jlk – Kacamata adalah salah satu penemuan yang sangat bermanfaat bagi manusia, terutama bagi mereka yang memiliki masalah penglihatan.
Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah kacamata dari zaman ke zaman? Siapa yang pertama kali menciptakan alat bantu melihat ini? Bagaimana perkembangan bentuk dan fungsinya hingga menjadi bagian dari gaya hidup dan mode?
Batu Zamrud Kaisar Nero
Sejarah kacamata pertama kali dimulai dari zaman Romawi, sekitar abad ke-4 Sebelum Masehi. Kala itu, Kaisar Nero yang berkuasa pada tahun 54 sampai 68 Masehi, selalu menggunakan batu zamrud ketika sedang menyaksikan pertandingan gladiator.
Batu zamrud ini berfungsi sebagai kaca pembesar yang dapat memperjelas pandangan Nero.
Namun, tidak diketahui dengan pasti apakah Nero benar-benar memiliki masalah dengan penglihatannya atau hanya sekadar menghindari silaunya sinar matahari.
Selain itu, batu zamrud juga dianggap sebagai batu permata yang melambangkan kekayaan dan kekuasaan.
Potongan Bola Kaca
Pada abad ke-10 Masehi, seorang sarjana dan astronom dari Irak, Ibn al-Haytham, melakukan penelitian mengenai cahaya dan mekanisme penglihatan.
Dia mempelajari lensa, bereksperimen dengan cermin yang berbeda: datar, bulat, parabola, silindris, cekung dan cembung.
Hasilnya, dia menemukan bahwa objek visual yang dilihat melalui pembiasan cahaya, yaitu yang melintasi material tebal seperti air dan kaca, lebih besar dari ukuran sebenarnya.
Pada sekitar tahun 1027, al-Haytham menyelesaikan bukunya, Kitab al-Manazir atau Buku Optik.
Dia pun menyarankan kaca yang dihaluskan dapat membantu seseorang yang menderita gangguan penglihatan. Namun, idenya itu baru dipraktikkan bertahun-tahun kemudian.
Pada abad ke-13, seorang sarjana Inggris, Roger Bacon, menulis soal kaca pembesar. Dia menjelaskan bagaimana memperbesar objek visual menggunakan potongan bola kaca.
Dia menulis: “karena alasan ini, alat ini berguna untuk orang tua dan orang-orang yang memiliki kelemahan dalam penglihatan mereka karena memungkinkan mereka untuk dapat melihat huruf sekecil apa pun.”
Beberapa sejarawan sains berpendapat bahwa Bacon mendapatkan gagasannya dari buku al-Haytham.
Namun, menurut bukti yang tersedia, ide menggunakan kaca pembesar ini untuk membaca pertama kali disebutkan dalam buku Bacon. Kendati demikian, tidak ada bukti bahwa dia menerapkan pengetahuannya itu.
Kacamata Beryl
Kacamata pertama kali dikenal di Eropa pada akhir abad ke-13 Masehi. Lukisan-lukisan mulai memperlihatkannya pada pertengahan abad ke-14 Masehi.
Dalam lukisan-lukisan itu digambarkan bentuk kacamata dengan dua lensa bulat dalam bingkai yang disambung dengan poros dan gagang logam berbentuk “V”.
Tidak ada gagang untuk disangkutkan ke telinga seperti kacamata masa kini. Mereka sudah memakainya untuk membaca.
Pada masa itu, lensa bukan terbuat dari kaca, tetapi dari mineral Beryl. Beryl adalah sejenis batu permata yang transparan dan berwarna hijau, biru, kuning, atau merah.
Beryl juga merupakan bahan dasar dari batu zamrud dan aquamarine. Karena bahan ini langka dan mahal, kacamata pun menjadi barang mewah yang hanya dimiliki oleh orang-orang kaya dan terpelajar.
Salah satu contoh kacamata ini adalah yang dipakai oleh kardinal Hugh of St. Cher dalam lukisan karya Tommaso da Modena pada tahun 1352 di dinding gereja di Treviso, Italia. Ini adalah representasi gambar kacamata tertua yang diketahui hingga kini.
Lorgnette, Monocle, dan Pince-nez
Pada abad ke-18, muncul berbagai jenis kacamata yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Salah satunya adalah lorgnette, yang merupakan sepasang kacamata mungil dengan pegangan.
Lorgnette berasal dari kata lorgner dalam bahasa Prancis, yang berarti “melirik” atau “mengawasi secara sembunyi-sembunyi”. Lorgnette diyakini telah diciptakan pada tahun 1770 oleh orang Inggris, George Adams I, kemudian diilustrasikan putranya dalam Essay on Vision (1789 dan 1792) di mana lorgnette digambarkan sebagai ‘semacam pengganti kacamata …’.
Kemudian, alat bantu optik ini adalah jawaban bagi perempuan pada abad ke-19 yang membutuhkan kacamata tetapi tidak ingin benar-benar memakainya. Sampai abad ke-17, alat bantu optik lebih banyak dipakai kaum pria.
