jlk – Program makan siang gratis yang diusung oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk Bank Dunia.
Lembaga keuangan internasional ini memberikan catatan penting terkait dampak program tersebut terhadap ekonomi Indonesia. Apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum mewujudkan program yang terdengar manis di telinga rakyat ini?
Program Makan Siang Gratis: Apa dan Bagaimana?
Program makan siang gratis adalah salah satu janji kampanye Prabowo-Gibran yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, khususnya ibu hamil, balita, dan anak-anak sekolah dari tingkat TK, SD, dan SMP.
Program ini dianggap sebagai salah satu program prioritas yang akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah sudah memiliki data mengenai jumlah penerima manfaat program ini, yang diperkirakan mencapai 60 juta orang.
Dengan anggaran sebesar Rp 15 ribu per anak per hari, program ini membutuhkan dana sekitar Rp 270 triliun per tahun. Jumlah tersebut belum termasuk anggaran untuk program susu gratis yang juga dijanjikan oleh Prabowo-Gibran.
Program makan siang gratis ini diharapkan dapat memberikan asupan gizi yang cukup bagi penerima manfaat, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selain itu, program ini juga dianggap dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, khususnya bagi keluarga miskin dan rentan.
Bank Dunia: Jangan Lupakan Defisit dan Stabilitas
Meskipun terlihat mulia dan menguntungkan, program makan siang gratis tidak bisa dilaksanakan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kondisi fiskal dan makroekonomi Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kähkönen, yang mengingatkan agar program tersebut tidak melewati batas atas defisit APBN yang ditetapkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kähkönen menekankan bahwa program makan siang gratis perlu disiapkan dengan matang, baik dari segi desain, implementasi, maupun pembiayaannya.
Selain itu, program tersebut juga harus dibandingkan dengan ketersediaan sumber daya yang ada, serta mempertimbangkan prioritas-prioritas lain yang juga penting bagi pembangunan Indonesia.
Bank Dunia juga memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan pada tahun ini, dari 5 persen menjadi 4,9 persen.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pandemi Covid-19, kenaikan harga pangan, dan ketidakpastian politik. Oleh karena itu, menjaga stabilitas fiskal dan makroekonomi adalah hal yang sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Mimpi atau Kenyataan?
Program makan siang gratis Prabowo-Gibran mungkin terdengar seperti mimpi yang indah bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Namun, mimpi tersebut tidak bisa diwujudkan dengan mudah tanpa mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait, baik dari sisi penerima manfaat, penyedia layanan, maupun pengawas anggaran.
Program ini juga tidak bisa dianggap sebagai solusi tunggal untuk mengatasi masalah kemiskinan dan gizi buruk di Indonesia.
Program ini harus didukung oleh program-program lain yang bersifat komprehensif dan terintegrasi, seperti peningkatan akses dan kualitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan air bersih, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Program makan siang gratis Prabowo-Gibran adalah sebuah visi yang patut diapresiasi, namun juga harus direalisasikan dengan bijak, cerdas, dan bertanggung jawab.
Sebagaimana pepatah mengatakan, tidak ada makan siang gratis di dunia ini. Semua ada harganya, dan kita harus siap membayarnya.
Demikian Kisanak.