BI Rate Tetap 6%, Apa Artinya Bagi Ekonomi Indonesia?

Alvin Karunia By Alvin Karunia
9 Min Read
indonesian rupiah, bank indonesia, coins
Photo by ASSY on Pixabay

Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu (17/1/2024) mendatang. Keputusan ini diambil di tengah kondisi inflasi yang rendah, nilai tukar rupiah yang stabil, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif.

Namun, apa sebenarnya dampak dari kebijakan BI Rate ini bagi perekonomian Indonesia? Apakah ini berarti BI tidak peduli dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19? Ataukah ini justru strategi jitu untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan?

BI Rate, Apa Itu?

BI Rate adalah suku bunga kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai acuan bagi bank-bank komersial dalam menentukan suku bunga kredit dan deposito.

BI Rate juga berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, BI Rate bisa diibaratkan sebagai harga uang. Semakin tinggi BI Rate, semakin mahal uang, dan sebaliknya.

- Advertisement -

BI Rate memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai instrumen untuk mengendalikan inflasi dan sebagai sinyal bagi pasar keuangan. Dengan menaikkan atau menurunkan BI Rate, Bank Indonesia bisa mengatur jumlah uang beredar di masyarakat, yang berdampak pada permintaan dan penawaran barang dan jasa, serta tingkat harga.

Selain itu, BI Rate juga bisa mempengaruhi ekspektasi dan perilaku pelaku pasar, seperti investor, eksportir, importir, dan konsumen, terhadap kondisi perekonomian dan kebijakan moneter.

BI Rate Tetap 6%, Mengapa?

Menurut survei Reuters terhadap 30 ekonom pada 5-11 Januari, memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan 6,00% untuk pertemuan ketiga berturut-turut. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:

  • Inflasi yang rendah dan terkendali. Per Desember 2023, inflasi berada di level 2,61% secara tahunan ( year-on-year /yoy). Angka ini turun lebih tajam dari yang diperkirakan. Hal ini sebagian disebabkan oleh kenaikan suku bunga bank sentral antara Agustus 2022 dan Oktober 2023 sebesar 250 basis poin secara kumulatif. Bank sentral memiliki target inflasi 2024 sebesar 1,5% hingga 3,5%, lebih rendah dari target 2023.
  • Nilai tukar rupiah yang stabil dan menguat. Nilai tukar rupiah tercatat menguat 0,44% terhadap dolar AS sepanjang tahun 2023, lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang masing-masing tercatat melemah, seperti peso Filipina (0,37%), rupee India (0,05%), dan baht Thailand (0,53%). Di samping kebijakan stabilisasi Bank Indonesia, berlanjutnya apresiasi nilai tukar rupiah didorong oleh masuknya aliran portofolio asing, menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, serta tetap positifnya prospek ekonomi.
  • Prospek pertumbuhan ekonomi yang positif. Perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh 4,7% hingga 5,5% pada 2024, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang berkisar 4,5% hingga 5,3%. Pemulihan ekonomi didukung oleh peningkatan permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga dan investasi, seiring dengan percepatan vaksinasi Covid-19, stimulus fiskal, dan reformasi struktural. Ekspor dan impor juga diperkirakan akan meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi global.

BI Rate Tetap 6%, Apa Dampaknya?

Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI Rate di angka 6% memiliki beberapa dampak bagi perekonomian Indonesia, baik positif maupun negatif, antara lain:

  • Positif:
    • Menjaga stabilitas makroekonomi. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia menunjukkan komitmennya untuk menjaga inflasi dalam sasaran dan nilai tukar rupiah stabil. Hal ini penting untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan kepercayaan investor. Selain itu, stabilitas makroekonomi juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
    • Memberikan ruang bagi kebijakan fiskal. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia memberikan sinyal bahwa kebijakan moneter tidak akan terlalu ketat atau longgar. Hal ini memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengoptimalkan kebijakan fiskal, seperti anggaran belanja, penerimaan, dan defisit, untuk mendukung pemulihan ekonomi. Bank Indonesia juga bisa berkoordinasi dengan pemerintah melalui mekanisme burden sharing untuk membiayai defisit anggaran dengan cara yang prudent dan transparan.
    • Mendorong efisiensi dan produktivitas sektor riil. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia mendorong sektor riil untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam menghadapi tantangan ekonomi. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan inovasi, diversifikasi, digitalisasi, dan transformasi bisnis. Bank Indonesia juga bisa memberikan dukungan melalui kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, dan edukasi keuangan.
  • Negatif:
    • Menyulitkan akses permodalan. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia membuat biaya modal tetap tinggi bagi sektor riil, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini bisa menghambat akses permodalan, baik dari perbankan maupun pasar modal. Padahal, permodalan adalah salah satu faktor penting untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan daya saing.
    • Menurunkan daya beli masyarakat. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia membuat suku bunga kredit dan deposito tetap tinggi. Hal ini bisa menurunkan daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang yang membutuhkan pembiayaan, seperti rumah, kendaraan, dan elektronik. Selain itu, suku bunga deposito yang tinggi juga bisa membuat masyarakat lebih memilih menabung daripada mengeluarkan uang untuk konsumsi.
    • Menimbulkan risiko volatilitas pasar. Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia membuat suku bunga domestik tetap tinggi dibandingkan dengan suku bunga internasional. Hal ini bisa menimbulkan risiko volatilitas pasar, terutama jika terjadi perubahan kebijakan moneter di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat. Jika the Fed menaikkan suku bunga, maka bisa terjadi arus balik modal dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang bisa menekan nilai tukar rupiah dan indeks saham.

BI Rate Tetap 6%, Apa Harapan Kedepannya?

Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan BI Rate di angka 6% tentu tidak bisa dipandang secara hitam putih. Ada sisi positif dan negatifnya, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Yang penting adalah bagaimana Bank Indonesia bisa mengambil keputusan yang tepat dan seimbang, sesuai dengan kondisi dan dinamika perekonomian yang berubah-ubah.

- Advertisement -

Untuk itu, ada beberapa harapan yang bisa disampaikan kepada Bank Indonesia, antara lain:

  • Mengoptimalkan koordinasi kebijakan. Bank Indonesia perlu mengoptimalkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lainnya, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Koordinasi ini penting untuk menciptakan sinergi dan efektivitas kebijakan, serta menghindari overlap dan konflik kebijakan. Misalnya, Bank Indonesia bisa berkoordinasi dengan OJK dalam pengawasan dan regulasi perbankan, atau dengan LPS dalam penjaminan simpanan.
  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Bank Indonesia perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan kebijakan. Hal ini bisa dilakukan dengan menyampaikan informasi yang jelas, lengkap, dan tepat waktu kepada publik, serta melakukan evaluasi dan audit secara berkala. Transparansi dan akuntabilitas ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor terhadap Bank Indonesia.
  • Mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Bank Indonesia perlu mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan kebijakan. Misalnya, Bank Indonesia bisa mendorong perbankan untuk memberikan kredit kepada sektor-sektor yang ramah lingkungan, atau memberikan insentif kepada bank-bank yang memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) yang baik.

Dengan BI Rate tetap 6%, Bank Indonesia menunjukkan komitmennya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pemulihan ekonomi.

Namun, tantangan ke depan masih banyak, mulai dari risiko inflasi, volatilitas nilai tukar, hingga pemulihan ekonomi yang belum merata. Untuk itu, Bank Indonesia perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan dinamika perekonomian yang berubah-ubah.

- Advertisement -

Semoga artikel ini bisa memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang BI Rate dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia. Selamat membaca dan semoga bermanfaat!

Share This Article