Cucu Suharto, siapa dia? Mungkin sebagian besar dari kita tidak mengenal sosok ini. Tapi jika kita menyebut nama kakeknya, yaitu Suharto, mantan presiden kedua Republik Indonesia yang berkuasa selama 32 tahun, pasti kita langsung tahu siapa dia. Ya, Cucu Suharto adalah Darma Mangkuluhur Hutomo, salah satu anak dari Tommy Soeharto, putra bungsu Suharto yang pernah terlibat kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita.
Darma, yang kini berusia 25 tahun, ternyata tidak mau kalah dengan ayah dan kakeknya dalam berbisnis. Ia menjabat sebagai komisaris PT Intra GolfLink Resorts (IGR), sebuah perusahaan yang mengelola sejumlah lapangan golf di Indonesia. IGR adalah bagian dari grup bisnis Cendana, yang merupakan nama julukan keluarga Suharto.
Darma mengaku bahwa bisnis golf sedang mengalami peningkatan permintaan di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Ia mengklaim bahwa jumlah pengunjung yang datang dan bermain di lapangan golf milik IGR meningkat sekitar 40% dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Ia juga mengatakan bahwa IGR memiliki visi untuk menjadi pemain utama dalam industri pariwisata dan properti terpadu dan inovatif di Tanah Air.
Untuk mewujudkan visinya itu, Darma tidak main-main. Ia menyiapkan dana investasi sebesar Rp 1,2 triliun hingga 2027 untuk membangun lapangan golf baru dan sejumlah properti di sekitarnya, seperti villa, hotel, dan fasilitas komersial lainnya. Salah satu proyek yang sedang digarap adalah lapangan golf baru di Sentul, Bogor, yang berdiri di atas lahan seluas 70 hektare. Lokasinya sekitar 9 km dari Palm Hills Golf Club, Sentul, yang sudah beroperasi sejak 1993.
Darma juga tidak menutup kemungkinan untuk mencari pendanaan di pasar modal. Ia mengatakan bahwa IGR sedang menjajaki peluang untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Ia berharap bahwa IPO bisa membantu IGR untuk meningkatkan kinerja keuangan dan memperluas jaringan bisnisnya.
Namun, apakah bisnis golf yang digeluti Darma benar-benar menguntungkan dan berpotensi? Apakah IGR bisa bersaing dengan pemain lain di industri yang sama? Apakah IPO IGR bisa menarik minat investor? Dan yang terpenting, apakah bisnis golf yang dikembangkan Darma bisa memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia?
Bisnis golf memang memiliki prospek yang cukup cerah di Indonesia, mengingat jumlah pegolf di Indonesia masih terbilang sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut data Persatuan Golf Indonesia (PGI), jumlah pegolf di Indonesia sekitar 500 ribu orang, atau hanya sekitar 0,2% dari total penduduk Indonesia. Bandingkan dengan Amerika Serikat, yang memiliki sekitar 24 juta pegolf, atau sekitar 7% dari total penduduknya.
Selain itu, bisnis golf juga bisa memberikan multiplier effect bagi sektor-sektor lain, seperti pariwisata, properti, transportasi, dan ritel. Menurut studi yang dilakukan oleh KPMG, setiap lapangan golf di Indonesia bisa menyerap sekitar 300-400 tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Lapangan golf juga bisa meningkatkan nilai tanah di sekitarnya, sehingga bisa menarik pengembang properti untuk membangun hunian, hotel, dan fasilitas lainnya.
Namun, bisnis golf juga memiliki tantangan dan risiko yang tidak kecil. Salah satunya adalah biaya operasional yang tinggi, terutama untuk perawatan lapangan dan fasilitasnya. Selain itu, bisnis golf juga membutuhkan lahan yang luas, yang bisa menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar atau pihak-pihak lain yang memiliki klaim atas lahan tersebut. Contohnya adalah kasus sengketa lahan antara PT Lido Nirwana Parahyangan, yang merupakan anak usaha MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo, dengan warga Kampung Cibeureum, Sukabumi, Jawa Barat.
Bisnis golf juga harus menghadapi persaingan yang ketat, baik dari pemain lokal maupun asing. Menurut data PGI, saat ini ada sekitar 150 lapangan golf yang beroperasi di Indonesia, dengan mayoritas berada di Pulau Jawa. Beberapa pemain besar di industri ini antara lain adalah PT Jababeka Golf & Country Club, PT Damai Indah Golf, PT Ciputra Golf Club & Hotel, dan PT Bali Nirwana Resort.
Selain itu, bisnis golf juga harus beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen, terutama di masa pandemi Covid-19. Meskipun permintaan golf meningkat, tetapi konsumen juga lebih selektif dan sensitif terhadap harga, kualitas, dan keamanan. Oleh karena itu, pemain golf harus terus berinovasi dan meningkatkan pelayanan agar bisa mempertahankan loyalitas konsumen.
Terakhir, bisnis golf juga harus memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Bisnis golf tidak bisa lepas dari isu-isu seperti ketimpangan sosial, hak asasi manusia, korupsi, dan kerusakan lingkungan. Beberapa contoh kasus yang pernah terjadi adalah kasus dugaan korupsi dalam pembangunan lapangan golf di Hambalang, Bogor, yang melibatkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, dan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam pembangunan lapangan golf di Tanjung Benoa, Bali, yang melibatkan PT Tirta Wahana Bali International, yang merupakan anak usaha Bakrie Group.
Oleh karena itu, bisnis golf harus bertanggung jawab dan transparan terhadap semua pihak yang terkait, termasuk pemerintah, masyarakat, konsumen, karyawan, dan lingkungan. Bisnis golf harus mematuhi peraturan dan standar yang berlaku, serta berkontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa bisnis golf yang digeluti Darma Mangkuluhur Hutomo adalah bisnis yang menjanjikan, tetapi juga penuh dengan tantangan dan risiko. IGR harus bisa membuktikan bahwa ia mampu bersaing dengan pemain lain, serta memberikan nilai tambah bagi rakyat Indonesia. IPO IGR juga harus bisa meyakinkan investor bahwa IGR adalah perusahaan yang sehat, profesional, dan bertanggung jawab.
Namun, yang lebih penting adalah, bisnis golf yang dikembangkan Darma harus bisa lepas dari bayang-bayang keluarga Cendana, yang selama ini identik dengan korupsi, nepotisme, dan kekuasaan. Darma harus bisa menunjukkan bahwa ia adalah seorang pengusaha muda yang mandiri, kreatif, dan berintegritas. Darma harus bisa membawa nama baik keluarganya, bukan sebaliknya.
Cucu Suharto turun gunung, apakah ia akan menjadi berkah atau bencana bagi Indonesia? Kita tunggu saja.