jlk – Hak angket adalah salah satu hak konstitusional yang dimiliki oleh DPR untuk menyelidiki suatu kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang dianggap bermasalah.
Hak angket ini sebenarnya sudah ada sejak zaman kuno, ketika rakyat Yunani menggunakan hak suara mereka untuk mengusir orang-orang yang tidak disukai dari kota.
Namun, hak angket yang kita kenal sekarang lebih bersifat investigatif daripada represif, meskipun kadang-kadang hasilnya sama saja: mengusir orang-orang yang tidak disukai dari jabatan.
Belakangan ini, hak angket menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama setelah capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengusulkan penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu 2024.
Ganjar, yang juga didukung oleh PDI-P dan PPP, mengklaim bahwa ada indikasi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang merugikan pasangan calonnya.
Ganjar juga menantang capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang diusung oleh Koalisi Perubahan (Nasdem, PKS, dan PKB), untuk membuktikan keabsahan kemenangannya di pemilu.
Namun, usulan hak angket ini tidak serta-merta disambut baik oleh semua pihak. Beberapa kalangan menilai bahwa hak angket adalah upaya untuk menggagalkan proses demokrasi yang telah berjalan sesuai dengan aturan.
Mereka berpendapat bahwa hak angket hanya akan membuang-buang waktu, energi, dan uang rakyat, serta menimbulkan kegaduhan dan ketidakstabilan politik.
Mereka juga menuding bahwa hak angket adalah bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan dari pihak yang kalah dalam pemilu, yang tidak mau mengakui kekalahan dan menghormati keputusan rakyat.
Lalu, siapa yang benar dan siapa yang salah dalam persoalan hak angket ini? Apakah hak angket adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dihormati, atau hak asasi monyet yang hanya menghasilkan kekacauan dan kebodohan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat lebih dalam apa itu hak angket, bagaimana mekanisme pengajuannya, dan apa dampaknya bagi bangsa dan negara.