Apakah Terorisme = Kejahatan Terhadap Kemanusiaan?

Baca 7 Mnt
Apakah Terorisme = Kejahatan Terhadap Kemanusiaan?

Terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah dua istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa dan penderitaan di kalangan masyarakat sipil. Namun, apakah kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama? Apakah setiap tindakan terorisme dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan? Apakah kasus bom Bali termasuk dalam salah satu atau kedua kategori tersebut? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengulas definisi, karakteristik, dan perbedaan antara terorisme dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Terorisme adalah istilah yang berasal dari kata Latin “terrere” yang berarti menakut-nakuti. Secara umum, terorisme dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan rasa takut atau teror di kalangan masyarakat sipil, baik untuk mencapai tujuan politik, ideologis, agama, maupun lainnya. Terorisme sering dilakukan oleh kelompok non-negara yang tidak memiliki kekuatan militer yang seimbang dengan negara yang menjadi sasarannya. Oleh karena itu, terorisme menggunakan cara-cara yang tidak konvensional, seperti pengeboman, pembunuhan, penyanderaan, pembajakan, dan sebagainya.

Terorisme telah menjadi ancaman global yang mengganggu perdamaian dan keamanan dunia. Sejak serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, terorisme menjadi fokus utama dalam agenda internasional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah dan memberantas terorisme, baik melalui kerjasama bilateral, regional, maupun multilateral. Namun, hingga kini belum ada definisi terorisme yang disepakati secara universal oleh seluruh negara. Hal ini menyulitkan proses penegakan hukum dan kerjasama antar negara dalam menangani terorisme.

Salah satu organisasi internasional yang berupaya untuk mendefinisikan terorisme adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 2004, Panel Tingkat Tinggi PBB mengusulkan definisi terorisme sebagai berikut:

Setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyebabkan kematian atau luka berat terhadap warga sipil, non-kombatan, ketika tujuan dari tindakan tersebut menurut sifat atau konteksnya, adalah untuk mengintimidasi suatu populasi atau memaksa suatu pemerintahan atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Definisi ini mencoba untuk menghindari justifikasi terorisme atas dasar apapun, termasuk perlawanan terhadap penjajahan atau pendudukan. Definisi ini juga mencoba untuk membedakan terorisme dengan tindakan kekerasan yang sah dalam konteks konflik bersenjata, yang diatur oleh hukum humaniter internasional. Namun, definisi ini masih belum diterima secara resmi oleh Majelis Umum PBB, karena masih ada perbedaan pandangan dan kepentingan di antara negara-negara anggotanya.

Di Indonesia, definisi terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Menurut Pasal 1 ayat (2) UU tersebut, terorisme adalah:

Tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut yang meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas umum, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa terorisme memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

- Advertisement -
  • menggunakan pembunuhan dan penghancuran sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu;
  • korban bukanlah sasaran, melainkan cara untuk menciptakan perang saraf, yaitu membunuh satu orang untuk menakut-nakuti seribu orang;
  • sasaran tindakan terorisme dipilih secara selektif, bekerja secara rahasia, tetapi tujuannya adalah publisitas;
  • pesan dari tindakan tersebut cukup jelas, meskipun pelakunya tidak selalu menyatakan diri secara pribadi;
  • pelakunya sebagian besar termotivasi oleh idealisme yang cukup ketat.

Terorisme memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh kejahatan konvensional, yaitu dilakukan secara sistematis dan meluas serta terorganisir dengan rapi. Terorisme yang menggunakan senjata pemusnah massal membuat terorisme menjadi isu lintas negara dengan implikasi terhadap keamanan manusia secara besar-besaran.

Selain itu, hal yang paling penting dari kejahatan ini adalah adanya ideologi yang kuat yang mendasari teroris atau kelompok teroris untuk melakukan aksinya dengan tujuan menakut-nakuti kelompok masyarakat dan pemerintah dan agar pemerintah dapat mengikuti ideologi yang dianut oleh kelompok tersebut.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah istilah yang berasal dari kata Latin “humanitas” yang berarti kemanusiaan. Secara umum, kejahatan terhadap kemanusiaan dapat diartikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia secara berat dan sistematis, yang ditujukan terhadap populasi sipil, baik dalam konteks perang maupun damai. Kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk dalam kategori kejahatan internasional, yang diatur oleh hukum pidana internasional.

- Advertisement -

Kejahatan terhadap kemanusiaan pertama kali digunakan secara resmi dalam Deklarasi Bersama Sekutu pada tahun 1915 untuk mengutuk genosida Armenia oleh Turki Ottoman. Istilah ini kemudian diadopsi dalam hukum sebagai respons terhadap Holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman terhadap Yahudi dan kelompok lainnya selama Perang Dunia II. Kejahatan terhadap kemanusiaan menjadi salah satu dasar pengadilan militer internasional di Nürnberg dan Tokyo, yang mengadili para pemimpin Nazi dan Jepang yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan terhadap kemanusiaan kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam hukum internasional, terutama melalui Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977, yang mengatur perlindungan terhadap korban konflik bersenjata, serta Statuta Roma 1998, yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Menurut Pasal 7 Statuta Roma, kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis, mengetahui bahwa serangan tersebut ditujukan terhadap suatu populasi sipil, dalam bentuk:

  • pembunuhan;
  • pemusnahan;
  • perbudakan;
  • pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  • perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan dasar hukum internasional;
  • penyiksaan;
  • perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi
Share This Article