Namun, lorgnette membuat perempuan lebih berminat dalam dunia kacamata. Benda ini pun diyakini menambah kesan elegan bagi kalangan atas. Perempuan memakai lorgnette pun menjadi pemandangan umum selama abad ke-19 di teater serta opera.
Lorgnette muncul dalam bentuk yang lain, yaitu kipas lorgnette. Adalah Marie Antoinette, ratu Prancis abad ke-18 merupakan penggagas gaya ini.
Kacamata bifokal adalah kacamata dengan dua bagian di lensanya. Bagian atas untuk melihat jarak jauh, bawah untuk membaca. Benjamin Franklin, seorang ilmuwan Amerika pada tahun 1784 adalah penciptanya.
Kacamata jenis ini biasanya diresepkan untuk orang yang menderita presbiopia, kondisi yang ketika itu diderita Franklin.
Kacamata berlensa satu atau monocle digunakan dengan cara dipasang pada rongga mata pemakai dan biasanya digantung di leher dengan tali, pita, atau rantai. Banyak dari kacamata ini awalnya dibingkai dengan logam, kulit penyu, atau tanduk.
Monocle diperkenalkan pada abad ke-18, tetapi makin mendapat sorotan pada abad ke-19 di Eropa. Ia menjadi bagian umum dari pakaian pria kaya. Kacamata ini sering dipasangkan dengan topi dan mantel.
Salah satu pemakainya yang paling awal yang diketahui adalah penyuka barang antik dari Prusia, Philipp Von Stosch yang mengenakan kacamata berlensa di Roma pada tahun 1720-an. Ia mengenakannya untuk memeriksa ukiran dan permata berukir.
Awalnya disebut cincin mata, kacamata ini segera menyebar ke Austria berkat seorang ahli kacamata, JF Voigtlander, yang mulai membuatnya di Wina pada sekitar tahun 1814. Mode ini dengan cepat populer di Inggris dan Rusia.
Monocle kemudian menjadi tidak disukai di sebagian besar Eropa barat dan Amerika Serikat selama Perang Dunia I (1914-18). Itu ketika kacamata ini dikaitkan dengan perwira militer Jerman yang sering digambarkan memakainya.
Kacamata pince-nez menutupi kedua mata. Namanya berasal dari bahasa Prancis, pincer berarti “mencubit” dan nez berarti “hidung.”
Kacamata ini memang menjepit pangkal hidung ketika di pasang di depan mata. Mengenakan kacamata ini sangat tidak nyaman bagi sebagian orang yang tidak memiliki bentuk hidung yang pas.
Karenanya, kacamata ini sering digantungkan dengan rantai di leher sehingga pengguna tidak perlu memakainya sepanjang hari.
Meski kacamata ini sudah mulai dipakai di Eropa sejak abad ke-15, ke-16, hingga ke-17, tetapi menjadi makin popular pada tahun 1880 sampai 1900.
Pada abad ke-20, kacamata mulai berkembang menjadi lebih dari sekadar alat bantu melihat. Kacamata menjadi bagian dari gaya hidup dan mode.
Banyak desainer dan merek terkenal mulai merancang kacamata dengan berbagai bentuk dan warna. Kacamata juga mulai digunakan sebagai aksesori dalam film dan acara televisi.
Kacamata hitam, yang awalnya dirancang untuk melindungi mata dari sinar matahari, menjadi sangat populer.
Bintang film Hollywood seperti Audrey Hepburn dan Marilyn Monroe sering terlihat memakai kacamata hitam dalam film mereka, yang membuat kacamata hitam menjadi simbol kecantikan dan kemewahan.
Kacamata juga mulai digunakan dalam olahraga. Misalnya, kacamata renang yang digunakan oleh para atlet renang untuk melindungi mata mereka dari klorin dan memperjelas pandangan di bawah air.
Atau kacamata ski yang digunakan oleh para atlet ski untuk melindungi mata mereka dari sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
Teknologi Kacamata
Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi telah memainkan peran penting dalam perkembangan kacamata. Misalnya, lensa progresif yang memungkinkan pengguna untuk melihat jarak jauh, menengah, dan dekat hanya dengan satu pasang kacamata.
Atau lensa transisi yang dapat menyesuaikan tingkat kegelapan mereka berdasarkan intensitas cahaya.
Selain itu, ada juga kacamata pintar yang dilengkapi dengan teknologi digital. Misalnya, Google Glass yang diluncurkan pada tahun 2013.
Kacamata ini dilengkapi dengan layar kecil di salah satu sudut yang dapat menampilkan informasi digital langsung di depan mata pengguna.
Sejarah kacamata adalah cerita tentang inovasi dan adaptasi. Dari batu zamrud Kaisar Nero hingga kacamata pintar Google Glass, kacamata telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan manusia.
Kacamata bukan lagi sekadar alat bantu melihat, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan gaya hidup seseorang.
Kacamata telah membantu jutaan orang di seluruh dunia untuk melihat dunia dengan lebih jelas. Dan dengan perkembangan teknologi, kita dapat mengharapkan lebih banyak inovasi dan penemuan dalam dunia kacamata di masa mendatang.