Generasi yang Hilang: Larangan Sekolah bagi Anak Perempuan di Afghanistan

zajpreneur By zajpreneur
3 Min Read
brown wooden bench near white wall
Photo by Javas rabni on Unsplash

jlk – Pada suatu hari yang cerah, bayangkanlah Anda berada di sebuah kota di Afghanistan. Udara pagi yang segar, langit biru yang cerah, dan suara anak-anak yang riang bermain di jalan-jalan sempit.

Tapi tunggu, ada yang aneh. Mengapa hanya anak laki-laki yang tampak bermain dan berlarian? Mengapa tidak ada anak perempuan?

Lebih dari 330.000 anak perempuan di Afghanistan dilarang melanjutkan studi mereka di tingkat SMP tahun ini. Mereka adalah generasi muda yang bersemangat, penuh harapan dan impian, namun sayangnya, pintu pendidikan mereka ditutup rapat oleh Taliban.

Tiga tahun berturut-turut, anak perempuan di Afghanistan dilarang mengikuti kelas menengah. Bayangkan, tiga tahun tanpa pendidikan, tiga tahun tanpa guru, tiga tahun tanpa teman sekelas. Bagaimana perasaan mereka? Bagaimana masa depan mereka?

- Advertisement -

Zainab, 13 tahun, adalah salah satu dari mereka yang tidak akan bersekolah pada tahun ajaran baru bulan ini. Dia adalah anak yang cerdas, berprestasi, dan memiliki mimpi besar.

Namun, semua itu terhenti ketika Taliban mengambil alih kekuasaan dan melarang anak perempuan menempuh pendidikan setelah kelas 6 SD.

Namun, Zainab tidak sendiri. Ada ratusan ribu anak perempuan lainnya yang mengalami nasib yang sama. Mereka adalah generasi yang hilang, generasi yang dilarang belajar, generasi yang dilarang bermimpi.

Taliban telah melarang perempuan untuk bersekolah di sekolah menengah atau universitas sejak mereka menguasai Afghanistan tahun 2021. Keputusan ini telah merusak masa depan ratusan ribu anak perempuan dan juga masa depan Afghanistan itu sendiri.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui juru bicaranya Stephane Dujarric, menggambarkan, langkah Taliban itu sebagai tindakan yang sangat merusak bagi anak perempuan dan masa depan Afghanistan.

- Advertisement -

“Kegagalan otoritas membuka kembali sekolah bagi anak perempuan, meskipun ada komitmen berulang, merupakan kekecewaan yang mendalam dan sangat merusak bagi Afghanistan,” kata Dujarric.

Namun, meski situasinya tampak suram, harapan masih ada. Ada banyak organisasi dan individu yang berjuang untuk hak pendidikan anak perempuan di Afghanistan. Mereka percaya bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia dan tidak boleh dilarang bagi siapa pun, termasuk anak perempuan.

Jadi, mari kita berdiri bersama mereka. Mari kita berjuang untuk hak-hak anak perempuan di Afghanistan. Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, setiap anak berhak bermimpi, dan setiap anak berhak mencapai impian mereka.

- Advertisement -
Share This Article