Gelombang Cinta Redup di Negeri K-Drama dan Para Wibu

Noer Huda By Noer Huda
3 Min Read
Gelombang Cinta Redup di Negeri K-Drama dan Para Wibu
Gelombang Cinta Redup di Negeri K-Drama dan Para Wibu

jlk – Jika biasanya kita mengenal drama Korea Selatan dan Jepang sebagai tontonan yang menghibur, kini kedua negara ini tengah menjadi pusat perhatian dengan sebuah drama cinta yang tak biasa.

Tidak, bukan drama biasa di layar kaca, melainkan krisis seks yang memengaruhi tingkat kelahiran. Mari kita sambangi kisah-kisah di balik penurunan angka kelahiran yang merajalela di kedua negara ini.

Jepang, negara yang terkenal dengan teknologinya, ternyata memiliki sisi lain yang tidak seindah robot-robot canggihnya.

Menurut CBS News, krisis seks di Jepang bersumber dari keterbatasan peluang kerja. Jam kerja yang panjang membuat pasangan kesulitan berkomunikasi, sehingga generasi muda enggan menikah dan memperluas populasi.

- Advertisement -

Ketidakpastian finansial dan pekerjaan paruh waktu menjadi bumbu penyedap dalam drama ini.

Menurut penelitian Peter Ueda di Tokyo, laki-laki dengan pekerjaan paruh waktu berisiko tidak berpengalaman secara heteroseksual. Sementara itu, yang nganggur memiliki risiko krisis seks yang lebih tinggi. Bagaimana bisa mencari nafkah ketika cinta sendiri masih berada dalam bayang-bayang ketidakpastian?

Guardian menyebutkan bahwa perempuan Jepang enggan menikah karena tekanan keluarga. Dalam tradisi Jepang, setelah menikah, perempuan diharapkan untuk menangani anak dan keluarga, sehingga banyak yang memilih berhenti bekerja.

Survei menunjukkan bahwa ketidaktertarikan pada pernikahan muncul, terutama di kalangan perempuan yang tidak ingin sendirian menangani segala urusan rumah tangga.

Mengutip Mainichi, penurunan angka kelahiran bukan karena biaya anak, melainkan karena asmara dianggap tabu sebelum menikah. Apakah cinta sejati harus menunggu di balik pintu pernikahan? Pertanyaan ini menjadi poin seru dalam perjalanan cinta di Negeri Matahari Terbit.

- Advertisement -

Korea Selatan, juga tidak luput dari krisis seks yang membuat tingkat kesuburan menurun. Melalui laporan Associated Press, kita akan memasuki dunia di mana anak muda Korea Selatan menolak menjadi pemeran utama dalam drama keluarga.

Ketidakpastian pekerjaan, biaya hidup yang tinggi, dan kesenjangan gender membuat banyak anak muda Korea Selatan menolak wajib memiliki keluarga. Mereka meragukan apakah anak-anak bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan orang tua mereka.

Budaya patriarki yang masih kental di Korea Selatan membuat perempuan harus bekerja sambil mengasuh anak, sementara laki-laki tidak memiliki tanggung jawab serupa.

- Advertisement -

Diskriminasi di tempat kerja juga menjadi masalah serius. Dalam drama ini, banyak perempuan yang merasa sulit berkonsentrasi di tempat kerja jika harus mengurus anak.

Tentunya, dalam drama cinta ini, tantangan ekonomi dan budaya menjadi penghalang utama bagi kelahiran cinta sejati. Kedua negara perlu mencari solusi agar cerita cinta mereka tidak berakhir tragis dengan penurunan populasi.

Mungkin saatnya bagi Jepang dan Korea Selatan untuk menulis ulang skenario cinta mereka dan menemukan jalan keluar dari krisis seks yang melanda.

Share This Article