Menurut laman KPA, mafia tanah hadir karena berbagai alasan, seperti rendahnya pengawasan, minimnya penegakan hukum, dan praktik jual beli tanah yang tertutup.
Di samping itu, tanah menjadi salah satu instrumen investasi yang memiliki nilai ekonomi yang menggirukan juga menjadi salah satu penyebab maraknya mafia tanah.
Salah satu faktor utama yang memicu maraknya mafia tanah adalah rendahnya kepemilikan sertifikat tanah di Indonesia.
Menurut data BPN, hanya sekitar 60% tanah di Indonesia yang telah bersertifikat. Sisanya, masih berstatus tanah adat, tanah negara, atau tanah hak lainnya yang belum memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Tanah yang belum bersertifikat menjadi sasaran empuk bagi mafia tanah untuk menguasainya dengan berbagai cara.
Mereka bisa memanfaatkan ketidakjelasan status hukum, ketidaktahuan pemilik, atau bahkan kekerasan untuk mengambil alih tanah tersebut. Tanpa adanya sertifikat, klaim kepemilikan tanah menjadi sulit dibuktikan.
Selain itu, mafia tanah juga memanfaatkan celah hukum dan birokrasi yang ada di Indonesia. Mereka bisa bekerja sama dengan oknum-oknum yang bekerja di instansi pemerintah, pengadilan, atau aparat penegak hukum untuk mempermudah proses ilegal mereka. Mereka bisa mendapatkan informasi, dokumen, atau perlindungan dari oknum-oknum tersebut.
Faktor lain yang menjadi penyebab maraknya mafia tanah adalah tingginya permintaan akan tanah, terutama di daerah-daerah strategis, perkotaan, atau yang sedang berkembang.
Mafia tanah melihat potensi keuntungan besar dari tanah-tanah ini, sehingga mereka berusaha menguasai tanah tersebut dengan berbagai cara, baik legal maupun ilegal.