jlk – Israel kembali jadi bahan pergunjingan dunia setelah pengadilan internasional menghujat aksi genosida yang mereka lakukan terhadap warga Palestina. Meski dipesan berhenti, tapi kayaknya pesan tersebut nyangkut di telinga Israel. Genosida mungkin bukan bahasa mereka yang dikenal.
Pasukan Israel sepertinya masih terlalu asik dengan “pesta kematian” mereka, membantai tanpa pandang bulu. Bukti? Sudah lebih dari 26.000 orang Palestina yang jadi korban, dan yang paling miris, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Sumpah, ini kayak film horror + Thriller nyata yang bikin bulu kuduk berdiri.
Kok bisa ya, Israel tetap bersikeras membantai meskipun dikasih saran buat istirahat sejenak dari senjata? Afrika Selatan sendiri udah melongo, gugat sana gugat sini, tapi Israel cuek aja. Genosida mah jalan terus!
Gimana nggak bikin pusing, Afrika Selatan malah jadi saksi mata dan menuding Israel sebagai pelaku genosida terkemuka.
Ini kayak drama sabun, tapi sayangnya nyata. Serangan dimulai setelah Hamas melabrak Israel, tapi apakah itu alasan buat nggak bisa bedain antara militer dan warga sipil? Nggak juga!
Israel sok bela diri, bilang mereka nggak mau korban sipil. Tapi herannya, kok rumah sakit, sekolah, dan tempat umum di Gaza jadi sasaran empuk mereka? Kayaknya “membela diri” di kamus Israel punya terjemahan yang berbeda deh.
Pengadilan dunia udah bersuara keras, minta Israel berhenti main tembak-tembakan. Mereka bilang Israel punya kewajiban untuk nggak genosida dan harus benerin situasi kemanusiaan. Tapi, kita liat aja deh nanti, apakah Israel nurut atau tetep aja ngotot?
Warga Palestina juga dapet julukan baru, “kelompok dilindungi” berdasarkan Konvensi Genosida 1948. Jadi, nggak boleh lagi tuh main main sama mereka. Israel, jangan sok tahu hukum aja deh!
Gimana selanjutnya? Apakah Israel bakal nurut perintah pengadilan dunia? Atau mereka bakal terus ngeyel dan bikin warga Palestina makin nangis?
Semoga aja ada keajaiban dan damai segera merayap di Timur Tengah. Soalnya, hidup atau mati bukan jadi komoditas politik atau agama, kan?