Perbedaan BI dan OJK dalam Pengaturan dan Pengawasan Bank

Alvin Karunia By Alvin Karunia
7 Min Read
credit cards, denim, jeans

Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah dua lembaga negara yang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Namun, banyak masyarakat yang masih bingung mengenai perbedaan tugas dan wewenang kedua lembaga ini, terutama dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Apa saja perbedaan BI dan OJK dalam pengaturan dan pengawasan bank? Simak ulasan berikut ini.

Bank Indonesia: Bank Sentral yang Menjaga Stabilitas Nilai Rupiah

BI adalah bank sentral Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kebijakan moneter dan perbankan di Indonesia. BI memiliki tujuan untuk mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, BI memiliki tiga pilar penopang tugas utamanya, yaitu:

  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan uang, suku bunga, nilai tukar, likuiditas, lalu lintas devisa, dan cadangan devisa negara. Kebijakan moneter bertujuan untuk mengendalikan inflasi, menjaga keseimbangan neraca pembayaran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran adalah sistem yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran antara pelaku ekonomi, baik melalui uang tunai maupun non tunai. Sistem pembayaran harus berjalan lancar, aman, efisien, dan andal agar dapat mendukung kelancaran kegiatan ekonomi dan keuangan. BI berwenang untuk melaksanakan, mengatur, mengawasi, dan mengembangkan sistem pembayaran di Indonesia, termasuk jasa transfer dana, kliring, penyelesaian, dan penyimpanan uang elektronik.
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Risiko sistemik adalah risiko yang timbul akibat ketidakseimbangan atau gangguan pada sektor keuangan atau ekonomi makro yang dapat menular ke sektor lain dan menyebabkan krisis. Kebijakan makroprudensial bertujuan untuk memperkuat ketahanan permodalan, mencegah leverage berlebihan, mengelola fungsi intermediasi, dan memitigasi risiko kredit, likuiditas, nilai tukar, suku bunga, dan risiko lainnya yang berpotensi menjadi risiko sistemik.

Dalam konteks perbankan, BI memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi perbankan yang bersifat makroprudensial, yaitu pengaturan dan pengawasan yang berfokus pada kesehatan dan stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan, bukan pada kesehatan dan stabilitas bank per bank. BI juga berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap bank dan lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan dengan bank jika diperlukan untuk meyakini risiko sistemik yang bersumber dari kegiatan usaha bank. Selain itu, BI juga berwenang untuk menyediakan dana untuk bank dalam rangka menjalankan fungsi lender of the last resort, yaitu fungsi sebagai pemberi pinjaman terakhir bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

- Advertisement -

Otoritas Jasa Keuangan: Lembaga Pengatur dan Pengawas Industri Jasa Keuangan

OJK adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang OJK. OJK dibentuk dengan tujuan agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, OJK memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

  • Menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan meliputi perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi berarti OJK menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang untuk membuat peraturan, melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap seluruh pelaku industri jasa keuangan di Indonesia.
  • Memelihara stabilitas sistem keuangan secara aktif dengan kewenangannya. Stabilitas sistem keuangan adalah kondisi di mana sistem keuangan dapat berfungsi dengan baik sebagai penyalur dana, pengelola risiko, dan penstabil perekonomian. OJK berperan menjaga tingkat kesehatan lembaga jasa keuangan termasuk perbankan sesuai dengan prinsip dan standar yang diajukan dan dengan melakukan pengaturan serta pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan yang berada di lingkup pengawasan OJK. OJK juga berperan melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan, yaitu kelompok usaha yang memiliki kegiatan usaha di sektor jasa keuangan dan sektor lainnya yang saling berkaitan dan berpengaruh. OJK melaksanakan fungsi ini bersama-sama dengan menteri keuangan, BI, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.
  • Memberikan perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat. Konsumen dan masyarakat adalah pihak yang menggunakan atau memanfaatkan jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga jasa keuangan. Perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat meliputi perlindungan hukum, perlindungan keuangan, dan perlindungan non keuangan. OJK berwenang untuk mengatur dan mengawasi perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan pelindungan konsumen. OJK juga berwenang untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen dan lembaga jasa keuangan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa.

Dalam konteks perbankan, OJK memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi perbankan yang bersifat mikroprudensial, yaitu pengaturan dan pengawasan yang berfokus pada kesehatan dan stabilitas bank per bank, bukan pada kesehatan dan stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan. OJK juga berwenang untuk melakukan perizinan, pemeriksaan, dan pengenaan sanksi terhadap bank. Wewenang OJK dalam mengatur dan mengawasi perbankan meliputi hal-hal yang berhubungan dengan:

  • Pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
  • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.

Share This Article