Hidrogen alami adalah gas yang terbentuk secara alami di dalam bumi akibat proses geologi tertentu. Gas ini memiliki potensi sebagai sumber energi baru dan terbarukan yang bersih, murah, dan efisien. Namun, hidrogen alami juga menimbulkan ancaman bagi industri nikel di Indonesia, yang sedang gencar melakukan hilirisasi untuk memenuhi permintaan global.
Hidrogen Alami: Energi yang Menjanjikan
Badan Geologi Kementerian ESDM telah melakukan penyelidikan energi baru, salah satunya hidrogen alami. Hasilnya, terdapat potensi hidrogen alami di Sulawesi, tepatnya di Tanjung Api (Ampana) dan Bahodopi (Morowali). Hidrogen alami ini diketahui dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik dengan cara mengubahnya menjadi listrik menggunakan sel bahan bakar (fuel cell).
Hidrogen alami memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sumber energi lainnya, antara lain:
- Hidrogen alami adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak beracun. Gas ini tidak menyebabkan polusi udara, emisi gas rumah kaca, atau efek pemanasan global.
- Hidrogen alami memiliki kandungan energi yang tinggi, yaitu sekitar 120 MJ/kg. Ini berarti bahwa hidrogen alami dapat menghasilkan lebih banyak listrik dengan lebih sedikit bahan bakar.
- Hidrogen alami dapat diperbaharui secara terus-menerus, asalkan ada sumber air dan panas bumi yang memicu reaksi kimia pembentukan gas ini. Hal ini berbeda dengan sumber energi fosil yang terbatas dan habis.
- Hidrogen alami dapat disimpan dan didistribusikan dengan mudah, baik dalam bentuk gas maupun cair. Gas ini dapat disalurkan melalui pipa, tangki, atau tabung, sedangkan cairannya dapat diangkut dengan kapal, truk, atau kereta api.
Nikel: Industri yang Terancam
Nikel adalah logam transisi yang memiliki banyak aplikasi industri, terutama dalam pembuatan baja tahan karat, pesawat terbang, turbin, baterai, dan katalis. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 1.040 ribu ton pada tahun 2021.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan hilirisasi nikel, yaitu mengolah bijih nikel menjadi produk jadi seperti nikel matte, nikel pig iron, atau nikel sulfat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah, mengurangi ketergantungan impor, dan memanfaatkan peluang pasar global, terutama untuk industri baterai kendaraan listrik.
Namun, hilirisasi nikel juga menimbulkan dampak negatif, baik bagi lingkungan maupun bagi perekonomian. Beberapa dampak negatif tersebut adalah:
- Hilirisasi nikel membutuhkan banyak energi, air, dan bahan kimia, yang dapat menyebabkan pencemaran udara, air, dan tanah. Selain itu, hilirisasi nikel juga menghasilkan limbah padat dan cair yang berpotensi beracun dan berbahaya.
- Hilirisasi nikel menyebabkan deforestasi, yaitu penggundulan hutan untuk membuka lahan pertambangan dan industri. Hal ini mengancam keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem, dan ketersediaan sumber daya alam.
- Hilirisasi nikel mengurangi daya saing Indonesia di pasar global, karena produk nikel Indonesia menjadi lebih mahal dan kurang berkualitas dibandingkan dengan produk nikel dari negara lain. Selain itu, hilirisasi nikel juga membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga dan permintaan nikel di pasar global.
Hidrogen alami dan nikel adalah dua sumber energi yang berbeda, tetapi saling bersaing dalam perlombaan energi masa depan. Hidrogen alami menawarkan energi yang bersih, murah, dan efisien, sedangkan nikel menawarkan energi yang kuat, tahan, dan fleksibel. Namun, hidrogen alami juga menimbulkan ancaman bagi industri nikel di Indonesia, yang sedang berusaha meningkatkan nilai tambah dan memanfaatkan peluang pasar global.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan kajian dan evaluasi secara komprehensif dan objektif mengenai potensi dan dampak dari kedua sumber energi ini. Pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengembangkan dan mengelola kedua sumber energi ini secara berkelanjutan, seimbang, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri, maju, dan sejahtera dalam bidang energi.