangan. Untuk itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat sipil, dan komunitas akademik untuk memastikan bahwa UU ITE dapat berfungsi dengan efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.