jlk – Halo, kisanak Kali ini kita akan membahas tentang sesuatu yang mungkin terasa asing, membosankan, atau bahkan menakutkan bagi sebagian orang. Ya, itu dia: hukum.
Apa sih hukum itu? Mengapa kita perlu hukum? Bagaimana hukum itu terbentuk? Siapa yang membuat hukum? Apa hubungannya hukum dengan kita?
Nah, pertanyaan-pertanyaan ini akan kita coba jawab. Yuk, kita mulai!
Hukum, Apa Sih Itu?
Sebelum kita masuk ke inti pembahasan, ada baiknya kita mengetahui dulu apa itu hukum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Hukum juga bisa berarti undang-undang, peraturan, atau kaidah yang mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Selain itu, hukum juga bisa berarti aturan umum yang menyatakan apa yang selalu terjadi ketika ada kondisi yang sama, seperti hukum fisika, hukum kimia, atau hukum biologi.
Terakhir, hukum juga bisa berarti keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan, atau yang biasa kita sebut vonis.
Dari pengertian-pengertian di atas, kita bisa melihat bahwa hukum itu ada di mana-mana, baik di alam, di masyarakat, maupun di lembaga negara.
Hukum itu penting untuk mengatur, mengikat, dan menjamin kehidupan kita agar berjalan dengan tertib, adil, dan sejahtera. Tanpa hukum, kita mungkin akan hidup dalam kekacauan, kekerasan, atau ketidakpastian.
Bayangkan saja, jika tidak ada hukum yang melarang mencuri, membunuh, atau merusak, apa yang akan terjadi? Atau, jika tidak ada hukum yang menjamin hak kita sebagai warga negara, apa yang akan kita lakukan?
Atau, jika tidak ada hukum yang menjelaskan fenomena alam, apa yang akan kita pahami? Nah, dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa hukum itu sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lalu Bagaimana Hukum Terbentuk?
Setelah kita tahu apa itu hukum, kita lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya: bagaimana hukum itu terbentuk? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat ke belakang, ke masa-masa awal keberadaan manusia di bumi.
Kita tahu bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri, tetapi harus hidup bersama dengan manusia lain. Dalam hidup bersama, tentu saja manusia memiliki berbagai kepentingan, kebutuhan, dan keinginan yang berbeda-beda.
Nah, di sinilah masalahnya. Bagaimana manusia bisa menyelaraskan kepentingan, kebutuhan, dan keinginan yang berbeda-beda itu tanpa menimbulkan konflik, ketegangan, atau kerugian?
Inilah yang melatarbelakangi lahirnya hukum. Hukum terbentuk karena adanya beberapa kepentingan manusia yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga butuh sebuah fasilitator untuk menjembatani kepentingan satu dengan yang lainnya agar dapat tercipta keadilan.
Kenyataan ini menjadikan manusia mulai berpikir secara rasional. Di berbagai komunitas (masyarakat) adat, hal ini menjadi pemikiran yang cukup serius.
Terbukti, kemudian mereka mengangkat pemangku (ketua) adat, yang biasanya memiliki ‘kelebihan’ tertentu untuk ‘menjembatani’ berbagai persoalan yang ada.
Dengan kondisi ini, ketua adat yang dipercaya oleh komunitasnya mulai menyusun pola kebijakan sebagai panduan untuk komunitas tersebut.
Panduan tersebut berisi aturan mengenai larangan, hukuman bagi yang melanggar larangan tersebut, serta bentuk-bentuk perjanjian lain yang sudah disepakati bersama. Proses inilah yang mengawali terjadinya konsep hukum di masyarakat.
Ini artinya, (komunitas) masyarakat adat sudah terlebih dahulu mengetahui arti dan fungsi hukum yang sebenarnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai hukum adat.
Dapat dirumuskan bersama, bahwa hukum adat merupakan hukum tertua yang hidup di masyarakat. Hanya saja, mayoritas hukum adat ini biasanya tidak tertulis. Inilah salah satu kelemahan hukum adat.
Apa yang terjadi pada masyarakat adat inilah yang kemudian menginspirasi manusia modern untuk melakukan hal serupa.
Sesuai dengan perkembangan zaman, masyarakat adat harus melakukan kontak dengan masyarakat adat yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kontak ini, tentu saja terjadi pertukaran budaya, termasuk hukum.
Masyarakat adat mulai mengenal hukum yang berbeda dari hukum mereka sendiri, yang mungkin lebih maju, lebih sistematis, atau lebih menguntungkan.
Mereka pun mulai meniru, menyesuaikan, atau menggabungkan hukum-hukum tersebut dengan hukum mereka sendiri. Hal ini terjadi terutama ketika mereka berhadapan dengan masyarakat yang lebih kuat, seperti bangsa-bangsa penjajah.
Mereka harus tunduk pada hukum yang dibawa oleh penjajah, yang biasanya berupa hukum tertulis, hukum positif, atau hukum kodifikasi.
Hukum-hukum ini berasal dari berbagai sumber, seperti hukum Romawi, hukum Islam, hukum Inggris, atau hukum Belanda. Hukum-hukum ini kemudian mempengaruhi hukum nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dari sini kita bisa melihat bahwa hukum itu terbentuk melalui proses yang panjang, kompleks, dan dinamis.
Hukum itu tidak statis, tetapi terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman, tempat, dan keadaan. Hukum itu juga tidak monolitik, tetapi terdiri dari berbagai lapisan, unsur, atau sumber yang saling berinteraksi, berkonflik, atau berintegrasi.
Hukum itu juga tidak netral, tetapi memiliki nilai, tujuan, dan fungsi yang berbeda-beda bagi berbagai pihak yang terlibat atau terpengaruh olehnya.
Hukum itu juga tidak sempurna, tetapi memiliki kelebihan, kekurangan, kelemahan, atau kekuatan yang harus terus dievaluasi, dikritisi, atau diperbaiki.