Di awal tahun 2024, investor asing melepas saham senilai Rp17,2 triliun di China. Apa yang menyebabkan mereka menjauh dari pasar saham terbesar kedua di dunia?
Tahun baru, harapan baru. Itulah yang mungkin diharapkan oleh para investor saham di China, yang mengalami tahun yang suram pada 2023.
Pasar saham China, yang merupakan pasar saham terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, mengalami penurunan sebesar 8,5% sepanjang tahun lalu, menjadi salah satu pasar saham terburuk di dunia.
Namun, harapan itu tampaknya belum terwujud di awal tahun 2024. Sebaliknya, investor asing malah semakin menjauh dari pasar saham China.
Menurut data Bloomberg, pada dua minggu pertama 2024, investor asing telah melepas saham senilai 7,9 miliar yuan atau sekitar Rp17,2 triliun di China, setelah melakukan pembelian besar-besaran pada minggu terakhir 2023.
Apa yang menyebabkan investor asing lego saham di China? Apakah ini merupakan tanda bahwa pasar saham China akan semakin terpuruk? Ataukah ini hanya sebuah koreksi sementara yang akan berbalik menjadi peluang bagi investor yang berani?
Pemulihan Ekonomi China Melambat
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi keputusan investor asing adalah kondisi ekonomi China, yang masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Meskipun China berhasil menjadi salah satu negara pertama yang keluar dari resesi pada 2022, pertumbuhan ekonominya pada 2023 melambat menjadi 4,5%, menurut perkiraan Bank Dunia.
Angka ini merupakan pertumbuhan ekonomi terendah China dalam tiga dekade terakhir.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan ekonomi China, di antaranya adalah lemahnya permintaan domestik, krisis properti yang berkepanjangan, utang pemerintah daerah yang besar, dan tekanan deflasi yang terus-menerus.
Selain itu, China juga menghadapi tantangan dari sisi eksternal, seperti ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, persaingan teknologi dengan negara-negara maju, dan ancaman geopolitik dari Taiwan dan Hong Kong.
Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, investor asing menjadi pesimis terhadap prospek pasar saham China. Mereka khawatir bahwa pemerintah China tidak akan memberikan dukungan kebijakan yang cukup untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Selama ini, China dikenal sebagai negara yang sering mengeluarkan stimulus fiskal dan moneter untuk mengatasi krisis ekonomi. Namun, pada 2023, China tampak lebih berhati-hati dalam mengeluarkan stimulus, karena khawatir akan meningkatkan risiko keuangan dan inflasi.
Saham China Murah, Tapi Tidak Menarik
Meskipun investor asing menjual saham di China, bukan berarti saham China tidak memiliki daya tarik sama sekali. Sebaliknya, saham China sebenarnya memiliki valuasi yang murah, jika dibandingkan dengan saham di pasar saham lainnya.
Menurut data Bloomberg, rasio harga terhadap laba (price to earnings ratio) saham China pada akhir 2023 adalah 11,6, jauh lebih rendah dari rata-rata global yang mencapai 19,9.
Namun, valuasi yang murah tidak cukup untuk menarik investor asing, jika tidak diimbangi dengan kinerja yang baik. Sayangnya, kinerja saham China pada 2023 tidak memuaskan.
Indeks Shanghai Composite, yang merupakan indeks saham utama di China, turun 8,5% sepanjang tahun lalu, menjadi salah satu indeks saham terburuk di dunia. Sementara itu, indeks saham global, seperti S&P 500, MSCI World, dan Nikkei 225, naik masing-masing 26,9%, 18,1%, dan 14,8%.
Selain kinerja yang buruk, saham China juga memiliki risiko yang tinggi, terutama dari sisi regulasi. Pada 2023, pemerintah China melakukan sejumlah tindakan keras terhadap sektor-sektor strategis, seperti teknologi, pendidikan, dan properti.
Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol pemerintah, melindungi keamanan nasional, dan mengurangi kesenjangan sosial. Namun, dampaknya adalah menurunkan nilai pasar dan kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di sektor-sektor tersebut.
Masih Ada Peluang bagi Investor yang Berani
Meskipun investor asing lego saham di China, bukan berarti mereka akan meninggalkan pasar saham China selamanya. Sebaliknya, mereka mungkin hanya menunggu momen yang tepat untuk kembali masuk ke pasar saham China, jika ada perbaikan kondisi ekonomi dan regulasi.
Selain itu, ada beberapa sektor yang masih menawarkan peluang bagi investor yang berani mengambil risiko, seperti sektor kesehatan, konsumsi, dan energi terbarukan.
Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang tumbuh pesat di China, seiring dengan meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan yang berkualitas, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Beberapa perusahaan kesehatan China, seperti Wuxi Biologics, Sinopharm, dan Hansoh Pharmaceutical, berhasil mencatatkan kinerja yang baik pada 2023, dengan pertumbuhan laba dan pendapatan yang tinggi.
Sektor konsumsi juga merupakan salah satu sektor yang potensial di China, karena memiliki pangsa pasar yang besar dan beragam. China memiliki populasi sekitar 1,4 miliar jiwa, dengan tingkat pendapatan per kapita yang terus meningkat.
Hal ini menciptakan peluang bagi perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang dan jasa yang sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen China, seperti Alibaba, Tencent, Kweichow Moutai, dan Nongfu Spring.
Sektor energi terbarukan merupakan salah satu sektor yang strategis di China, karena sejalan dengan komitmen pemerintah China untuk mencapai emisi karbon netral pada 2060.
China merupakan salah satu negara terbesar dalam hal produksi dan konsumsi energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan hidro. Beberapa perusahaan energi terbarukan China, seperti Longi Green Energy, Envision Energy, dan Goldwind, memiliki prospek yang cerah di masa depan.
Investor asing lego saham di China pada awal tahun 2024, karena pesimis terhadap lambatnya pemulihan ekonomi China, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Saham China memiliki valuasi yang murah, tapi tidak menarik bagi investor asing, karena kinerja yang buruk dan risiko regulasi yang tinggi. Namun, masih ada peluang bagi investor yang berani, terutama di sektor-sektor yang tumbuh pesat dan strategis, seperti kesehatan, konsumsi, dan energi terbarukan.