jlk – Pada suatu hari di pengasingan, Pangeran Diponegoro mencoba memperbaiki hubungan dengan Kiai Mojo dengan memberikan hadiah uang sebesar 50 gulden.
Namun, Kiai Mojo, dengan sikap yang mungkin bisa kita anggap sebagai bentuk “kejutan humor”, menolak pemberian tersebut.
“Maaf, uang dari Belanda masih cukup,” katanya, menunjukkan bahwa dia masih memiliki sumber pendapatan lain.
Kiai Mojo dan Pangeran Diponegoro memiliki sejarah perselisihan yang panjang. Perselisihan ini mencapai puncaknya ketika pasukan Pangeran Diponegoro kalah dalam pertempuran Gawok pada tahun 1826.
Kekalahan ini memicu saling tuding antara dua kubu pasukan yang mendominasi tentara Perang Jawa, yaitu golongan kesatria dan santri.
Pasukan kesatria, menurut Peter Carey, adalah pasukan Diponegoro yang berbasis Keraton Mataram.
Sementara pasukan santri adalah para pengikut Kiai Mojo. Perselisihan antara keduanya sebenarnya sudah terjadi sebelum pertempuran Gawok.
Ketika pasukannya mulai mendapatkan serangkaian kemenangan, Diponegoro bersikukuh ingin menyerang Surakarta. Kiai Mojo tidak setuju.
Dia menyarankan putra Hamengkubuwono III itu untuk menyerang daerah lain. Mojo mengusulkan Boyolali dan Kalitan.
Tapi Diponegoro bersikukuh menyerang Surakarta, yang oleh Kiai Mojo dianggap sebagai wilayah di bawah pengaruhnya.
Dalam babadnya, Diponegoro berceritanya bahwa Mojo dengan takabur bilang bahwa pangeran-pangeran Surakarta dulu belajar di bawah asuhan ayahnya, Kiai baderan.
Tak hanya itu, masih dalam babad yang sama, Diponegoro juga menyebut Mojo telah merendahkannya dengan bilang bahwa Kasunanan Surakarta hanya memberi sedikit dukungan untuknya.
Akhirnya, Pangeran Diponegoro menyerang Surakarta dan hasilnya mereka kalah di Gawok. Pasukan Diponegoro dari kalangan keraton dan santri saling tuding tentang penyebab kekalahan tersebut.
Kiai Mojo secara khusus dituduh telah dengan nekat mendesak untuk menyerang Surakarta demi kepentingan mereka sendiri.
Singkat cerita, keduanya diasingkan oleh Belanda–Kiai Mojo tiba lebih dahulu di Minahasa.
Menurut catatan Peter Carey, Kiai Mojo mengembalikan uang sebesar 50 gulden yang diberikan Diponegoro kepadanya.
dengan tegas dia bilang, uang yang diberikan Belanda lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan pengikutnya.
Seperti itulah kisah Kiai Mojo yang pernah menolak bantuan 50 gulden dari Pangeran Diponegoro saat di pengasingan. Rupanya dia masih menyimpan dendam dengan sang pangeran.