Cuaca Ekstrem di Indonesia: Akibat Perubahan Iklim atau Hanya Mitos?

Alvin Karunia By Alvin Karunia
10 Min Read
thermometer, summer, hot
Photo by geralt on Pixabay

Indonesia, sebagai negara kepulauan di garis khatulistiwa, memiliki iklim tropis yang hangat dan lembap sepanjang tahun. Namun, iklim yang seharusnya menjadi kekayaan alam ini kini terancam oleh perubahan iklim global yang membuat cuaca semakin tidak menentu dan ekstrem.

Perubahan iklim adalah perubahan kondisi iklim rata-rata atau variabilitas iklim dalam jangka waktu yang panjang, biasanya puluhan, ratusan, atau ribuan tahun.

Perubahan iklim dapat disebabkan oleh faktor alami, seperti variasi orbit bumi, aktivitas gunung berapi, atau variasi matahari, maupun faktor manusia, seperti emisi gas rumah kaca, penggundulan hutan, atau polusi udara.

Perubahan iklim mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di bumi, termasuk cuaca. Cuaca adalah kondisi atmosfer di suatu tempat dan waktu tertentu, seperti suhu, kelembapan, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan, atau awan.

- Advertisement -

Cuaca dapat berubah-ubah dalam waktu singkat, dari jam ke jam, hari ke hari, atau minggu ke minggu.

Cuaca ekstrem adalah cuaca yang menyimpang jauh dari kondisi normal atau rata-rata, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi manusia, hewan, tumbuhan, atau lingkungan.

Cuaca ekstrem dapat berupa hujan lebat, banjir, kekeringan, gelombang panas, gelombang dingin, badai, angin kencang, puting beliung, gempa bumi, tsunami, atau erupsi gunung berapi.

Perubahan iklim membuat anomali cuaca semakin parah. Anomali cuaca adalah penyimpangan cuaca dari kondisi normal atau rata-rata, yang dapat berupa lebih tinggi, lebih rendah, lebih basah, lebih kering, lebih hangat, atau lebih dingin dari biasanya.

Anomali cuaca dapat dipicu oleh fenomena iklim berskala global, regional, atau lokal, seperti El Nino, La Nina, Indian Ocean Dipole, Madden-Julian Oscillation, atau Monsun Asia.

- Advertisement -

Di Indonesia, perubahan iklim membuat cuaca dan kejadian ekstrem semakin sulit diprediksi. Contohnya, fenomena iklim El Nino 2023-2024 yang menyebabkan pemanasan suhu menunda musim hujan di Indonesia hingga awal Januari 2024, atau sekitar lima dasarian (sekitar 50 hari) dari kondisi normal.

Rekor tersebut melampaui penundaan musim hujan saat El Nino terparah yang pernah tercatat melanda Indonesia pada 1997-1998 (2-3 dasarian).

Perubahan iklim juga membuat cuaca ekstrem semakin intens. Misalnya, iklim yang berubah dapat menambah kecepatan angin dari 5 meter menjadi 10 meter per detik sehingga dampaknya lebih merusak.

- Advertisement -

Kita perlu mengetahui cuaca ekstrem apa saja yang kerap terjadi di Indonesia agar bisa mengantisipasi risiko ke depannya di tengah perubahan iklim.

Setidaknya ada tiga cuaca ekstrem di Indonesia dalam skala menengah atau meso (sekitar 2-2000 km) yang perlu kita waspadai, yaitu squall line, bow echo, dan mesoscale convective complex (MCC).

Squall Line: Garis Awan yang Membawa Badai

Seperti namanya, squall line adalah fenomena cuaca ekstrem berbentuk garis memanjang. Garis ini terbentuk dari awan kumulonimbus yang terus memanjang hingga menyerupai landasan pesawat, lalu bertemu dengan awan serupa.

Seiring perjalanannya, pertemuan kedua awan ini menciptakan energi yang dahsyat. Squall line yang terjadi di laut bahkan dapat menciptakan hempasan badai (storm surge) lalu membawa angin kencang dan rob ke daerah pesisir.

Squall line yang terbentuk dari Sumatra bagian selatan lalu menjalar ke selat Sunda hingga Bali. (Author provided)

Banjir rob yang melanda kawasan pantai utara maupun pantai selatan Jawa hingga Bali pada akhir Mei hingga Juni 2020, misalnya, terbentuk karena squall line. Saat itu Brebes, daerah di Jawa Tengah, diklaim mengalami banjir rob terbesar sepanjang sejarah.

Fenomena ini bahkan menciptakan gelombang tinggi yang berisiko menimbulkan abrasi di kawasan pesisir dan merusak infrastruktur seperti tanggul ataupun jembatan.

Dari mana squall line ini muncul? Kami dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional merekam perjalanan squall line saat itu terbentuk di Sumatra bagian tengah.

