jlk – Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, “Mengapa Amerika, Israel dan Inggris serta sekutu lainnya mengaminkan kekacauan dan perang di kawasan Timur Tengah?”. Jawabannya mungkin lebih kompleks daripada yang kita bayangkan.
Kapitalisme Perang
Motif utama di balik konflik ini adalah kapitalisme perang. Dengan kata lain, Amerika dan sekutunya sangat menyukai perang dan secara strategis akan selalu mengamini eskalasi yang mengancam berbagai kawasan secara geopolitik.
Tetapi, yang lebih penting dari itu semua adalah bisnis senjata.
Perang akan berdampak positif bagi ekonomi Amerika, Inggris dan Israel karena mendorong penjualan senjata yang dikuasai oleh perusahaan besar yang berbasis di negara mereka.
Naiknya penjualan senjata di seluruh dunia menandakan Amerika, Inggris, Israel dan sekutunya sukses mengacaukan geopolitik dunia.
Bisnis Senjata dan Konflik
Data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa nilai penjualan senjata global meningkat hingga mencapai US$592 miliar beberapa tahun belakangan ini.
Perusahaan Amerika yang mendulang cuan dari perang di berbagai kawasan adalah Lockheed Martin, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) senilai US$60,34 miliar, lalu disusul Raytheon Technologies (AS) senilai US$41,85 miliar, Boeing (AS) dengan nilai total US$33,42 miliar, Northrop Grumman (AS) sebanyak US$29,88 miliar, General Dynamics (AS) dengan jumlah US$26,39 miliar.
Tak ketinggalan perusahaan Inggris, BAE Systems, juga mencatat cuan senilai US$26,02 miliar. Sedangkan Israel sukses menjadi top ten eksportir senjata ke seluruh dunia yang menyumbang 2,3 persen dari penjualan senjata global selama periode 2018-2022.
Dampak Ekonomi
Konflik ini tentu saja memunculkan kekhawatiran bagi sejumlah negara. Sebab, akan memberikan dampak nyata terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, melihat ketegangan yang sedang berlangsung antara Iran dan Israel memang berpotensi berdampak signifikan pada ekonomi global, terutama di pasar-pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Keprihatinan utamanya adalah gangguan pasokan minyak, yang bisa menyebabkan lonjakan harga minyak dunia.
“Hal ini dapat berdampak merambat pada ekonomi global, termasuk Indonesia, yang sangat bergantung pada impor minyak,” ujar Yusuf.
Kesimpulan
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa perang dan konflik tidak hanya tentang pertempuran ideologi atau agama, tetapi juga tentang bisnis dan ekonomi.
Di balik setiap konflik, ada kepentingan bisnis yang berjalan, dan dalam hal ini, bisnis senjata adalah salah satu yang paling menguntungkan.
Namun, kita harus selalu ingat bahwa perang dan konflik selalu menimbulkan penderitaan dan kerugian bagi banyak orang, dan oleh karena itu, solusi damai harus selalu menjadi prioritas utama.