Dari Pesta ke Kelaparan: Ramadan Paling Suram di Gaza di Tengah Perang Israel

rasyiqi By rasyiqi - Writer, Digital Marketer
3 Min Read

jlk – Ramadan, bulan suci bagi umat Islam, telah tiba dengan ironi yang kejam bagi penduduk Gaza. Bulan di mana umat Islam berpuasa selama siang hari telah tiba di tengah ancaman kelaparan yang semakin dekat.

Penduduk Gaza telah bertahan selama lima bulan perang. Hampir seluruh populasi sudah bergantung pada bantuan makanan untuk bertahan hidup.

Kehidupan di Tengah Perang

Perang antara Israel dan Hamas yang dimulai pada 7 Oktober telah merusak infrastruktur makanan dan lahan pertanian di seluruh wilayah.

Badan global yang bertanggung jawab untuk mendeklarasikan kelaparan, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), melaporkan pada hari Senin bahwa 1,1 juta orang – hampir setengah populasi Gaza – sudah kelaparan dan sisanya bisa mengalami kelaparan pada Juli.

- Advertisement -

Ramadan Tanpa Kegembiraan

Di Gaza, musim yang biasanya penuh kegembiraan ditandai dengan pertemuan di atas makanan tradisional dan doa berjamaah tidak bisa dikenali.

Rumah-rumah yang biasanya dihiasi dengan lampu telah berubah menjadi puing-puing, dan meja yang biasanya dikelilingi oleh keluarga dan penuh dengan makanan kosong.

Di tengah krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di enklave, di mana lebih dari 31.000 orang telah tewas dan lebih dari 25 orang telah mati karena kelaparan.

Menurut pejabat Gaza, banyak Muslim yang mencari perlindungan di Tuhan dan mengamati puasa sebagai bukti iman mereka yang tak tergoyahkan di tengah kesulitan yang mendalam.

Tradisi yang Hilang dan Kelaparan yang Mengintai

Pada hari pertama Ramadan, Salem Sbeta, 48, dan keluarganya biasanya makan ayam dan molokhia, semur yang terbuat dari daun jute.

- Advertisement -

Belanja dan persiapan untuk Ramadan biasanya dimulai sebulan sebelumnya dan termasuk menghias rumah dan membeli bahan-bahan untuk manisan tradisional, seperti qatayef — pancake manis isi — untuk dimakan setelah matahari terbenam.

Namun, tahun ini, semua itu berubah. “Biasanya kami semua berkumpul, seluruh keluarga bersamaku,” kata Sbeta, yang mengungsi dari Al Shuja’iyya, sebuah lingkungan di Kota Gaza, ke Rafah.

Kesimpulan

Dengan kondisi yang semakin memburuk, warga Gaza menghadapi Ramadan yang paling suram di tengah perang dengan Israel.

- Advertisement -

Dengan kelaparan yang semakin mengintai dan tradisi yang hilang, bulan suci ini membawa lebih banyak penderitaan daripada kegembiraan.

Namun, di tengah semua ini, iman mereka tetap teguh, menunjukkan kekuatan dan ketahanan yang luar biasa di tengah kesulitan yang mendalam.

Share This Article