Dua Visi, Satu Tujuan: Reunifikasi Korea dalam Pandangan Kim Jong-Un dan Yoon Suk-yeol

zajpreneur By zajpreneur
4 Min Read
Dari Musuh Besar hingga Harapan Reunifikasi: Perjalanan Korea Selatan dan Utara
Dari Musuh Besar hingga Harapan Reunifikasi: Perjalanan Korea Selatan dan Utara

jlk – Reunifikasi Korea adalah mimpi yang sudah lama diharapkan oleh banyak orang, baik di Korea Selatan maupun Korea Utara.

Namun, mimpi itu tampaknya semakin sulit terwujud, mengingat hubungan kedua negara yang semakin memburuk akibat perbedaan ideologi, kepentingan, dan ambisi.

Di tengah ketegangan yang meningkat, dua tokoh utama dari masing-masing Korea saling beradu kekuatan dan strategi untuk merebut hati rakyat Korea dan dunia: Kim Jong-Un dan Yoon Suk-yeol.

Kim Jong-Un adalah pemimpin tertinggi Korea Utara yang dikenal sebagai sosok yang keras, otoriter, dan tak kenal kompromi.

- Advertisement -

Ia mewarisi kekuasaan dari ayahnya, Kim Jong-Il, yang juga mewarisi kekuasaan dari kakeknya, Kim Il-Sung. Dengan kata lain, Kim Jong-Un adalah produk dari dinasti komunis yang telah memerintah Korea Utara sejak tahun 1948.

Ia bertanggung jawab atas program nuklir dan rudal balistik Korea Utara yang menjadi ancaman bagi keamanan regional dan global. Ia juga dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang parah terhadap rakyatnya, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan pemiskinan.

Yoon Suk-yeol adalah presiden Korea Selatan yang terpilih pada Mei 2023, menggantikan pendahulunya, Moon Jae-in, yang beraliran liberal. Yoon adalah mantan jaksa agung yang dikenal sebagai sosok yang tegas, berani, dan bersih.

Ia memenangkan pemilihan presiden dengan mengusung visi reformasi hukum, pemberantasan korupsi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ia juga berkomitmen untuk memperkuat aliansi dengan Amerika Serikat dan Jepang, serta menghadapi tantangan dari Korea Utara dengan cara yang lebih tegas dan realistis.

Kedua pemimpin ini memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang reunifikasi Korea. Kim Jong-Un menganggap Korea Selatan sebagai musuh yang harus dihancurkan atau diserap ke dalam sistem komunis Korea Utara.

- Advertisement -

dia menolak segala bentuk dialog atau kerja sama dengan Korea Selatan, dan bahkan mengancam akan melancarkan perang nuklir jika Korea Selatan berani menyerang Korea Utara. Ia juga menutup semua saluran komunikasi dan kerja sama antara kedua Korea, termasuk yang berkaitan dengan unifikasi dan turis.

Yoon Suk-yeol, di sisi lain, menganggap Korea Utara sebagai saudara yang harus dipersatukan dengan Korea Selatan dalam sistem demokrasi dan pasar bebas.

Ia meminta dukungan dari komunitas internasional untuk mewujudkan reunifikasi Korea, dan mengatakan bahwa upaya unifikasi harus menjadi sumber harapan dan secercah sinar bagi rakyat Korea Utara.

- Advertisement -

dia juga bersedia melakukan dialog dan kerja sama dengan Korea Utara, asalkan Korea Utara bersedia menghentikan program nuklir dan rudalnya, serta menghormati hak asasi manusia.

Pertarungan antara Kim Jong-Un dan Yoon Suk-yeol ini bukan hanya pertarungan antara dua individu, tetapi juga antara dua sistem, dua ideologi, dan dua visi.

Pertarungan ini juga menentukan nasib dan masa depan Korea, yang telah terbagi menjadi dua sejak akhir Perang Korea pada tahun 1953. Pertarungan ini juga berdampak pada stabilitas dan perdamaian di Asia Timur dan dunia.

Share This Article