Awalnya, kami mengira squall line akan meluruh atau menyeberang ke arah Selat Malaka yang berada antara Malaysia dan Pulau Sumatra. Ternyata squall line saat itu malah bertahan lalu mengarah ke Selat Sunda dan berlangsung lebih dari 24 jam.

Ini menandakan betapa dahsyatnya energi badai dari squall line saat itu karena bisa mengambil energi dari sekitar beberapa kali untuk memperkuat dirinya dan melanjutkan perjalanan sampai Bali.

Lantas, berapa kecepatan squall line tersebut untuk menyeberang dari Sumatra ke Jawa? Perhitungan kami sekitar enam jam. Jadi, jika squall line terbentuk pada dini hari, warga di Banten dan Jawa Barat perlu bersiap-siap sejak pagi untuk menghadapi badai dan gelombang tinggi.

Bow Echo: Bumerang yang Membawa Puting Beliung

Bow echo adalah fenomena cuaca ekstrem squall line tapi melengkung seperti busur atau bumerang.

Lengkungan inilah yang perlu kita waspadai. Sebab, lengkungan terjadi karena ada pusaran angin di kedua ujung garis, yakni pusaran siklon (berlawanan dengan arah jarum jam) dan antisiklon (searah jarum jam). Bayangkan betapa parahnya daya rusak dari bow echo akibat dua pusaran yang berpasangan ini.

Proses terjadinya bow echo yang menyebabkan hujan ekstrem di Cimenyan, Bandung. (Author provided)

Bukan hanya siklon, di kedua ujungnya, bow echo juga biasanya mengandung awan downburst di bagian tengah atau lengkungannya. Awan ini menumpahkan hujan yang sangat deras dengan tempo amat cepat di suatu tempat.

Besarnya energi bow echo menghasilkan angin puting beliung yang begitu destruktif. Ini kami amati dari rekonstruksi kejadian bow echo di Cimenyan, Bandung, pada Mei 2021 (riset sedang dalam proses telaah). Saat itu, sang bumerang yang berkecepatan 56 km/jam merusak sekitar 361 rumah.

Mesoscale Convective Complex: Bulatan Awan yang Membawa Banjir

Mesoscale convective complex (MCC) adalah fenomena cuaca ekstrem yang sering terjadi pada akhir tahun lalu di Pulau Jawa.

MCC terbentuk dari kluster-kluster awan yang saling bergabung lalu membentuk satu bulatan. Kluster ini pada awalnya hanya berskala kecil kemudian perlahan-lahan membesar. MCC dapat menciptakan hujan ekstrem selama tiga hari berturut-turut.

Contoh fenomena MCC terjadi di Bandung raya, Jawa Barat, pada 23-25 Maret 2021. Banjir ini menyebabkan 4.161 rumah di Kabupaten Bandung terendam.

Perjalanan berkumpulnya kluster awan yang mengakibatkan hujan ekstrem di sekitar Bandung raya selama tiga hari berturut-turut pada Maret 2021. (Author provided)

Kluster awan juga bisa terbentuk lebih dari satu kumpulan dalam waktu bersamaan, atau bias

a yang disebut multi-cell. Multi-cell ini dapat menciptakan hujan ekstrem di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.

Antisipasi dan Adaptasi

Menghadapi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, kita perlu melakukan antisipasi dan adaptasi. Antisipasi dapat dilakukan dengan memantau perkembangan cuaca dan iklim melalui berbagai sumber informasi, seperti BMKG, aplikasi cuaca, atau media massa.

Kita juga perlu memahami pola cuaca dan iklim di tempat kita tinggal, dan mengetahui tanda-tanda cuaca ekstrem, seperti awan gelap, angin kencang, atau suara gemuruh.

Adaptasi dapat dilakukan dengan merubah perilaku atau kebiasaan kita, seperti menggunakan payung atau jas hujan saat cuaca buruk, menanam pohon untuk mengurangi dampak banjir, atau membangun rumah yang tahan gempa.

Kita juga perlu mempersiapkan diri dan keluarga kita untuk menghadapi cuaca ekstrem, seperti menyimpan makanan dan air bersih, memiliki kotak P3K, atau mengetahui jalur evakuasi.

Selain itu, kita juga perlu berpartisipasi dalam upaya mitigasi perubahan iklim, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca, menjaga kelestarian hutan, atau menggunakan energi terbarukan.

Kita juga perlu mendukung kebijakan pemerintah dan organisasi internasional dalam mengatasi perubahan iklim, seperti Paris Agreement, Green New Deal, atau Sustainable Development Goals.

Perubahan iklim adalah tantangan global yang membutuhkan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, masyarakat, maupun individu.

Dengan pengetahuan, kesadaran, dan tindakan yang tepat, kita dapat melindungi diri kita, keluarga kita, dan planet kita dari dampak negatif perubahan iklim.

Mari kita bersama-sama berjuang untuk iklim yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah. Terima kasih telah membaca. Semoga bermanfaat!

Share This Article